13. Lebih Dekat

102 14 21
                                    

Atmosfer di ruangan bernuansa merah muda itu terlihat sedikit menegangkan. Seorang wanita paruh baya yang baru saja membawa segelas air yang diletakkan di atas nakas berkali-kali menghela napas berat, terlihat khawatir dengan keadaan gadis yang kini sedang duduk bersandar di ujung kasur.

"Duh Non Vania, gimana kok bisa gini?" tanya Bi Nah sambil meremas sebuah kain kecil yang tadi ia gunakan untuk membersihkan meja kaca.

"Tadi jatuh di tangga, Bi." Vania yang masih memegangi tangannya menjawab dengan kikuk.

"Aduh, bibi harus bilang apa ke nyonya dan tuan!" Bi Nah berseru panik, tidak tahu harus melakukan apa.

"Gak usah khawatir, Bi. Udah ditanganin sama dokter kok. Syukur kakinya juga cuma keseleo, gak patah." Deva yang sedari tadi berdiri diam akhirnya angkat suara, menjelaskan dengan perlahan kepada Bi Nah agar wanita paruh baya itu tak perlu cemas lagi.

"Bibi telpon nyonya sekarang ya?"

"Jangan, Bi," Sergah Vania cepat ketika Bi Nah akan berbalik untuk menelpon ibunya.

"Aku takut mama khawatir." ujarnya pelan.

"Tapi, non–"

"Nanti Deva aja yang jelasin ke Tante Rita, Bi. Biar tungguin pulang aja."

"Untung ada Mas Deva ya," Bi Nah bergumam pelan, terlihat sedikit lega.

"Oiya, mau bibi buatin apa?" Lanjut wanita paruh baya itu sambil melirik dua orang yang kini berada di hadapannya secara bergantian.

"Oh Deva gak usah. Dia aja, soalnya harus minum obat." Ujar Deva seraya menunjuk ke arah Vania.

"Vania mau bubur ya, Bi," tanpa perlu di tanya dua kali, ia langsung menyebutkan apa yang ia inginkan.

"Dev, lo apa?" tanyanya seraya menoleh, kemudian laki-laki yang ditanyai itu hanya menggeleng.

"Kalau gitu Bibi permisi ya."

Wanita paruh baya itu sedikit membungkukkan tubuhnya, lalu berjalan dan menghilang di balik pintu.

Begitupula dengan Deva, ia ingin berbalik. Namun, sebuah suara menghentikannya.

"Dev, disini aja. Jangan pergi."

⏳⌛⏳

Deva menarik kursi belajar berwarna merah muda ke samping tempat tidur Vania. Gadis itu hanya tersenyum, lalu segera mengalihkan pandangannya secepat mungkin agar pandangannya tidak beradu  lagi dengan pandangan Deva.

Ia mencari cara agar kali ini ia dan laki-laki itu bisa menjadi lebih dekat, karena memang kesempatan ini adalah kesempatan yang baik untuk mulai memperbaiki semuanya secara perlahan.

Deva meraih kantung plastik yang bertuliskan nama klinik yang tadi mereka datangi di atas nakas. Membuka obat-obatan itu dan membacanya satu persatu.

"Ini sebelum makan." ujar Deva sambil menunjukkan strip obat tablet yang harus dikonsumsi sebelum makan.

"Oh iya." Vania ingin meraih strip obat tablet itu, tetapi tangannya terasa nyeri.

"Eh, jangan gerak dong. Gue aja yang bantuin." Celoteh Deva cepat sambil merobek ujung strip obat tablet tersebut.

Let Me KnowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang