Prolog

774 28 7
                                    

Balikpapan, Kalimantan Timur.

16 tahun lalu..

Bayi cantik itu lahir tanggal 17 agustus, tepat pada hari jadi pernikahan kedua orang tuanya yang ke tujuh tahun. Sama seperti sang kakak, yang juga lahir ditanggal dan bulan yang sama. Hanya berbeda tahun saja.

“Kamu mau dipanggil apa sama adik, kaka atau abang?” tanya wanita setengah baya pada anak laki-laki kecil berparas tampan.

“Abang, aja Nini.”  jawab bocah laki-laki itu.

“Abang pinter. Nanti saling jaga ya, sama adik.” elus sang ibu, mengecup singkat puncak kepala bocah berusia enam tahun itu.

“Cucu nini emang pinter dan ganteng,” Nini memeluk cucu pertamanya dengan penuh sayang.

Bocah laki-laki berambut cepak itu mengangguk-angguk bersemangat, dalam pelukan Nini.

Sepulang dari rumah sakit, keluarga besar menggelar pesta di kediaman orang tua dari ibu si jabang bayi, untuk menyambut kelahiran anak kedua.

“Selamat, akhirnya perempuan ya mbak?” ucap wanita yang memakai long-dress warna tosca dengan rambut yang disanggul sederhana.

“Iya. Mbak nggak mau nambah lagi, siapa tahu kayak saya, dapet perempuan.” balas Wina, ibu dari jabang bayi perempuan.

“Hehe, doakan saja mbak.” tawa wanita itu, sedikit canggung.

“Iya mbak.” angguk Wina,

Pandangan ibu dua anak itu beralih pada anak laki-laki yang usianya hampir sama dengan si sulung.

“Abang!” panggil Wina,

Bocah laki-laki yang memakai kemeja kain songket tersebut berlari, menghampiri ibunya.

“Ya, Mami?” ucap si sulung, Tara. Saat ia sampai di hadapan ibunya.

“Abang, ajak Azi ke adik ya?” suruh Wina dengan nada lemah lembut.

“Iya, mi. Yuk Azi?” angguk Tara, tangannya menggamit lengan bocah laki-laki yang sedari tadi berdiri di dekat ibunya. Si wanita yang memakai dress tosca itu.

Bocah laki-laki berkaus merah dengan topi hitam itu mendongak, melihat wajah ibunya. Seolah meminta ijin.

“Iya nak. Sana, ikut bang Tata. Jangan nakal-nakal ya, nak.” angguk sang ibu, berdress tosca.

Setelah mendapat ijin, mereka berdua berlari mendekati baby carriage.

“Adik kamu cantik,” puji bocah laki-laki yang berdiri di depan baby carriage.

“Iya dong, kayak mami aku dong.” balas Tara, dengan membusungkan dada bangga.

“Siapa namanya?”

“Chaca,”

“Boleh aku cium adik kamu,”

“Boleh, tapi pelan-pelan aja ya. Nanti dia bangun.”

Azi mengecup pipi gembil Echa dengan pelan.

“Kamu nggak pengin punya adik cewek, kayak aku, Azi?”

Azi menggeleng skeptis, “Mama nggak mau punya adik bayi,”

“Kenapa?”

“Nggak tau,”

“Hm, kalau gitu anggap aja adik aku adik kamu juga, gimana?”

“Boleh?”

Tara mengangguk antusias. Tak kalah antusias dengan Azi, Azi juga tersenyum dengan jarinya mengusap pipi gembil Echa. Bayi kecil itu menggeliat manja.

Namun, siapa mengira kalau semesta akan kembali mempertemukan mereka berdua dalam keadaan yang sudah berbeda?

Author Note;

Haii..
Ini adalah cerita pertamaku di Wattpad.
Semoga kamu suka dengan cerita ini, jangan lupa vote dan komen yaa..

💓 MY HEARTBEAT 💓

My HeartbeatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang