"Akhirnya tidur Yaa Allah, ngantuk banget.." ucap Dhyanira.
Aku lupa bercerita kalau dia ikut jadi panitia juga di acara malam inagurasi ini, ia masuk dalam sie terima tamu. Tugasnya baru surut saat peserta sudah kembali ke tenda masing-masing.
"Nes, gimana kondisi lo?" tanya Dhyanira sambil memejamkan mata.
"Baik," anggukku.
"Oh, oke deh. Gue bobo cantik dulu ya," katanya dengan memeluk boneka elmo kesayangannya.
Dia tak bisa tidur tanpa elmonya, karena itu ibunya tadi datang membawanya agar anak bungsunya itu bisa tidur dengan nyenyak.
Kalau dia tidak bisa tidur tanpa elmo, aku justru tak bisa tidur kalau tidak memegang tangan seseorang, untung saja kak Riska tak keberatan tangannya ku pegang ketika tidur.
Ku cek ponselku sebelum tidur, ada banyak pesan singkat serta panggilan tal terjawab dari Mami, Papi, dan Bang Tara.
Pertama ku buka pesan dari Mami, yang berisi mengkhawatirkan keadaanku disini. Bahkan beliau mendengar bahwa aku sempat jatuh sakit.
Kedua, aku membuka pesan dari Papi yang mengirimkanku pemandangan di SG. Rupanya Papi sudah kembali terbang ke SG, setelah dari Balikpapan kemarin.
Ketiga, orang yang cerewetnya mirip Mami yakni kakak satu-satunya yang ku punya. Ia mengirim pesan paling banyak di antara kedua orangtuaku.
"Bangun Ris, Riska!" kak Riska melepaskan tanganku kasar, hingga membuatku spontan terbangun juga.
"Ada apa?" jawab kak Riska dengan suara serak.
"Temenin gue jaga tenda dong, si Missel demam gabisa jaga bareng gue."
"Bentar ya gue siap-siap dulu,"
Aku berpura-pura tidur lagi, meskipun sebenarnya tak bisa.
Tadi aku belum sepenuhnya lelap, karena itu aku ikut terbangun saat kak Riska melepas tanganku.
Selepas kak Riska dan temannya pergi, aku terduduk lalu mengambil ponselku. Aku benar-benar tidak bisa tidur.
Dini hari panitia dibangunkan, untuk berkumpul.
Agendanya kali ini adalah jelajah malam, dimana para peserta akan di bariskan sesuai tenda. Selanjutnya mata mereka akan ditutup menggunakan asduk pramuka.
"Nes, ayo!" ajak Dhyanira bersemangat. "Seru nih,"
Aku menggeleng, "Ra, gue nggak bisa!"
Dhyanira tersenyum kecewa.
"Bukannya lo udah sembuh?"
"Sebenarnya belum secara total, gue takut kayak kemarin Ra. Ntar tambah nyusahin panitia lainnya lagi,"
Dia menepuk bahuku, "Lo pasti bisa sembuh, semangat!"
Aku mengangguk ragu.
"Gue cabut dulu."
"Oke," ucapku sedikit menggantung.
Kalau kamu peka, saat kemarin sore aku pingsan di ruang OSIS dan tiba-tiba memeluk kak Dilhan ketika sadar. Kamu akan tahu kenapa aku tak ikut jelajah.
Yups, itu benar. Aku menderita phobia gelap.
Itu kenapa juga, Mami sebelumnya sudah mewanti-wantiku agar tak bergabung dengan panitia malam inagurasi ini, sebab phobia itu. Namun, aku tetap bersikukuh bahwa diriku akan baik-baik saja.
"Sa, ikut gue ke UKS aja yuk daripada lo disini." ucap kak Riska.
Kak Riska tak ikut jelajah juga karena mendapat mandat untuk membantu dokter Milla menjaga UKS bersama anggota PMR lainnya.
Di UKS Harapan Bangsa, ada dokter jaganya. Namun, beliau tidak setiap hari datang, hanya tiga kali dalam sepekan. Tugasnya adalah mengecek obat-obatan sekaligus melayani pasien.
Tak lama setelah acara jelajah di mulai, jatuhlah korban pingsan di tempat jelajah berada, para tenaga medis berlarian membawa tandu, sedangkan aku membantu membawa kotak obat.
"Sebelah sini,"
"Dek, minyak kayu putih!"
Dengan gelagapan ku sodorkan minyak kayu putihnya.
"Minggir minggir, ada yang kesurupan!"
Aku menoleh spontan, mendadak bulu kudukku berdiri merinding.
Acara seperti ini memang lumrah begitu, ada yang pingsan karena takut dan tegang, ada yang kesurupan.
*My Heartbeat*
Pagi hari, sekitar pukul setengah enam aku sudah bersiap di lapangan utama untuk melakukan senam bersama.
Panitia banyak yang masih berada di lapangan belakang, menggiring peserta agar segera merapat ke lapangan utama.
"Kak, laper!" keluh salah seorang peserta cowok kepadaku. Aku masih ingat wajahnya, dia yang semalam menggombaliku.
"Makanya ayo buruan baris. Setelah senam nanti, sarapan." balasku tegas.
Dhyanira berlari menuju tempat aku berdiri.
"Nes, kak Dina nyuruh lo ambil toa di ruang osis." katanya.
Tubuhku menegang mendengarnya, meskipun ini pagi, tetap saja aku takut seperti kemarin. Gara-gara lampu ruangan mati, aku jadi pingsan.
"Biar gue aja." sahut seseorang di belakangku.
"Eh, kak Dilhan." sapa Dhyanira hangat.
Aku menoleh, melihatnya berjalan menuju ruang osis. Saat ia berjalan melewatiku, bau parfumnya menguar menusuk hidung. Axe cokelat.
"Udah sejauh apa hubungan lo sama dia?" Dhyanira menyenggol bahuku, ia melirikku dengan tatapan yang membuatku geli.
"Apaan sih, ngaco lo!" balasku ketus sambil berjalan menjauhinya.
Acara senam berjalan lancar dan selanjutnya makan pagi.
To be continue,

KAMU SEDANG MEMBACA
My Heartbeat
Подростковая литература[PROSES REVISI ULANG] ------ Nesia, begitulah orang-orang terdekat memanggilku. Sedangkan nama lengkapku adalah Indonesia, itu saja. Aku lahir bertepatan dengan hari kemerdekaan bangsa Indonesia, mungkin itu salah satu alasan kenapa kedua orangtua...