ENAM BELAS

253 25 0
                                    


Lelaki berumur delapan belas tahun itu memejamkan matanya kuat. Mencoba menahan getir di hatinya. Tidak di hiraukannya lagi seluruh tubuhnya yang basah tertimpa air hujan. Hujan tak begitu deras, namun cukup ampuh untuk mengkamuflase air matanya yang sejak tadi membasahi pipinya. Tidak dirasakannya lagi perih luka di tangannya yang tersiram air hujan. Karena rasa bersalah menyelimuti dirinya. Kedua orang tuanya baru saja meninggal dan dia menyalahkan dirinya atas hal itu. Duka yang teramat dalam. Ahh... seandainya waktu bisa di ulang. Maka apapun keburukan yang pernah Ia lakukan, sekuat mungkin akan mencoba menghapusnya.

Ia mendongakan kepalanya merasakan setiap tetesan air hujan yang membasahi wajahnya.

"Ahh... Eomma! Appa!" teriaknya sekuat tenaga mencoba mengeluarkan semua beban di hatinya. Merentangkan tangan, menikmati tiap butiran hujan yang jatuh di wajahnya.

Tapi kemudian Ia mengernyitkan dahinya, merasakan hujan tidak lagi menyentuh wajahnya. Ia membuka mata dan mendapati sebuah payung merah menutupi pandangannya ke langit. Ia menghadap ke depan dan menemukan seorang gadis dengan wajah bulat memegang payung yang melindungi tubuhnya. Bibirnya mengukir senyum manis khas anak kecil. Tubuh mungilnya hampir tenggelam dalam mantelnya yang agak besar.

"Kau menangis?" tanya gadis itu.

Suara tegas tapi lembut gadis itu menyapa telinganya yang sejak tadi hanya mendengar suara hujan. Ia mendengus kesal dan mengusap air matanya dengan kasar. Ia memalingkan wajahnya, sebenarnya malu kedapatan menangis. "Gwaenchana. Menangislah, oppa! Aku akan menemanimu. Aku tidak suka melihat seseorang menangis sendirian, jadi anggap saja aku adalah patung yang siap mendengarkan semua kesedihanmu." Gadis itu melipat payungnya dan duduk, mengambil tempat di sebelah kirinya, ikut membiarkan air hujan menyentuh tubuhnya. Gadis itu hanya menunduk, memandangi genangan air di depannya yang membentuk lingkaran-lingkaran terkena tetesan hujan.

Mereka terdiam sejenak. Hingga gadis itu berseru, membuatnya sedikit berlonjak kaget.

"Ahya!"

Gadis itu merogoh kantung plastik di tangannya, mengeluarkan bungkus kecil berwarna kombinasi merah-hitam-putih dari sana. Ia menatap langit, masih gerimis, lalu kenapa gadis ini membawa itu? Bukankah rasanya aneh di saat hujan makan Ice Cream?

Gadis itu menyodorkan Ice Cream itu padanya. Ia mengerutkan dahinya, berpikir sejenak dan mengambil Ice Cream dengan ragu.

"Rasa coklat! Semoga bisa membantu mengurangi rasa sedihmu!" serunya lalu kembali duduk di tempatnya semula. "Oppa-ku sering membelikanku Ice Cream saat aku merasa sedih." Lirih gadis itu. Ia mengalihkan pandangannya ke gadis kecil di sebelahnya. Gadis kecil itu tersenyum, manis sekali.

"Oppa-ku bilang..." Gadis itu menggantung, lalu menatapnya dalam. "Anggap saja kesedihan yang sedang aku rasakan akan lumer bersama ice cream itu di mulutku." Ucap Gadis itu dengan sangat lembut. Ia terdiam dan hanya bisa menatap gadis itu dengan berdebar.

"Aku tahu itu sulit, tapi cara yang oppa-ku berikan selalu ampuh untuk mengobati rasa sedihku." Tuturnya dengan mata berkilat senang.

Ia berpikir sejenak. Lalu membuka ice cream di tangannya dan mulai memakannya. Satu gigit kecil. Waw, itu terasa ngilu. Namun sedetik kemudian ice cream itu lumer. Ia memejamkan matanya, mensugesti dirinya bahwa kesedihannya akan lumer bersama Ice Cream itu. Yah benar sekali. Rasanya jadi aneh. Sesuatu menohok hatinya. Perih, berat dan seolah meremas hatinya. Ohh tidak! Airmatanya menetes lagi, kali ini pelan tapi tiap butirnya melepas beban dihatinya. Pelan tapi pasti memutar semua memori tentang orang tuanya.

Hingga gigitan terakhir tiba, Ia menangis sejadi-jadinya. Sudah terlupa rasa gengsinya menangis di hadapan gadis berumur sebelas tahun itu.

"Gwaenchanayeo, oppa! Kau akan baik-baik saja!" Gadis itu tersenyum mencoba menghiburnya. Ia tersentuh, perlahan menghentikan tangisnya. Gadis aneh yang sok dewasa ini benar-benar membuatnya tenang. Kekuatan kembali muncul di dirinya, karena gadis kecil ini.

Ice Cream (FF/ Park Jungsoo- Kim Raejae)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang