[2] The Call

3.1K 110 4
                                    

[2] The Call

Tiga hari setelah kejadian Jovan menelepon Ratu, Raja menjadi aneh. Raja jadi pendiam. Raja jadi tidak banyak bicara. Raja jadi lebih banyak mengurung diri di kamar. Raja jadi lebih cuek kepada Ratu. Tapi sebenarnya, cowok itu juga khawatir.

Ratu tahu, kalau Raja tidak bisa lama-lama begini. Dia tahu, kalau kakaknya tersebut menyayanginya dan tidak bisa lepas darinya. Maka dari itu, Ratu diam saat Raja memperlakukannya seperti ini. Toh, nanti cowok itu juga akan balik lagi.

Tapi yang ini berbeda. Biasanya Raja paling lama mendiaminya seperti ini hanya bertahan sampai dua hari. Namun kali ini sudah tiga hari bahkan hampir memasuki hari keempat mengingat ini adalah malam hari.

Oke, sepertinya terlalu banyak menggunakan kata ini. Hm, boros sekali. Ah, lupakan hal ini.

Ratu jadi bingung sendiri. Raja tuh, sebenarnya kenapa? Dia bertingkah menjauhi Ratu, marah sama Ratu, wajahnya pun mengeras ketika melirik Ratu. Salah Ratu apa? Bukankah waktu itu Raja sendiri yang meminta Ratu menjawab telepon dari Jovan? Iya kan? Lalu kenapa yang kena imbasnya juga Ratu? Ah, kadang Raja juga pernah lelah.

Jadi sekarang, disinilah Ratu. Mengambil tindakan yang sama sekali belum pernah ia lakukan. Yaitu menanyakan perihal ini kepada Raja, dia tidak enak hati dengan kakaknya itu jika harus perang dingin begini. Maka dari itu, Ratu nekat. Dia mengetuk pintu kamar Raja.

Satu kali. Tidak ada sahutan.

Ketukan kedua disertai panggilan lembutnya pada Raja. "Kak.. aku masuk ya?"

Oke, Ratu jadi punya insting kalo Raja sudah tidur. Cewek itu memutuskan untuk meminta izin kembali buat masuk kedalam. "Kak, lo nggak lagi ngapa-ngapain kan? Kalo lo nggak buka pintunya, gue masuk nih,"

Karena tidak ada jawaban sama sekali, Ratu akhirnya membuka pintu kamar tersebut. Dan ternyata kakaknya belum tidur. Cowok itu duduk diatas ranjangnya sambil memutar-mutar ponsel dengan santai.

Ratu menggigit bibir, dia jadi takut. Kakaknya sama sekali tidak memberi respon ketika melihat keberadaannya. Pandangannya hanya datar dan lurus pada ponsel yang dia putar. Ratu diam di depan pintu. Lalu, ketika suara Raja menyentaknya barulah Ratu bergerak.

"Tutup pintunya."

=0=

"Ngapain lo nyari gue?"

Ratu menunduk sambil melirik takut-takut pada Raja. Tatapan cowok itu benar-benar mengintimidasi sekali. Nyali Ratu jadi ciut. Dia takut. Tapi kalau dipikir ulang, untuk apa takut pada kakak sendiri?

"Gue lagi ngomong sama orang kali, bukan patung." Raja dengan kalimat ketusnya kembali hadir.

Ratu gelagapan. "Ng.. Kak," cewek itu masih menunduk. Raja yang melihat pun langsung menarik dagu Ratu agar menatap dirinya. Ratu tersentak hebat. Pikiran Ratu tentang kakak tiri yang jahat kini sedang berkelana di otaknya. Raja kok kasar banget? Adiknya itu benar-benar ingin menangis sekarang. Di rumah ini, mereka hanya berdua ditemani satu asisten rumah tangga. Jauh dari orang tua, salah satu penyebab Ratu jadi takut berhadapan dengan Raja saat ini. Tidak ada yang membela dirinya 'kan?

Pegangan Raja pada dagunya itu keras sekali. Ratu sedikit meringis, tapi Raja hanya diam tak menanggapi. Dan saat air mata Ratu menetes perlahan, Raja tertegun. Cowok itu segera melepaskannya. Dia melihat bekas kemerahan di dagu adiknya. Kilatan mata tajamnya berubah menjadi nanar. Raja merasa bersalah, sungguh. Kadang emosi yang lagi menguasai dirinya tidak bisa dikendalikan oleh logika. Terlalu sulit, sampai dia tega menyakiti saudara kandungnya sendiri.

Ragu-ragu cowok itu menatap Ratu yang kembali tertunduk. Dan Raja tahu jika ada air mata yang ditutupinya.

Baru kali ini, untuk pertama kalinya Raja membuat adiknya tersakiti. Dia yang membuat air mata Ratu tumpah. Karena biasanya Ratu menangis gara-gara sifat Raja yang terlalu berlebihan tentang lelaki yang mendekati Ratu. Atau karena Ratu yang kesal saat Raja terlalu mengekangnya. Tapi sekarang, Raja menyayat hatinya.

Brother & SisterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang