Maaf Untuk Kembali

243 94 176
                                    

Terkadang lebih baik tak memiliki daripada harus merasa kehilangan.

Benarkah seperti itu?

Aku termangu dengan kutipan novel yang sedang kubaca sekarang. Jika Kinar yang dulu, ia pasti membenci kisah melodrama dengan karakter pemeran utama yang munafik atas hatinya. Aku pasti mendengus, mencibir, bahkan meremehkan tokoh dalam kisah fiksi tersebut.

Tapi sekarang, aku tak bisa berkata apa-apa. Nyatanya, yang kubaca sekarang seolah menyindir kisah ku. Ini menyebalkan, sekaligus menyesakkan di waktu bersamaan.

Beberapa orang lebih nyaman dengan yang terjalin saat ini, makanya dia tak mau ambil resiko untuk merubah hubungan itu. Aku termasuk orang itu.

Apa Wisnu juga beranggapan seperti itu?

Aku menyayangi mu, kau satu-satu nya sahabat terbaikku.

"Bodoh! Menyayangi tapi secara tidak langsung juga memberi luka," komentarku kesal. Tapi, daripada kesal, aku tau jika hatiku ikut merasa miris dengan bagian cerita ini.

Ting!

Denting messenger mengalihkan perhatianku dari novel yang kubaca. Dengan malas aku menjulurkan tangan — menjangkau ponsel yang berada diatas nakas.

'Hei! Dimana? Sudah siap-siap belum? Riri minta kita datang lebih awal kerumahnya sebelum pesta dimulai.'

Itu dari Shinta. Aku mengernyit sesaat setelah membaca pesan singkat itu.
Oh My. . Aku tidak ingat jika ada acara hari ini.

Dengan segera aku beranjak melihat kalender. Ada tanda lingkaran merah ditanggal ini lengkap dengan keterangan tanggalnya.
Ya tuhan, aku lupa jika ulang tahun Riri hari ini dan aku belum menyiapkan sesuatu untuk dibawa. Kembali aku melihat ponsel dan membalas pesan Shinta. Jangan sampai dia menjemput ku kerumah sementara aku belum bersiap-siap.

'Sorry, aku lupa kalau hari ini pestanya. Kamu duluan Shin, mungkin aku datang agak sore. Bilangin maaf juga sama Riri, pastikan kalau dia tidak akan marah.'

Tak lama Shinta membalas,
'Astaga Kinar. . Yaudah, yaudah.. Tapi kamu datang kan? Beberapa hari ini kamu bersikap aneh, banyak banget alasan buat menghindar dari kita. Kali ini jangan lagi, oke?'

Aku mengetik cepat. 'Promise!'

Dan tak ada balasan lagi.

Kulempar ponsel ke ranjang dan melangkah menuju ke kamar mandi. Namun pandanganku teralih kembali ke kalender. Disana ada tiga tanggal yang diberi tanda lingkaran merah. Tapi mataku persis menatap tanggal yang berada diatas tanggal ulang tahun Riri. Tanggal yang diberi lingkaran merah dengan keterangan 'bad day'

Sudah seminggu sejak kejadian itu. Selama itu — aku banyak mengurung diri sepulang sekolah, tak pernah kumpul dengan teman-temanku yang lain, dan tak lagi ke taman. Seminggu sudah berlalu, tapi aku masih dihantui kejadian itu. Semuanya membekas, entah harus bagaimana cara menghilangkan kejadian itu dari fikiranku.

Bukan.. aku bukan marah pada Wisnu. Aku marah pada diriku sendiri.
Kenapa aku membentaknya? 
Aku terus menyesali perbuatan bodoh itu.

Wisnu pasti bingung dengan sikapku, apalagi aku telah memarahinya. Aku benar-benar merasa bersalah pada Wisnu. Aku malu menemuinya, bahkan sampai saat ini. Aku takut, bisa saja dia tersinggung dengan bentakan ku. Atau yang lebih buruk, Wisnu tak mau melihatku lagi.

Tuhan, kenapa ego-ku menyebalkan saat itu?

Tanpa sadar, pandanganku memburam karena air.

Tuh! Jika mengingat kejadiannya pasti akan berakhir seperti ini, lalu aku hilang keinginan untuk keluar kamar. Itu tak boleh terjadi, aku janji pada Shinta untuk datang jadi aku tak bisa menangis sekarang. Dengan cepat aku menyeka mataku lalu bergegas kekamar mandi.

A Pair Of Swing MemoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang