Chapter 13

7.9K 941 400
                                    

.

.

.

Aku, masih menunggu.

-x-



Terdengar sebaris ketukan di pintu—dimulai dari ketukan segan sampai mendekati gedoran. Karena tidak ada balasan, Hanbyul menganggapnya sebagai izin dan melenggang ke dalam kamar.

"Hooooi, Nuna," ia menggunakan nada suara yang paling menyebalkan—tinggi melengking seperti tikus tersedak sandal, kalau menurut Hanna—untuk menarik perhatian. "Ayo turun dan makan. Aku pesan pizza. Hari ini kan malam Natal."

Gundukan selimut di tempat tidur yang berisi Hanna dan guling tidak bergeming, nyaris seakan tidak sadar bahwa ada entitas lain hadir di sana.

Hanbyul menimbang-nimbang sebentar, kemudian memutuskan untuk mengambil resiko dan menyenggol-nyenggol Hanna dengan kaki untuk membuatnya kesal. "Yo, Nuna, bangun. Hanjoon hyeong dan Hanhae hyeong menunggu di bawah. Cepatlah, aku kelaparan. Pizzaku nanti dingin, nih."

Mengira Hanna tidak mendengarnya, Hanbyul menendang-nendang semakin heboh. Dalam situasi normal, ia pasti sudah habis dimutilasi oleh Hanna.

Akhirnya Hanna bereaksi, tapi singkat saja, "Kalian makan duluan."

Hanbyul menarik kakinya kembali dan bersedekap. Matanya menjelajah sekitar. Kamar Hanna nyaris selalu rapi, tapi kerapian yang satu ini lebih karena tidak pernah disentuh. Ia menemukan kalender bulanan di meja tulis yang hampir seluruhnya dipenuhi tanda silang merah. Hanna belum mencoret angka 24, tanggal hari ini. Hanbyul membalik-balik halaman sebelumnya yang tanggalnya juga disilang sejak pertengahan Oktober.

Tepatnya sejak Sehun pergi.

Selain pada hari mereka pergi ke rumah sakit, Hanna tidak pernah menangis lagi. Ia menghabiskan waktu dengan duduk melamun di kamarnya, membuat catatan-catatan absurd, tidur, dan hanya keluar dari kamarnya seperlunya. Ia bahkan berhenti mengomel—dan itu yang paling membuat Hanbyul khawatir. Kakaknya tidak pernah tidak mengomel.

Hanbyul melirik Hanna lagi, yakin usahanya sia-sia, maka ia menghela napas dan meninggalkan kamar.

Di depan, kakak-kakaknya yang lain sedang menunggu. Begitu Hanbyul menutup pintu dan berbalik, Hanjoon berbisik padanya, "Dia tidak mau makan bersama?"

Hanbyul menggeleng.

Keduanya menghela napas. Hanhae menyilangkan tangannya di depan dada dan menggerundel dengan suara rendah, "Sampai kapan dia akan mogok hidup seperti orang bodoh?"

Karena tidak ada di antara mereka yang tahu, tidak ada yang angkat suara.

Hanjoon turun ke bawah dengan langkah-langkah lebar, lalu kembali kurang dari semenit dengan mengangkat meja kopi yang diambilnya dari ruang tamu. Pada Hanbyul ia berkata, "Ambil pizzanya. Kita akan makan malam di kamarnya."

Hanbyul menurut, sementara Hanhae sendiri berlari ke kamarnya tanpa disuruh untuk mengambil laptop dan CD kompilasi lagu Natal.

Hanjoon masuk dan meletakkan meja yang dibawanya di lantai. "Nuna, bangun."

Hanna melongokkan kepalanya dari balik selimut, entah karena mendengar nada tegas adiknya atau suara keletukan kaki meja. Rambutnya berantakan dan wajahnya tampak seperti orang yang tidak tidur berhari-hari. Sebelum ia genap memikirkan sesuatu untuk dikatakan, Hanbyul muncul membawa sebotol soda dan sekotak pizza besar sambil bersenandung, "Makan, makan, makan."

Racy LadyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang