12. Pecah

126 13 8
                                    

Bel pertanda waktu istirahat telah tiba terdengar nyaring seantero sekolah, siswa-siswi dari kelas 10 hingga kelas 12 berhambur keluar dari dalam kelas masing-masing. Berjalan memenuhi koridor sekolah. Ada yang hanya sekedar lewat, ada juga yang memutuskan untuk diam, menunggu seseorang atau mengobrol bersama teman.

Tentu objek utama mereka tidak lain adalah kantin. Bahkan tak butuh waktu lama setelah bel berbunyi bagi mereka untuk memenuhi tempat itu dan mengubahnya tak ayal bagaikan sebuah pasar. Berhimpitan dan berteriak-teriak memesan makanan.

Ada juga sebagian dari mereka hanya membeli jajanan ringan di koperasi siswa, lalu berbondong-bondong duduk di tepi lapangan. Membentuk sebuah barisan menyamping dengan rapi. Bahkan, teriknya mentari tak menyurutkan semangat, serta tak sedikitpun menggentarkan mereka untuk terus menjeritkan nama seseorang, yaitu seseorang yang kini sedang memegang sebuah bola basket di tengah-tengah lapangan.

Sembilan murid laki-laki dengan baju olahraga sudah berdiri ditengah lapangan. Bersiap-siap. Juga menunggus seseorang. Lima orang sudah terlihat berkeringat, tetapi semangatnya tetap menggelora. Empat orang lainnya masih tampak segar, bajunya pun masih belum tersentuh keringat, karena baru saja diganti.

Murid populer dari kelas XII-7 dan XI-5 memutuskan untuk mengadakan pertandingan basket saat keluar main, hari ini. Karena kebetulan hari olahraga mereka sama. Bedanya hanya kelas XII-7 di pagi hari, sedangkan kelas XI-5 setelah keluar main.

"Nih pake ini dulu!" Teriak seseorang yang berlari menuju lapangan sambil membawa banyak pita karet ditangannya. Siapa lagi jika bukan Rafi. Bahkan saat akan bertanding basket pun sifat usilnya itu tidak hilang. Walaupun ini bukan pertandingan resmi dan hanya sebagai pelepas penat, tetap saja sikap Rafi membuat teman-temannya serempak memutar mata. Merasa dongkol.

"Apaan ni?" tanya Eza menatap aneh pita karet yang diserahkan oleh Rafi.

Rafi tidak menjawab, hanya membagikan sesuai warna masing-masing dengan cepat. Tim basket kelas XI-5 terdiri dari Deva, Rio, Dendi, Ferdi, dan dirinya sendiri. Empat mendapat warna merah dan satu mendapat warna merah mudah. Sedangkan Tim basket kelas XII-7 terdiri dari Eza, Geyfa, Dinan, Yogi, dan Gio. Empat dari mereka mendapat warna biru tua dan satunya mendapat biru muda.

"Kok gue pink?" Deva protes kepada Rafi karena memberinya warna merah muda.

"Itu tandanya kapten, hehe." Jawab Rafi terkekeh geli.

"Mana ada kapten pake pita, pink lagi." Omel Deva kembali, menyipitkan matanya dan memandang kearah teman-temannya, meminta persetujuan.

"Iya bener. Masalahnya bukan cuma di warna pink, tapi ini tuh bandana cewek." Rio mengangguk, menatap jijik renda-renda yang terpasang rapi disisi- sisi bandana. Membayangkan bagaimana jika ia memakai ini.

"Gak mau ah." Gio hampir saja membuang bandana itu.

"Gue udah beli mahal nih tadi malem, gak ada yang lain cuma ini. Lagian ini juga biar pertandingan kita sukses. Kan mereka mana tau, kita sama-sama pake baju olahraga. Biar mereka bisa bedain mana tim Deva, mana tim Eza. Kalo gak dipake yaudah gajadi ikut gue." Rafi memajukan bibirnya, melipat kedua tangannya di depan dada, lalu berpura-pura marah.

"Yaudah kita pake." Eza menjawab pasrah, lalu memakai bandana itu di kepalanya.

"Lah, kok ngerumpi!" Pak Yadi, guru olahraga baru yang masih muda, serta akrab dengan murid murid sekolah— bersedia menjadi wasit pertandingan ini— dan sekarang sedang sedikit berteriak ketika melihat muridnya masih mengobrol ditengah lapangan.

Let Me KnowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang