07

130 10 0
                                    

"Silakan lewat sini, yang sudah diperiksa." ucap Ais seraya mempersilakan adik kelasnya masuk ke pelataran SMA Harapan Bangsa.

Sebelum masuk, mereka di periksa terlebih dahulu barang kali ada yang membawa sesuatu yang tidak ada dalam peraturan. Dari tas, hingga seragam yang menempel di tubuh mereka tak luput dari pemeriksaan, sebab para panitia tak ingin kecolongan lagi seperti tahun kemarin, dimana salah seorang murid kedapatan minum alkohol di rooftop saat acara perekrutan anggota ekstrakulikuler berlangsung di hall. Miris memang melihat generasi jaman sekarang yang bukannya bertambah baik, melainkan tambah bobrok.

"Sudah, ini saya ambil."

"Tapi, kak--"

"Apa rokok tertulis dalam perlengkapan yang wajib dibawa?" potongnya dengan melangkah satu langkah ke depan.

Mimik wajah laki-laki di hadapan panitia itu berwajah tegas tersebut beringsut mundur.
"Tidak, kak."

"Kalau begitu, saya kasih kamu dua pilihan, tetap ikut atau pulang?"

Tatapanku tak luput dari lelaki bertubuh jangkung dengan raut wajah serius di gerbang sana.

"Nes, bisa bantu gue ambil kabel di ruang OSIS?"

Aku mengangguk cepat, lantas segera menuju ruang OSIS yang letaknya tak jauh dari gerbang.

"Ah, di kunci!" kataku sambil menggerakkan knop pintunya.

"Ada masalah?"

Aku terperanjat ketika mendengar suara.

"Kamu ngapain di sini? Bukannya kamu di bagian perlengkapan?"

"Kak Dina nyuruh ambil kabel di dalem, tapi pintunya dikunci."

Dilhan. Orang yang mengagetkanku barusan merogoh sakunya, lalu mengeluarkan kunci.

"Han, bantuin bawa ini dong." seru teman se-sienya yang ikut memeriksa peserta malam inagurasi.

"Oke," balasnya.
"Kamu bisa ambil sendiri kan, ini kuncinya." katanya padaku sambil memberikan anak kunci padaku.

Aku mengangguk cepat.

~My Heartbeat~

"Din, mana dia?" tanya Dilhan.

"Nesia maksud lo?"

"Iya, dimana dia?"

"Nah itu, dari tadi dia belum balik ngambil kabel di ruang OSIS, mana acara pembukaan mau di mulai lagi.."

Raut wajah Dilhan berubah, hatinya mendadak tak nyaman. Seperti ada sesuatu yang mengganjal.

"Han, kemana lo?"

Dilhan bahkan tak menghiraukan panggilan temannya, yang ia pikirkan sekarang adalah perempuan itu.

"Uhuk-uhuk! Uhuk-uhuk!" aku terbatuk-batuk ketika sadar dari pingsan. Lantas ku pandangi sekitarku, gelap gulita. Hanya cahaya remang-remang dari sela-sela jendela dan pintu yang sedikit menganga itu yang membuat ruangan lebih terang.

Brak!

"NESIA!" Seru Dilhan kalap setelah mendorong pintu ruang OSIS secara anarkis.

"Kak Dilhan, apa itu kamu?"

Dilhan melangkah mendekatiku yang terduduk di dekat almari.

"Iya, ini--"

Aku langsung memeluknya spontan.

"Aku takut!" seruku dengan menutup mataku.

"Tenang, kakak ada disini." ucapnya menenangkanku.

Berselang satu jam, aku terbaring lemas di ruang kesehatan setelah tadi hampir pingsan saat menyanyikan lagu mars Dwiwarna tadi.

Untung saja kak Dina tadi dengan sigap menuntunku menuju UKS, saat mataku berkunang-kunang.

"Sudah baikan?"

Aku menoleh ke arah pintu, kebetulan tirai disebelahku tidak ditutup.

"Kalau kamu masih kurang enak badan, kamu bisa istirahat disini dulu."

"Enggak, aku udah ngerasa baik kok. Aku mau lanjut tugasku," kataku dengan beranjak dari posisi berbaring menjadi duduk.

Dia mengambilkan sepatuku di rak sepatu, lalu berjongkok di bawahku.

"Kakak ngapain?" kataku cepat.

"Mau pakein kamu sepatu," jawabnya.

Aku hanya diam saja setelah itu, karena aku merasa canggung. Tidak biasanya aku seperti ini, merasa canggung pada orang baru ku kenal, padahal aku suka sekali bertemu dengan orang-orang baru. Namun, kali ini berbeda.

"Makasih," ucapku pelan sebelum aku berlari menuju basecamp panitia.

Disana kak Dina, koordinator sie perlengkapan menyapaku dan tak lupa menanyakan kondisiku.

Basecamp panitia terlihat sepi, hanya ada aku, kak Dina, dan beberapa panitia yang bertugas menjaga basecamp.

Aku melihat jam tanganku, sudah pukul lima lewat. Tandanya akan masuk solat magrib, dan panitia bersiap menggiring peserta untuk solat berjamaah secara bergantian.

"Kak, aku ke tenda peserta dulu ya.." pamitku pada kak Dina.

"Oke, bentar lagi gue nyusul!"

Di lapangan belakang SMA Dwiwarna di dirikan banyak tenda, yang digunakan untuk tidur para peserta malam inagurasi. Dimana tenda sebelah barat adalah tenda cowok, dan sebelah timur adalah tenda cewek.

"Ayo yang tidak berhalangan silakan ke masjid untuk solat magrib." suara panitia terdengar sampai gedung kelas dua belas IPS, tempatku berjalan.

Terlihat beberapa peserta berjalan bergerombol membawa mukena masing-masing ke arah masjid, yang terletak di halaman depan SMA.

Ku lihat dari kejauhan, tepatnya dk tenda cowok, kak Dilhan tengah bertugas disana.

"Lo nggak mungkin halangan kan? Jadi, buruan ke masjid." perintahnya.

Tiba-tiba sebuah senyum terukir dibibirku, yang membuatku kaget sendiri. Ada apa denganku? Tanyaku pada hatiku.

To be continue,

My HeartbeatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang