Beyond The Magic

6.8K 612 24
                                    

"Hujan turun lagi, Harry... Langit biru yang kau suka sama sekali tak tampak di sini. Yang ada hanya mendung gelap, yang selalu mengingatkan aku pada hari itu..."

Hari ini pun, sebuah kota kecil di Perancis ikut menangis bersama sosok seorang Draco Malfoy.


***

"Draco, dear, kau dari mana saja? Mum menunggumu sejak tadi." Narcissa menyambut putra semata wayangnya itu. Dia sudah cemas sedari tadi karena Draco terlambat pulang.

"Maaf, Mum. Aku mampir ke florist sebentar." Draco melepas mantel hujannya dan menggantungnya di tempat yang tersedia di dekat pintu.

Wanita berambut pirang panjang tergerai itu memandang buket bunga krisan putih yang dibawa putranya, "Kau mau Mum antarkan makan malam ke kamarmu?" Ujar Narcissa, paham benar kalau malam ini, Draco tidak akan ikut makan malam dengannya dan Lucius.

Draco menggeleng, lalu tanpa kata, dia pun naik ke kamarnya di lantai dua rumah itu. Narcissa bisa diam memandang punggung putranya yang tampak begitu rapuh. Tanpa dia sadar, satu tetes airmata mengalir sunyi di pipinya.

***

Di dalam kamarnya, Draco meletakkan buket bunga krisan putih itu dalam sebuah vas yang dia letakkan di meja yang ada di depan jendela. Dia menata bunga putih itu dengan hati-hati. Tak ingin merusak kelopak bunga yang rapuh itu.

"Satu tahun lagi telah berlalu Harry... Namun aku masih belum bisa kembali ke sana. Tidak... Aku tahu aku tidak akan pernah bisa kembali ke sana lagi."

Selesai menata bunga di dalam vas, Draco membuka laci di meja kayu itu, dia mengeluarkan sebuah kotak panjang berwarna hitam yang terawat dengan baik. Draco membuka kotak itu dan tampaklah sebuah bilah kayu tipis yang patah jadi dua. Hanya seuntai benang keperakan yang menghubungkan dua patahan itu. Draco meletakkan kotak itu di samping vas. Lalu dia mengambil sebuah benda lain yang juga dia rawat dengan sangat baik. Sebuah kacamata bulat yang sedikit retak di bagian lensa kirinya. Draco meletakkan kacamata itu di sisi lain vas di meja itu.

"Andai kau ada di sini, Harry..."

Di luar sana, butir hujan membasahi bumi bagai mewakilkan apa yang dirasakan oleh Draco saat ini.

***

Pagi hari pun datang masih berselimut awan mendung yang pekat. Draco keluar dari kamarnya dan turun ke lantai bawah untuk sarapan. Tapi saat itu dia melihat ayah dan ibunya ada di koridor menuju ke pintu depan. Lucius tampak rapi dan tampak mau pergi jauh.

"Dad, kau mau kemana?" tanya Draco penasaran karena dia tidak ingat kalau Lucius punya jadwal berpergian dalam minggu ini.

"Ada urusan mendadak, son. Aku harus ke Ing-" Lucius segera berhenti bicara dan melanjutkan dengan kata yang lain, "Ke sana, sekitar satu minggu."

Sorot mata Draco meredup, dia pun hanya mengangguk dan kemudian berbalik pergi.
Narcissa memeluk lengan suaminya, "Setelah sejauh dan selama ini... rupanya duka tak juga hilang darinya."

"Tidak akan pernah hilang, Narcissa... Luka itu terlalu dalam untuk dapat disembuhkan." Lucius mengecup pipi istrinya, "Aku harus berangkat sekarang."

"Sampaikan salamku pada Severus."

Setelah Lucius pergi, Narcissa pun mencari Draco. Dia menemukan putranya itu ada di teras belakang, berdiri bersandar pada pilar teras yang menghadap taman yang penuh dengan berbagai macam bunga yang bermekaran.

"Son, sarapan sudah siap kalau kau mau makan." Ujar Narcissa.

"Nanti saja, Mum."

Narcissa tak mau memaksa, dia sudah paham benar kalau emosi Draco selalu tidak stabil di saat seperti ini setiap tahunnya. Jadi wanita itu pun masuk lagi ke dalam rumah. Rintik kecil dari langit kembali turun, namun tidak dengan kapasitas tinggi seperti semalam, melainkan hanya rinai gerimis sunyi yang indah. Draco memandang bagaimana dedaunan dan bunga-bunga di taman itu bergoyang terkena siraman air langit itu.

DraRy OneShootTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang