Keesokan harinya, cowok yang bernama Dilhan itu benar-benar mendatangi kelasku seorang diri, yang membuat teman-temanku heboh bukan main.
"Ada hubungan apa lo sama kak Dilhan?"
"Kok kak Dilhan kesini? Ada apa?"
"Demi apa seorang kapten futsal idola SMA HB nyariin Nesia?"
Itulah beberapa tanggapan teman sekelasku, ketika Dilhan tiba-tiba mampir ke kelas sebelas IPS dua.
"Ini ponsel kamu." katanya dengan sopan.
"Makasih kak," balasnya singkat, berharap Dilhan segera kembali ke kelasnya karena aku tidak ingin teman-temanku berspekulasi jauh tentang aku dan dia.
"Oh iya, kita belum berkenalan secara resmi lho." celetuknya seraya mengulurkan tangannya, "Namaku Dilhan, kelas dua belas IPA dua."
Aku memandangi uluran tangan Dilhan dengan diam, lantas secara perlahan ku ulurkan juga tanganku.
"Indonesia. Panggil aja, Nesia. Kakak pasti sudah tau kelasku bukan?"Dilhan tersenyum, "Nama yang unik ya, Nesia."
"Hehe, iya." balasku singkat.
"Kalau gitu, kakak ke kelas dulu ya. Nanti jangan sungkan-sungkan nyapa kalau ketemu. Daah!"
Aku mengangguk, "Daah!"
Tak lama kemudian Dhyanira datang dengan rambut yang di cepol tinggi, tidak lupa dengan cemilannya. Keripik kentang favoritnya.
"Cie, yang diapelin kakak kelas. Cihuy!" celetuknya.
"Dari mana lo tau?"
"Tadi gue papasan disana."
"Oh."
"Gimana ponselnya, baik-baik aja kan?"
Aku langsung mengecek ponselku dengan seksama. Masih sama seperti sebelum hilang.
"Baik. Tapi...""Tapi apa?" sahut Dhyanira cepat.
"Um, enggak kok. Enggak jadi, udah yuk masuk." segera ku masukkan ponselku ke dalam saku.
Sepanjang pelajaran pak Salim aku tak berhenti memikirkan tulisan kecil yang tersimpan di balik case ponselku.
"Sosiologi ada tugas nggak?" tanya Dhyanira dengan mulut sibuk mengunyah kripik kentangnya.
"Ulangan iya, Ra."
Mata Dhyanira mendelik, "Sumpah?!"
Aku mengangguk, lantas duduk manis dikursiku.
"Duh, lo kok nggak ngingetin gue sih Nes."
"Kayaknya lo terlalu sibuk chat sama asisten google deh, sampek chat gue aja lo baca kek angin lalu."
Dhyanira melihat ke langit-langit kelas, sembari mengingat kembali tadi malam.
"Masa sih?" ujar Dhyanira nggak percaya.
Aku mendengus, "Cek hp lo deh!"
"Assalamualaikum," sapa bu Wenda, guru Sosiologi dengan semringah.
"Mampus!" celetuk Dhyanira cukup keras.
"Hei, siapa yang mengumpat itu?" sahut wanita berkulit cerah tersebut.
Satu kelas langsung membisu, termasuk dalang yang mengumpat barusan.
~My Heartbeat~
"Hai, Nesia."
Aku menoleh singkat, namun kembali ku ulangi saat menyadari bahwa yang menyapa adalah... Kak Dilhan.
"Eh, iya kak." anggukku sungkan.
"Nesss! Lo lolos jadi panitia malam inagurasi... Eh, gue ganggu ya?" Kata Dhyanira yang tiba-tiba dateng.
Aku menggeleng begitupun Dilhan.
"Kamu ikut jadi panitia juga?" tanya Dilhan.
"Iya kaka,"
"Hm, sampai bertemu kalau gitu." katanya sembari berpamitan.
Seusai Dilhan pergi, Dhyanira duduk di hadapanku.
"Wah, emang jodoh nggak kemana..." cibirnya yang membuatku ingin mencubit pinggangnya namun karena posisinya jauh, jadi tidak jadi.
"Enggak ih, punya gebetan ganteng tuh nggak enak Ra. Banyak saingan,"
Dhyanira tertawa, "Cie, udah ngomongin gebetan aja lo!"
Aku mengerutkan kening, memproses kembali kata-kataku.
"Eh, ngomong-ngomong lo mulai suka ya sama dia?" ucap Dhyanira.
"Hm, enggaklah. Emang di ftv, sekali ketemu langsung jatuh Cinta." belaku tak terima.
"Ya siapa tau aja, kisah idup lo kek di ftv. Hahaha..." ejek Dhyanira yang otomatis lengannya ku hadiahi cubitan kecil.
"Sakit eh!"
Aku menjulurkan lidahku untuk mengejeknya. Ya, beginilah aku. Masih suka bersikap kekanakan, meski sudah menginjak bangku SMA.
To be continue,
KAMU SEDANG MEMBACA
My Heartbeat
Teen Fiction[PROSES REVISI ULANG] ------ Nesia, begitulah orang-orang terdekat memanggilku. Sedangkan nama lengkapku adalah Indonesia, itu saja. Aku lahir bertepatan dengan hari kemerdekaan bangsa Indonesia, mungkin itu salah satu alasan kenapa kedua orangtua...