Eza masih mengumumkan nama nama pengurus OSIS yang akan mendampingi murid baru dikelompok mereka masing-masing. Sementara Vania, masih sibuk berbicara dengan Vino dan tidak mendengar apa-apa.
"Hmm." Tiba-tiba Renata muncul dan berdehem tepat dihadapan Vania.
"Udah telat masih aja ngegosip! Diem kenapa sih! Dengerin apa yang dibilang Eza gak lo?" bentak Renata membuat jantung Vania serasa ingin copot. Suaranya begitu keras sehingga mengalahkan suara Eza yang memakai pengeras suara. Hening. Seluruh mata tertuju ke arah Vania dan Renata.
"Dasar nenek sihir galak, sial gue diliatin semua orang." gerutu Vania dalam hatinya.
"Ta, kenapa sih?" tanya Eza dengan nada sedikit kesal kepada Renata.
"Za dia tu telat, terus dia ngomong gak berhenti dari tadi! Dia gak dengerin lo ngomong!" Renata menjawab sinis dan tak peduli jika seluruh mata memandang kepadanya.
"Jangan berulah deh, Ta." Salah satu pengurus OSIS terlihat emosi dengan sikap Renata yang bertindak sesuka hatinya.
"Bukan berarti karena lo pacarnya Ketos, lo bisa seenak jidat bikin rusuh." Dhia, yang merupakan pengurus OSIS kelas 12, menghampiri Renata dan berbisik sinis.
Sedangkan Eza, hanya menggeleng geleng melihat kelakuan pacarnya yang sering bikin rusuh.
"Udah lo semua duduk aja gih." perintah seseorang yang tiba-tiba muncul dari belakang kaum minoritas — alias orang-orang yang datang terlambat di hari pertama MOS.
"Astaga, Kak Evana!" seru Vania yang tidak percaya bahwa kakak kelasnya, sekaligus pengurus OSIS yang membimbing MOS sewaktu ia SMP juga bersekolah disini, bahkan menjadi OSISnya juga di SMA.
Beberapa saat menjadi hening. Vania menggaruk tengkuk dan menggigit bibir, menunduk malu karena telah menyapa Evana. Sebenarnya Evana adalah murid terkenal di SMP dan tentu saja banyak yang menyukai. Karena selain cantik, ia juga pandai bermain musik dan sering tampil di acara pentas seni sekolah mereka.
Vania masih menunduk, menunggu respon Evana dan bersiap-siap menanggung malu jika nyatanya Evana akan bertanya bahwa ia siapa. Tentu saja, Evana tidak mungkin mengenal dirinya. Karena Vania hanya bergaul dengan dua sahabat laki-lakinya, yaitu Deva dan Vino. Selain itu ia tak pernah bergaul dengan siapa pun dan tidak pernah memiliki teman perempuan.
"Hai, Vania kan?" sapa Evana dengan sangat ramah, berbanding terbalik dengan sikap si nenek sihir Renata.
Vania bingung mengapa Evana mengetahui namanya, bahkan mengenalinya. Padahal ia tidak pernah mengobrol dengan Evana walaupun dulu ia adalah OSIS pembimbing dikelompoknya.
Sekali lagi, Vania bukanlah orang yang terkenal di SMP. Hanya Deva yang sering maju saat upacara karena menjuarai olimpiade, itupun juga tidak membuatnya dikenal banyak orang. Mungkin Evana masih mengingatnya saat MOS? Jika bukan saat MOS, bagaimana Evana bisa mengetahui Vania?
"Dia yang namanya Vania?" tanya Eza pada Evana. Lalu Evana mengangguk sambil tersenyum. Lagi-lagi sukses membuat Vania sedikit terkejut. Ketua OSIS kece SMAnya mengenalinya saat dia sendiri baru pertama kali melihat Eza.
"Janetta Vania?" tanyanya memastikan, kemudian Evana mengangguk lagi.
"Hebat si Boss!" teriak salah satu OSIS bernama Rafi secara tiba-tiba sambil bertepuk tangan dan diikuti tepuk tangan meriah dari beberapa temannya yang lain.
Vania melongo, ia merasa ada yang aneh. Bingung. Hanya kata itu yang mewakili Vania saat ini. Tetapi apapun itu, memikirkan bahwa ia bisa dikenal para OSIS kece membuat Vania tersipu malu. Apalagi sekarang ia masih menjadi pusat perhatian.
KAMU SEDANG MEMBACA
Let Me Know
Teen FictionAlmeira Janetta Vania, gadis yang kerap disapa Vania itu kembali bertemu dengan salah satu sahabatnya semasa SMP, Devariza Martadinata. Deva merupakan siswa yang cerdas sehingga ia mengikuti kelas akselerasi, yang membuat Deva sekarang menjadi kakak...