EPILOGUE

355 27 0
                                    


Setiap hari yang aku lewati masih nampak sama dengan hari-hari sebelumnya. Terus menunggunya di tempat yang sama. Entah kapan penantian ini akan berakhir. Woohyun masih saja tidak memberikanku kabar. Begitupun kepada para member INFINITY yang lain. Tidak ada satupun yang tau bagainmana kabar Woohyun di sana.

Ini adalah musim dingin ketiga yang aku lewati tanpa Woohyun. Tidak terasa, sudah 10 kali musim berganti. Namun aku masih belum mendapatkan kabar tentangnya. Selama itu aku menunggu. Selama itu pula aku terus berharap. Dan selama itu pula aku mematahkan sayapku agar aku bisa terus setia menjaga cinta yang selama ini kuyakini akan berakhir dengan penuh keindahan.

Aku kini bekerja sebagai seorang perawat di rumah sakit milik orang tuanya Sungyeol Sunbae. Meskipun tanpa Woohyun, aku ingin menggapai cita-citaku untuk menjadi seorang perawat. Aku menghabiskan waktuku selama ini untuk kuliah dan bekerja di rumah sakit tersebut.

Namun aku tidak pernah lupa sedikitpun untuk selalu datang ketempat itu. Tempat yang penuh dengan kenangan. Mojeon Bridge. Meskipun sudah banyak yang berbeda dari hidupku saat ini, namun aku masih Seohyun yang dulu. Aku masih menunggu orang yang sama, aku masih mencintai orang yang sama. Tidak berubah sedikitpun. Sama seperti Cheonggye River yang terus mengalir tanpa henti meski di musim dingin sekalipun.

Waktu bergulir begitu cepat. Memaksaku untuk terus berlari mengejar masa depan. Meski terkadang kenangan masa lalu membuatku berhenti melangkah. Namun sekali lagi. Janji Woohyun untuk segera kembali ternyata mampu menguatkanku. Meski aku tidak tau kapan ia akan kembali. Namun, aku selalu percaya, takdir akan kembali mempertemukan kami.

Aku masih di sini. Di tempat yang sama seperti kemarin dan hari-hari sebelumnya. Masih menggendong gitar yang sama, harapan yang sama, rindu yang sama dan cinta yang sama. Pemandangan sore ini terlihat indah. Salju menutupi semua jalan yang ada di pinggir aliran Cheonggye River. Membuat pemandangannya menjadi serba putih. Namun airnya masih terus mengalir. Tidak membeku sedikitpun. Aku iri melihatnya. Bagaimana ia bisa terus mengalir, sementara udara di sini terasa begitu dingin. Sementara aku hanya bisa terpaku di sini. Seperti tidak memiliki kehidupan.

Langit jingga nampak begitu indah. Burung-burung mulai berterbangan untuk kembali ke sarangnya. Akupun iri melihatnya. Mereka semua memiliki arah tujuan untuk kembali beristirahat. Namun aku tidak bisa menemukan arah tujuan untuk hatiku sejenak beristirahat dari kepenatan dan rasa sakit yang selama ini terus menemani.

Aku senderkan gitar itu di sampingku, lalu aku duduk sambil menikmati keindahan sore hari ini. Meskipun ini musim dingin, namun Cheonggye River tidak pernah sepi. Ada saja segelintir orang yang mengunjungi tempat ini untuk sekedar menikmati pemandangan.

Aku hela napasku dalam-dalam. Mencoba untuk terus bertahan dan menahan tangis yang sedari tadi hampir pecah. Aku selalu kalah dengan kenangan. Aku tidak pernah bisa menjadi seseorang yang tegar. Yang bisa melewati semua ini tanpa air mata. Aku begitu lemah.

Aku luruskan kakiku sejenak, lalu menghapus airmataku yang sedari tadi membasahi kedua pipiku. Wajahku mulai terasa menghangat. Aku yakin, wajahku saat ini sudah berubah menjadi merah.

Ah, betapa malunya aku saat ini. Mereka yang datang berkunjung terlihat begitu bahagia. Sementara aku. Apa yang aku lakukan saat ini? Aku hanya bisa duduk menanti seseorang yang tak jua datang. Aku hanya bisa menangis ditempat ini. Aku benamkan wajahku kedalam scarf biru yang menghiasi leherku. Aku malu dengan wajah burukku sore ini.

Aku paksakan tubuhku untuk berdiri. Kembali menggendong gitar itu di bahuku. Mencoba untuk menguatkan diriku sendiri. Aku memutuskan untuk berkeliling sejenak. Menyegarkan pikiranku dari berbagai masalah yang selama ini masih setia bersamaku.

Saranghae, Oppa... (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang