Zayn Malik - Two Pieces

2K 148 8
                                    

Aku hanya bisa menahan tangis melihat foto-foto masa kecilku dengannya. Semuanya penuh dengan kenangan yang tak bisa ku lupakan.

Dulu, kami tidak pernah melewatkan satu hari pun tanpa main bersama. Apalagi mengunjungi rumah pohon kami.

Saat itu kami masih duduk di bangku Junior School...

Aku mendorong kursi rodanya ke hadapan pohon, masih tidak memperbolehkannya membuka penutup mata.

"Kita kemana sih, Fau?" tanyanya yang sudah memberontak, tidak sabar membukanya. "Kenapa mataku ditutup segala?"

Aku hanya tertawa-tawa, kemudian berlutut di depannya agar sejajar.

"Zayn, kau ini tidak sabaran ya!" Aku mencolek hidungnya. Dia masih saja merengut. "Ya sudah, ku buka deh" Tanganku melingkarinya untuk melepas kain hitam ini.

Matanya perlahan terbuka, memperlihatkan sepasang bola mata berwarna coklat hangat.

"WOW!" jeritnya. "This is amazing!"

"Dan siapa dulu yang membuatnya" sahutku bangga.

Zayn menarikku dalam dekapannya. Bahkan sampai aku bisa mendengar detak jantungnya. Tangannya mengacak-acak rambutku.

"Thank you, Fau! Aku sayang kamu!"

Tanganku membalik halaman album foto. Kali ini membuatku tersenyum lirih. Aku menggenggam sebuah boneka kecil berbentuk gajah. Ini adalah hadiah ulang tahun yang paling berharga.

Seorang anak lelaki berumur 13 tahun sudah berpakaian rapi dengan setelan jas mininya. Tangannya mendorong roda di kanan-kirinya. Di pangkuannya, terdapat kotak kecil berwarna biru.

"Happy birthday, Fau!!" Zayn bertepuk tangan. "Ini untukmu."

Aku menerimanya, cepat membuka. Dan yang ku dapatkan adalah sebuah boneka gajah mini.

"Maaf ya, hadiahnya tidak seperti yang kau inginkan." Ia menggaruk pelan kepalanya. "Hanya itu yang sesuai dengan uangku"

"Don't be. Selama ini darimu, aku suka. Apalagi dari uangmu sendiri" Aku merangkulnya akrab, mencoba menghibur.

Harta keluarga Zayn memang semakin menipis. Semuanya dimulai ketika Zayn divonis oleh dokter di umurnya yang masih 12 tahun. Bahkan sekarang, dia sudah tidak bisa menggunakan kedua kakinya dengan normal. Karena itu juga, uang mereka terkuras banyak demi pengobatan.

Aku mengintip dari celah pintu kamar. Perlahan ku buka, "Zayn..?"

Tapi yang ku dapati adalah seorang anak lelaki menangis di pojok kamar, seolah kehilangan harapan hidup.

Aku cepat berlari ke arahnya, memeluknya erat agar ia berhenti menangis.

"Zayn, it's okay.. everything will be all right"

"Fau.." panggilnya lirih. "Kenapa kau masih mau dekat denganku?"

"Kenapa kau bicara se-"

"Aku penyakitan.. aku tidak mau kau tertular"

"Penyakitmu tidak menular, dan aku akan selalu disampingmu!" Kami saling bertatapan.

Ku perhatikan, wajah Zayn memang agak pucat sekarang.

Ia mengangkat jari kelingkingnya ke hadapanku, membuatku mengerutkan dahi.

"Kau janji tidak akan kemana-mana? Selalu denganku?"

Aku terdiam, kemudian melilitkan kelingkingku dengan miliknya. Mengangguk, "Janji." Lalu kembali memeluknya.

"Thank you so much.."

"Don't cry.." Ibu jariku menyapu air mata di kedua pipinya. "Kau terlihat jelek kalau menangis."

Bagaimana pun juga, kenangan tetaplah kenangan. Meskipun kita ingin mengulangnya, tidak mungkin bisa seindah yang pertama kali.

Tapi mirisnya, aku tidak bisa mengulang semua itu.

Karena Zayn telah pergi.

Penyakit terkutuk itu yang membawanya dan meninggalkanku sendiri.

Tak ku sangka, dia sendiri yang mengingkari janji. Seharusnya sekarang dia ada di sampingku, bersama-sama melihat album foto ini diiringi canda tawa sembari mengenangnya.

Kemana dia sekarang?

Jika saja aku bisa memutar ulang waktu..

Air mata menetes lagi ke kaus hitamku.

Aku ingin Zayn kembali..

"Fau."

Tunggu, suara ini..

Aku menutup album foto, terdiam. Jantungku berdegup 5 kali lebih cepat. Tidak mungkin. Dia tidak mungkin disini. Dia seharusnya disana.

"Fau" suara itu memanggilku lagi.

Aku memutar kepala.

Seorang pria berumur 20 tahun berdiri tegap di depan pintu kamar. Dia tersenyum hangat padaku. Senyum yang tidak ku lihat selama 7 tahun ini.

"ZAYN!"

Aku segera berlari ke pelukannya. Tidak ingin kehilangan lagi.

Zayn mendekap kepalaku erat dengan satu tangannya, mengecup pundak kepalaku sekali.

"I miss you, Fau!"

"Aku juga" Aku melepas pelukan. "So, terapimu di Australia berhasil?"

"Yah, seperti yang kau lihat"

Aku menyeringai menatap kedua kakinya yang sudah bisa menopang tubuhnya lagi. Zayn juga terlihat segar kembali. Dia sudah 100% bersih dari penyakitnya.

"Bagaimana kalau besok kita ke rumah pohon? Aku penasaran bagaimana penampilannya sekarang"

"Bagaimana kalau sekarang saja kita ke rumah pohon?" Aku dan Zayn sama-sama hanyut dalam gelak tawa.

Don't let me go, cause I'm tired of feeling alone ❞ -Don't Let Me Go, Harry Styles.

Dedicated to FauStyles. Kalau oneshot Louis ternyata pacarnya meninggal, kalau ini malah kebalikannya hehe. Don't forget to read Cinderella "Converse"! :-)

Summer Breeze (Oneshots)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang