Time Isn't Healing

7.3K 629 47
                                    

"Siaaaal! Kenapa dia lagi!"

Draco membalik posisi tidurnya dan menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut. Sudah hampir seminggu ini dia sama sekali tidak bisa tidur nyenyak. Perang terakhir melawan Dark Lo... er... Voldemort, sudah usai hampir tiga bulan yang lalu. Pikiran Draco akhirnya lepas dari beban yang selama ini menghantuinya. Tapi kini pikirannya malah dipenuhi seseorang yang selama dua tahun belakangan ini tidak pernah absen dari mimpinya.

Stres, sedikit frustasi, Draco kembali rebahan dan memandang langit-langit kamarnya. Kalau begini terus dia bisa benar-benar gila! Draco sadar dia tidak boleh begini terus, tapi apa bisa dikata. Cinta selalu datang tanpa pernah memberikan akal sehat untuk bekerja dengan semestinya.

Dikeheningan malam, Draco bisa mendengar suara detik jam tua yang ada di sudut kamarnya di Malfoy Manor. Sepertinya waktu berjalan lebih lambat dari biasanya. Dan tak peduli seberapa keras usaha Draco untuk memejamkan mata, itu sama sekali tidak berhasil.

"Sial kau, Potter..." Umpatnya pelan.

***
Kembali ke Hogwarts... Draco berdiri sendiri di peron 9 ¾ menunggu jam keberangkatan kereta api Hogwarts Express. Setelah perang, Hogwarts sempat tutup karena semua butuh waktu untuk pulih dari teror dan juga duka yang masih membekas. Kali ini, di tahun terakhirnya, Draco tak lagi ditemani kedua orang tuanya sampai ke King's Cross. Meski pada akhirnya keluarga Malfoy berpaling dari Voldemort, tetap saja kedua orang tua Draco terkena sangsi tahanan rumah oleh Wizengamot.

Meski berada di tengah hiruk pikuk padatnya para penyihir muda yang bersiap kembali ke Hogwarts untuk memulai dan meneruskan pendidikan mereka, Draco merasa begitu sendiri... sepi. Sampai satu suara terdengar jelas di telinganya.

"Ayolah, Hermione! Tutup bukumu dan kita naik!"

Tak perlu mencari-cari, mata Draco seolah sudah di set otomatis untuk menemukan di pemilik suara itu. Harry. pemuda berambut hitam berantakan dan berkacamata itu selalu bisa Draco temukan dengan mudah.

Dia dan dua temannya –yang lebih dikenal sekarang sebagai Gryffindor Golden Trio- itu naik ke dalam kereta. Maka Draco pun ikut naik. Saat ini sebenarnya dia ingin sendiri. Tapi ternyata semua tidak sesuai rencana. Baru berjalan beberapa langkah menyusuri gerbong untuk mencari kompartemen, dia bertemu dengan Blaise Zabini, salah satu dari sedikit Slytherin yang bertempur bukan untuk Voldemort.

"Kau sendirian, Draco?" tanya Blaise.

Draco memandang pemuda berkulit hitam itu, "apa kau lihat aku berjalan dengan orang lain?" pemuda berambut pirang platimun itu membuka pintu kompartemen dan langsung masuk. Dia membiarkan saja Blaise duduk di kompartemen yang sama dengannya.

Sampai kereta bergerak, mereka sama sekali tidak bicara. Draco sadar banyak sekali anak-anak Slytherin yang memandang tajam padanya –mungkin pada Blaise juga-, karena mereka terang-terangan mengkhianati Voldemort. Draco tidak peduli. Terserah apa anggapan mereka semua, yang jelas Draco senang pada akhirnya dia bisa bertindak dengan keputusannya sendiri. Tanpa paksaan.

***

Keheningan dalam kompartemen itu malah membuat Draco nyaman. Inilah kenapa dia tidak keberatan bersama Blaise. Pemuda itu tidak mau repot-repot bicara sesuatu yang tidak penting.

Draco baru saja membuka coklat kodok yang dia beli dari troli saat dia melihat Harry melintasi kompartemennya. Seperti biasa, matanya bergerak diluar kendali.

"Kenapa tidak kau hampiri saja dia?

Draco baru memandang Blaise saat Harry berlalu, "apa maksudmu?"

"Jangan coba menipuku," Blaise menutup novel yang sedari tadi dia baca, "aku tahu pandanganmu pada Potter tidak lagi sama. Dan mengingat kalau sekarang kalian –untuk pertama kalinya- ada di pihak yang sama, ku rasa dia tidak keberatan bicara denganmu."

DraRy OneShootTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang