.
.
.
Mungkin aku sama sekali, tidak mengenalmu.
-x-
Pagi Hanna sudah buruk bahkan sebelum benar-benar dimulai. Setelah tidak bisa tidur sampai jam empat pagi, ia bangun terlambat karena alarmnya tidak berbunyi. Ponselnya mati. Hanna terpaksa mandi kilat dan menyambar pakaian apa saja yang ada di lemari. Syukurnya Hanbyul masih menginap di rumah temannya, jadi ia tidak perlu membuat sarapan.
Hanna mengendap-endap ke luar, berharap menarik sesedikit mungkin perhatian dari si tetangga-yang-tidak-ingin-ia-sebutkan-namanya, tapi ketika berbalik, ia melihat orang yang dihindarinya turun dari mobil di depan rumah nomor dua puluh tujuh. Secara refleks Hanna melemparkan dirinya tiarap ke balik semak-semak sebelum Sehun menoleh.
"Sial, kenapa dia sudah beredar jam segini?" Hanna menggerutu pelan, wajahnya merah padam, belum lagi sikunya berdenyut-denyut karena terbentur tanah.
Ia diam-diam mengintip di sela-sela daun dan ranting untuk memastikan Sehun tidak melihatnya bersembunyi di sana, tapi Sehun bahkan tidak menoleh ke arah rumah Hanna. Laki-laki itu berjalan lurus saja dengan langkah pelan dan pintunya ditutup dengan bunyi blam yang rasanya bergema di telinga.
Hanna menghela napas lega, tapi ia tidak bisa tidak memerhatikan bahwa Sehun terlihat berantakan, seperti orang yang kelelahan karena tidak tidur semalaman. Hanna mengira-ngira ke mana Sehun pergi sepagi ini.
Lalu terpikir olehnya; itu bukan urusannya. Dan kenapa pula ia harus bersembunyi? Bodohnya.
Karena tidak ada waktu untuk mengganti kemejanya yang kotor terkena tanah, Hanna langsung berangkat. Terima kasih pada kemacetan sana-sini, ia terlambat hampir setengah jam. Ia bergegas ke ruang loker dan berganti seragam kerja. Yubin masuk dan berdecak ketika melihatnya.
"Nah, ini dia kau," celetuknya. "Ke mana saja?"
"Begitulah," jawab Hanna samar-samar sambil menata rambutnya secepat tangannya bisa.
"Pelan-pelan saja," kata Yubin. "Kita juga bukannya akan kedatangan presiden atau apa. Toh ini baru pertama kalinya kau terlambat, jadi kurasa kau tidak akan langsung dipecat. Paling-paling hanya ditegur. Dimaki-maki. Dipotong gaji."
"Terima kasih. Itu menghibur sekali," balas Hanna dengan nada menggerutu.
Yubin tertawa meledek ala Santa.
***
Sisa hari itu berlalu relatif tenang. Mendekati shift-nya berakhir, Yubin mengajak Hanna pergi ke kantor maintenance. "Hari ini ulangtahun Sura," Yubin memberitahunya. Sura adalah salah satu teman dekat Hanna yang bekerja di sana. Ketika mereka tiba, sudah ada delapan orang memenuhi ruangan yang tidak begitu luas.
Setelah memberikan ucapan selamat pada Sura dan mengobrol mengenai hal satu ke hal lain yang tidak berhubungan, seseorang mengeluarkan strawberry shortcake dengan lilin angka dua dan tujuh. Hanna baru akan bertepuk tangan dan memulai lagu tiup lilin favoritnya saat matanya menatap potongan-potongan stroberi di atas krim putih. Tanpa disuruh, insiden konyol itu terbesit dan wajah Hanna seketika merah padam.
Yubin menyikutnya dan membuyarkan lamunannya. "Ya, kenapa kau diam saja? Biasanya kau paling suka bagian ini."
"Apa?" Hanna berdeham-deham salah tingkah. "Ya, eh..." Ia masih terus menatap jengkel tart itu. Rasanya seperti mendapat hinaan pribadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Racy Lady
Fanfiction[trilo(ve)gy 2--for you who don't believe in love] Tidak ada kebaikan cuma-cuma di dunia ini. Semua manusia terhubung dengan satu sama lain karena kebutuhan, bukan perasaan--apalagi hal seabstrak cinta. Oh Sehun sudah membuktikan hal ini sendiri...