Part 2

28 2 0
                                    

Author Pov

Keesokan harinya..

Senja sedang asik menyeduh kopi dan mengoleskan selai coklat kedalam roti gandum. yang akan menjadi teman sarapan untuk Lazuardi, Reynold, dan Fahmi. Tak lupa alunan nada dari Abdul and The Coffee Theory mengiringinya dalam membuat sarapan.

"Asik, Senja emang favorit banget deh". Sahut Fahmi yang muncul dari toilet setelah tadi Senja menyuruhnya untuk gosok gigi dan cuci muka terlebih dahulu sebelum ia menyantap sarapannya.

Senja hanya menoleh sebentar, melihat Fahmi mendudukan bokongnya di atas kursi meja makan yang tersedia di tempat penginapannya. "As always, Mi". Lanjutnya, sambil tersenyum tanda ia bangga dengan dirinya sendiri.

"Gue bakar yah rotinya". Sahut Fahmi, yang membantu Senja untuk menyiapkan sarapan untuknya dan teman-temannya.

"Oke, pengertian banget sih lo". Puji Senja kepada Fahmi. Jelas, Fahmi merupakan teman Lazuardi yang penuh dengan pengertian. Sampai-sampai Senja selalu berpikir kalo Fahmi punya pacar dia akan jadi anggota pasukan penurut pacar, karena Fahmi memang keterlaluan pengertiannya.

Terlihat Lazuardi yang baru keluar dari kamar, menandakan bahwa ia baru bangun dari tidurnya.

"Kebiasaan". Kata Senja, ketika melihat laki-laki jangkung yang sangat oriental kelaur dari kamarnya.

"Tidurnya malem banget, Ra. Jam 2 gue baru tidur". Bela Lazuardi kepada sosok perempuan yang sedang sibuk di area dapur.

"Engga ada yg nyuruh lo tidur jam segitu, Ar".

Lazuardi langsung masuk ke kamar mandi, tanpa membela diri dari Senja. Toh memang yang diutarakan Senja benar.

Setelah dari kamar mandi, Lazardi melihat Reynold dan Fahmi sudah duduk manis dan siap menyantap sarapannya. Sedangkan, Senja masih terlihat sibuk di dapur mengangkat roti bakar yang sudah siap.

"Cepet yah, ini udah jam 8 lho. Belum lagi, kalian belum mandi". Perintah Senja, kepada Lazuardi dan Fahmi khususnya, karena Reynold sudah mandi terlebih dahulu.

Lazuardi dan Fahmi hanya mengangguk, karena sudah lapar dan tidak sabar menyantap sarapan buatan Senja.

Senja sudah terlihat seperti ibu dari ketiga anak laki-laki yang ada di depannya. Senja memang memiliki sifat keibuan.

Senja Pov

Gue duduk di teras depan penginapan, sambil menunggu kedua laki-laki yang entah mengapa mereka belum juga datang. Padahal ini sudah menunjukan puku 09.57 WIB.

Kebiasaan kalo jalan sama mereka, jam karettt.

"Ra, menurut lo. Gue pantes ga buat Risa?" Tiba-tiba terdengar suara Reynold yang sedang memasukan barang-barangnya ke dalam bagasi mobil, yang terparkir di depan penginapan kami.

"Jadi lo masih kepikiran omongan gue semalem?" Tanya gue ke Reynold, ada sedikit rasa bersalah menyelinap di hati gue. Karena perkataan semalem gue ke Reynold, kesannya semalem gue sangat memerintah Reynold untuk menjadikan Risa sebagai pacarnya.

"Mmmmss, gue sih selalu mikirin ini, Ra. Lo tau apa yang bikin gue ragu?". Sahutnya, dan ternyata dia udah duduk di samping gue.

Gue cuman menggelengkan kepala gue.

"Karena sifat Risa yang engga dewasa, dia kaya anak kecil". Jawabnya.

"Ampun deh Nol, lo tau kan kita masih SMA dan itu wajar kalo masih kayak anak kecil, terlebih Risa itu anak bungsu Nol. Jadi yaaa wajar ajalah kalo kayak gitu. Itu sangat manusiawi, itu sih alasan yang irasional sih kalo menurut gue, Nol".

"Eh dan lagi, kalo Risa kayak anak kecil kenapa lo masoh aja deketin dia sih? Kalo sifat itu yang mendominasi didiri Risa, gue yakin lo udh ngerasain dari awal lo kenal dia, tapi nyatanya setelah lo ngerasa ga nyaman sama sifat Risa yang itu. Kenapa lo masih deketin dia? Sampe 2 tahun lebih lho Nol? Gue sih engga akan kuat". Ceramah gue ke Reynold.

"Awalnya gue pikir, gue bisa mendewasakannya, Ra. Ternyata Risa masih gitu-gitu aja". Bela Reynold terhadap tindakan yang ia ambil saat ini.

Gue menghela nafas, "Tapi nol tetep aja, lo jangan seenaknya neggantungin perasaan Risa selama itu. Lo tau, sedalam apa perasaan Risa ke lo?".

Reynold menggelengkan kepalanya, tanda ia tak tahu.

"Sayang banget, Nol. Risa cerita ke gue, kalo dia udah candu ke lo. Tapi lo engga ngasih kepastian ke dia. Dia takut tiba-tiba lo pergi dari dia gitu aja. Kalo lo serius sama dia, jangan mainin perasaannya Nol".

"Gue pusing, Ra". Cuman itu yang terlontar dari mulur Reynold. Gue tau sih, meyakini perasaan itu engga mudah, tapi ini 2 tahun. Apa yang belum diyakini?

"Terserah lo deh, Nol. Tapi kalo Risa pergi, lo jangan galau ke gue yah". Peringat gue ke Reynold, yang pas gue liat dia udah asik main HP.

Tak lama, Lazuardi dan Fahmi datang ke pelataran teras depan sambil tersenyum dan menyiratkan kata maaf di wajahnya.

"Selalu". Ucap gue sambil menatap sinis ke mereka berdua, terutama Lazuardi karena gue tau yang bikin telat itu yaaa siapa lagi selain Lazuardi.

"Yuk!" Ajak Fahmi, setelah melihat semuanya siap.

Gue duduk di depan, dipinggir gue itu Lazuardi yang otomatis jadi supir kami bertiga. Gue langsung menghidupkan tape mobil milik Lazuardi, lagu yang mengalun adalah lagu-lagu milik Sum 41, salah satu band yang Lazuardi sukai.

Yaa, gue Senjarani Asmawikarta terlanjur mengetahui apa yang disukai dan tidak disukai oleh Lazuardi Arga.

Gue mengenal dia, kurang lebih 2 tahun yang lalu. Orang yang tetiba pas hari Ospek nyamperin gue dan bilang, "lo Senja? Ada salam dari Arif temen sebangku gue". Kata dia sambil menunjukan sosok Arif itu yang mana, ketika itu kami baru selsei materi tentang pengenalan lingkungan SMA Bina Bangsa yang menjadi sekolah kami sekarang. Gue hanya terkekeh saat itu.

Karena bercandaan dia saat itu, menjadikan gue dekat dengannya sampai sekarang. Sampai dia menjadi seseorang yang selalu gue cari kalo gue butuh banget orang buat dengerin gue, dan nasehatin gue.

Istilahnya sih if you need me, you can call me. If you don't, just leave me. Begitulah istilah kasarnya.

Gue menemukan kenyamanan saat gue cerita sama Lazuardi, gue bisa bebas cerita apapun kedia tanpa harus memilah milih mana yang harus gue ceritain mana yang engga. Sampai sampai yang engga penting pun gue ceritain ke dia. Gue udah berkali-kali nangis didepan dia, dan dia selalu tau gimana memperlakukan gue pas gue nangis dan mengembalikan mood gue.

Lazuardi Arga, cowok yang memiliki tinggi badan 178cm. Iyaaa dia jangkung, dan kalo gue jalan di samping dia, gue berasa banget dilindungin karena saking jangkungnya. Memiliki wajah yang sangat oriental, ternyata setelah dia cerita, dia blasteran Cina. Kakek dari Ayahnya merupakan asli dari Cina, jadi pantas saja wajahnya sangat oriental.

Satu lagi fakta yang baru gue tau, ternyata Lazuardi adalah anak dari temen Ibu gue. Ibunya Lazuardi adalah temen SMP ibu gue. Kalo ada yang bilang dunia selebar daun kelor gue percaya.

Dia atlet futsal SMA gue, banyak yang suka sama dia. Termasuk temen sekelas gue si Fenny, yang selalu nanyain Lazuardi ke gue. Iyaaa, karena gue sama Lazuardi itu engga pernah sekelas, kecuali pas ospek.

Ketika gue asik ngelamun, tetiba terdengar suara laki-laki yang gue lamunin, "nih lagu yang lo suka".

Terdengar alunan nada dari Tavin Campbell.

Can we talk for a minutes
Girl I want to know your name

Begitulah sepenggal lirik milik Tavin Campbell, yang teramat sangat romantis dan gentle menurut gue.

"Asik, giliran gue nih?" Tanya gue ke Lazuardi, yang sepertinya dia sudah menyerahkan tape nya untuk mendengarkan lagu-lagu yang gue suka.

Lazuardi cuman mengangguk, sambil mengulam senyum. Terlihat wajah tulus ia tunjukan kepada gue.

UntitledTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang