Chapter 14

5.1K 367 97
                                    

Chapter 14

Di hari Minggu pagi ini, seorang wanita bersetelan olahraga terlihat tengah mengikatkan tali running shoes-nya. Setelah itu dia kembali menegapkan tubuhnya dan bergeser ke sisi kanan, di depan meja riasnya. Hyumi mematut dirinya di depan cermin. Dia masih sempat menyelipkan beberapa helai rambut di telinganya sebelum akhirnya seseorang memencet bel apartemennya dan memaksanya untuk segera membukakan pintu. Hyumi mencomot dompet dan ponselnya lalu keluar dari kamarnya.

"Olahraga pagi, eoh?" seorang wanita paruh baya yang sedang berkutat di dapur menghentikan langkah Hyumi.

Hyumi menoleh sejenak, kemudian tersenyum sayang. "Ya, Eommoni." Wanita paruh baya itu memang ibunya. Kemarin ibu dan ayahnya datang bersama Chang Wook.

"Pagi ini kami akan kembali ke Incheon, aku harap kau mau ikut." Kata ibunya-Jung Mi, tanpa basa-basi. "Aku hanya memintamu untuk sekedar berkunjung, bukan pindah. Kupikir tidak ada salahnya jika kau mengunjungi Joo Hyun." Jung Mi dapat melihat perubahan wajah Hyumi saat dia menyinggung soal Joo Hyun.

"Aku harus membukakan pintu." Kata Hyumi mengalihkan topik pembicaraan mereka. Dia langsung melanjutkan langkahnya yang sempat tertunda tanpa menunggu balasan dari ibunya.

"Ada apa denganmu?" Jung Mi menyentaknya, dan itu benar-benar membuat kaki Hyumi mendadak seperti batu.

"Eommoni!"

"Apakah tempo sepuluh tahun telah mengubahmu menjadi ibu yang kejam?" Hyumi dapat mendengar ada nada emosi dari pertanyaan Jung Mi. "Jangan menjadi seseorang yang egois hanya karena kesedihanmu. Bagaimanapun juga Joo Hyun ..."

"Cukup!" Teriakan Hyumi membuat air mata keduanya luruh. "Aku tidak bisa!" suaranya bergetar penuh kepedihan.

"Hyumi!"

Hyumi terisak pelan, "Eommoni, aku hanya terlalu menyayangi Joo Hyun. Tolong ..." suaranya tercekat.

Hyumi segera berlari menuju pintu saat mendengar isak tangis ibunya. Dia bahkan tidak mempedulikan suara ibunya yang terus memanggil.

Mungkin orang-orang akan berpikir bahwa Hyumi sangat keterlaluan. Tapi Demi Tuhan, apakah mereka tahu apa yang Hyumi rasakan?

Sungguh sangat menyakitkan. Hyumi hanya tidak ingin merasakan sakit yang lebih perih lagi karena sosok Joo Hyun. Itu bukan karena dia membenci putranya, tapi karena Joo Hyun begitu berarti. Dan fakta itu sangat mudah untuk sekedar membuat Hyumi gila.

***

Hyumi mengusap air mata yang mengalir di pipinya, menghela napas sejenak kemudian membukakan pintu untuk seseorang yang bertamu di pagi ini.

Kosong. Tadi jelas-jelas ada yang memencet bel apartemennya, tapi Hyumi tidak menemukan siapa-siapa. Koridor pun terlihat sangat sepi. Hyumi menautkan kedua alisnya heran sebelum akhirnya matanya menangkap sebuket bunga lili putih tergelak di dekat kakinya.

Dia kembali dibuat terheran-heran. Badannya membungkuk untuk mengambil bunga itu, dan dia mendapati sebuah kotak kecil berwarna merah. Hyumi membuka kotak itu, sebuah lipatan kertas berwarna gray menutupi benda bundar yang terbungkus alumunium foil.

'Selamat pagi, Hyumi. Aku rasa sebutir coklat cukup baik untuk menyapa lambungmu sebelum kita sarapan. Meja nomor 09 di Cafe 24 jam, di ujung jalan, aku menunggumu di sana.'

Sisi kanan dan kiri bibirnya tertarik setelah membaca pesan romantis itu. Hyumi mengambil bingkisan alumunium foil itu dan membukanya. Kurang dari satu menit, sebutir coklat lezat itu telah berhasil dia santap. Rasanya sangat enak, bahkan Hyumi sempat menjilat sisa-sisat coklat di jarinya.

CULACCINO & DER BAHNHOF (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang