Harry Styles - No Need To Say It

1.3K 114 5
                                    

"Itu! Itu ada Harry!" seru Kim, menunjuk ke arah kanan kami.

Itu memang Harry, berjalan keluar gerbang sekolah sambil membaca bukunya. Dia memang anak rajin.

"Langit bolong tuh" Kim menyikutku-'menyindir'.

"Apaan sih" balasku, tertunduk malu. Aku melirik jam tanganku yang menunjukkan pukul 3 sore. "Aku harus cepat pulang, harus belajar untuk ulangan besok. Sudah ya!"

"Bye!"

Aku berlari kecil ke arah gerbang.

Aku memutar kepalaku, menatap Kim dari kejauhan. Lalu jalan lagi mengekor di belakang Harry.

Well, niatku pulang cepat bukan karena ingin belajar. Tapi membuntuti Harry. Ya, walaupun kami bertetangga tetap saja aku ingin 'pulang bareng' dengannya.

.

.

.

"Arrgh!! Terserah! Aku capek!!" jeritku pada mom, keluar rumah dengan emosi dan membanting pintu.

Aku menaikkan risletin jaket, berjalan menuju taman dekat rumah. Malam-malam begini pasti taman itu sepi. Jadi aku bisa menyendiri disana.

Aku terduduk lemas di bangku taman. Masih mencoba meredam emosi bertengkar dengan mom. Kali ini masalah laptop. Katanya aku selalu membuang waktu untuk laptop. Dapat nilai bagus saja sudah untung. Kenapa ibu-ibu selalu mencari masalah dengan anaknya?

"Hey,"

Aku menengadah dan mendapatkan... Harry.... berdiri di sampingku. Masih dengan buku pelajaran, tentunya.

"H-H-Hey.."

"Sendirian saja" Ia duduk di sebelahku. GOD!

"I-Iya.."

"Kau tidak belajar untuk besok?"

"Um, bukuku ada di rumah.." Aku mencoba untuk tidak menatap wajahnya, apalagi matanya.

"Biar ku tebak, sedang ada masalah di rumah?"

"Exactly" jawabku pendek.

"Ibumu ya?"

"Yeah"

Harry tersenyum, sesekali diiringi tawa kecil. "Aku juga sering bertengkar dengan dad. Dan itu hanya karena masalah sepele"

"ikr! Guess what? Hanya karena aku sering main laptop, mom marah. Padahal nilaiku tidak jelek" sahutku. "Walaupun tidak sebagus nilaimu" Suaraku merendah.

Harry lagi-lagi tertawa.

"Kalau aku, kemarin refleks melempar setoples umpan cacing saat memancing."

"Tidak ku sangka, anak laki-laki yang mendapat nilai tertinggi praktek membelah katak, ternyata takut cacing" Kini kami hanyut dalam gelak tawa.

"ikr." balasnya. "Now," Ia membuka halaman bukunya, kemudian menggeser posisinya mendekat padaku. GOSH! "Berhubung keadaan tenang, bagaimana kalau kita belajar bersama?"

"A-Aku.."

"Here," Sekarang Harry menaruh bukunya diantara kami. "Supaya ulangan dapat bagus."

"O-okay.."

Tapi dengan Harry disampingku, bukannya mempelajari materi, justru mempelajari wajahnya. Tuhan.. wajahnya terlihat sempurna saat sedang serius begini.

Alisnya sedikit mengkerut, matanya terlihat sangat tajam. Seolah jika mata itu menyorotku, aku bisa meleleh dalam sekejap.

Ingin rasanya aku berteriak,

I LOVE YOU, HARRY!

Sekarang juga.

Harry menoleh padaku, kemudian hanya tersenyum sebentar, lalu kembali membaca.

Andai saja dia peka.

.

.

.

"Styles," panggil Mr.Rud, menyerahkan setumpuk kertas pada Harry. "Tolong bagikan soal ulangan ini"

"Yes, sir." Lelaki berambut keriting itu menerimanya dan mulai berjalan keliling membagikan kertas.

Aku mengatur nafas begitu soal itu sampai di mejaku. Berdoa agar mendapat nilai bagus.

Tapi Harry malah memberiku selembar kertas lagi, kembali duduk di tempatnya.

Aku membalik kertas tersebut dan menunjukkan sebuah tulisan tangan yang sangat besar,

I LOVE YOU TOO, BROOKLYN!

Saat aku melirik Harry di bangkunya, ternyata dia sedang melihatku juga-mengerlingkan sebelah mata.

Don't talk, act. Don't say, show. Don't promise, prove. ❞ -@LoveMottos

Dedicated to potatohazz.

Duh, maaf ya, udah lama tapi jadinya gini doang-_-

Summer Breeze (Oneshots)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang