[5] (S)He is Real

1.7K 60 4
                                    

[5] (S)He is Real

It's hard to hear your name,
When I haven't seen you in so long

(Amnesia-5 Second of Summer)
●●●


Cahaya matahari pagi menyinari dunia hari ini dengan cerah. Hari ini adalah hari kembalinya Raja dan Ratu ke Bogor untuk melanjutkan sekolah mereka. Sebenarnya, kalau saja waktu dapat diperpanjang, dan hukuman ini tidak ada, mereka tidak perlu repot-repot bolak-balik Jakarta-Bogor dengan tampang bete. Mereka tidak perlu menahan rindu pada kedua orangtuanya. Tapi, semuanya sudah terjadi 'kan? Mau bagaimana lagi?

Tiga hari melepas rindu bersama Aletha sungguh membuat Ratu bahagia. Terlebih, Jovan turut serta mengisi harinya. Namun, satu hal yang dia tidak suka, kehadiran Raja di sela-sela kebersamaannya dengan Jovan benar-benar merenggut segalanya.

Sungguh, Ratu tak mengerti. Kenapa harus begini? Kenapa seseorang yang membuatnya bahagia, harus terhalang karena Raja? Kenapa hal yang membuatnya happy, karena Raja semuanya harus terhenti? Dia tidak paham, apa alasan Raja sangat membenci Jovan. Dari awal dia kenal Jovan, Raja sudah membencinya. Dan setiap Ratu bertanya, Raja selalu menggeram seperti banteng yang siap mengamuk karena melihat kain berwarna merah yang terkibar. Sama seperti Raja yang menggeram ketika mendengar nama Jovan disebut.

Lantas, sampai kapan Ratu merasa dunianya salah? Sampai kapan dia hanya diam dan pasrah? Ingin melawan, tapi rasanya susah. Ah, sudahlah. Kalau terlalu di pikirkan, itu hanya akan menambah beban masalah.

Ketukan pintu di kamar Ratu terdengar, disusul dengan suara kakak kembarnya. "Rat, buruan turun. Lo belom sarapan, nanti maag-nya kambuh lagi." Ratu yang sedang mengemasi beberapa bajunya tiba-tiba menghentikan gerakannya. Bukan, bukan karena ucapan Raja. Tapi karena matanya menangkap sesuatu dalam walk in closet miliknya. Bukan sesuatu yang aneh-aneh. Sesuatu itu... sesuatu yang telah lama dia simpan. Barang yang telah lama tidak ia temukan, kini kembali muncul dihadapan.

Tubuh Ratu seketika bergetar, ada binar ketakutan yang terpancar. Tangannya refleks tergerak mengambil benda tersebut. Sebuah kotak berwarna cokelat muda yang telah berdebu, ditutup dengan rapat menggunakan perekat.

Keringat dingin menguar dari tubuh Ratu. Air conditioner kamarnya kini sedang bernyala dengan suhu dua puluh tiga derajat. Mustahil jika keringat Ratu mengalir dengan deras saat ini. Jantungnya berpacu kian lama semakin cepat, seiring dengan bertambahnya kadar keringat yang mengalir. Wajah Ratu berubah pucat. Sebelum semuanya terlambat, dia kembali menaruh benda tersebut ke tempatnya dengan cepat. Kemudian, sedikit agak kasar, dia menutup walk in closet dengan kencang.

Ratu segera berlari keatas ranjang miliknya yang telah rapi tersebut. Mengatur napasnya sesaat hingga kembali normal seraya menggeleng-gelengkan kepala kuat-kuat. Kedua tangannya menutup telinga. Tubuhnya menekuk seperti orang frustasi. Tapi dia tidak menangis. Rasanya...ini benar-benar seperti trauma.

Suara langkah kaki terdengar mendekati kamarnya. Ratu mundur ke belakang, sedikit bersender pada kepala ranjang. "Ratu Glencavie Lordia, cepet turun sekarang dan sarapan." Suara Raja. Dan itu perintah. Butuh berbagai kekuatan untuk Ratu menjawab kalimat Raja. Walau hanya sekedar meng-iya-kan, rasanya sulit. Namun dia bisa meskipun susah payah mencoba.

"I-iya...bentar lagi gue turun."

"Gue tunggu lima menit."

Oke, dengan begitu, Raja lantas menjauh.

Ratu menghela napas berat. Matanya terpejam sejenak menghalau segala rasa buruk yang hadir berkeliaran di sekitarnya. Dengan usaha keras, akhirnya ia bangkit. Berdiri bertumpu pada dua kakinya sendiri. Kemudian berjalan perlahan ke depan meja rias. Ratu menatap pantulan dirinya di depan cermin. Tidak ada yang aneh, dan terlihat seperti Ratu biasanya.

Brother & SisterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang