.
.
.
Kau tidak tahu, dengan apa kau terlibat.
-x-
Pintu ruangan menjeblak terbuka oleh satu tendangan mantap si pendatang, mengejutkan delapan pria berperawakan tinggi gempal di dalamnya yang sedang bermain kartu mengelilingi meja bundar. Debu tipis berterbangan karena hempasan angin, membuat ruangan yang remang itu semakin gelap. Dua lampu neon gantung menjadi satu-satunya penerangan, tidak ada jendela di ruangan tersembunyi di lantai atas sebuah pusat permainan biliar itu.
"Di mana Song Hanbyul?"
Pria yang berperan sebagai pemimpin tidak resmi di sana berdiri menantang. Perutnya lebih bulat dan tampangnya lebih sangar dari yang lainnya, tapi si pendatang, yang sedang memandang sekitar mencari objek yang ditanyakannya, tidak menunjukkan tanda-tanda ketakutan. "Siapa kau ini?!" bentak pria itu.
Kali ini Sehun menatap lurus pria itu, dan menyeringai. "Oh, halo," katanya ramah, seolah-olah barusan ia tidak masuk dengan menjebol pintu. "Lama tidak bertemu. Kulihat kau menambah tato lagi. Lumayan, meskipun menurutku tidak mengesankan. Kau jadi terlihat lebih tolol dari yang sebenarnya."
Sudut mata pria itu berkedut-kedut, sementara teman-temannya berdengap kaget mendengar pemimpin mereka dihina selancar minum air. "SIAPA CECUNGUK KURUS KERING INI?" Suaranya menggelegar, membuat lantai bergetar seolah ada gempa.
Sehun berdecak pelan. "Tentu saja kau melupakanku, mengingat masa lalu yang tidak enak itu," katanya santai. "Tapi aku bukan datang untuk reuni. Aku mencari Song Hanbyul. Bawa dia ke sini."
Tidak sudi diperintah-perintah orang asing, terutama tidak sudi menerima komentarnya soal tato, pria itu menendang terbalik meja yang menghalanginya dan menerjang maju seperti banteng. Sehun, sudah mengantisipasi sambutan ini, mengayunkan tubuhnya ke kiri, menyambar tinju yang diarahkan padanya dan memelintirnya ke punggung, lalu memukul tengkuknya dengan siku sebelum pria itu sadar apa yang terjadi. Ia jatuh ke lantai dengan kedua lutut berdebum.
"Mungkin itu bisa mengingatkanmu," kata Sehun. Ia mengalihkan tatapannya pada tujuh laki-laki lainnya. "Sekarang, ada yang perlu disegarkan lagi ingatannya atau salah satu dari kalian akan memanggil Song Hanbyul?"
Ternyata tidak perlu dipanggil, Hanbyul muncul sendiri dari balik pintu di sudut ruangan. Penampilannya sama buruknya seperti saat mereka berpisah di kantor polisi, tapi kali ini tatapannya terpana. Jelas ia sudah menyaksikan adegan barusan.
"Kau," Sehun menatapnya, "ikut aku."
***
Pertanyaan pertama Hanbyul bukan 'apa' atau 'kenapa', tapi, "Bagaimana kau bisa tahu?"
Sehun tetap menatap lurus pada jalan besar yang dihujani cahaya lampu-lampu di bawah langit kelabu berawan menjelang fajar. "Semua berandalan SMA Seungri pergi ke sana," jawabnya dengan nada seolah menjelaskan satu ditambah satu sama dengan dua.
Hanbyul mengerjap-ngerjap, lambat mencerna informasi.
"Kalau kau berpikir bergabung dengan geng idiot itu hebat, kau salah," kata Sehun, tidak melihat ekspresi bodoh di wajah Hanbyul. "Mereka hanya tahu cara mengintimidasi orang lain dan menyebarkan ketakutan palsu. Buang-buang waktu saja."
"Kau mengenal mereka?"
Sehun mendengus. "Tentu saja."
"Kau pernah bersekolah di Seungri juga?"
Sehun memilih tidak menjawab pertanyaan yang sudah jelas. Seragam yang dipakai Hanbyul amat familiar baginya.
"WAH!" Hanbyul terlonjak di kursinya seperti disengat listrik. "Tunggu, tunggu! Apakah kau... jangan-jangan kau... adalah Topan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Racy Lady
Fanfiction[trilo(ve)gy 2--for you who don't believe in love] Tidak ada kebaikan cuma-cuma di dunia ini. Semua manusia terhubung dengan satu sama lain karena kebutuhan, bukan perasaan--apalagi hal seabstrak cinta. Oh Sehun sudah membuktikan hal ini sendiri...