11. Perlu Bicara

96 14 3
                                    

Satu minggu berlalu dan waktu berjalan serasa sangat cepat, setiap pagi Vania di jemput oleh Deva dan pulangnya juga di antar. Terkadang Deva bersikap (sangat) sedikit lebih ramah, terkadang juga bersikap seperti biasanya, acuh tak acuh. Sikapnya kepada Vania sering berubah dan Vania pun terkadang bingung harus bagaimana.

Toni dan Rita, kedua orang tua Vania,  sudah pulang tadi malam, tetapi Vania belum bertemu sampai pagi ini karena ia ketiduran setelah meminum obat karena badannya panas. Pagi ini pun ia tidak masuk sekolah karena panasnya belum turun.

Ia sudah membuka matanya, namun masih bersembunyi di balik selimut. Tubuhnya masih tidak enak.

Suara derap langkah kaki terdengar, tak lama pintu yang tidak terkunci pun di buka. Rita membawa nampan berisi sarapan dan segelas susu hangat untuk anaknya itu.

"Mama udah pulang?"

"Udah tadi malem, Bi Nah bilang kamu sakit,Van. Jadi Mama Papa langsung pulang, tapi kamu udah bobo." Rita terlihat khawatir, ia meletakkan nampan di atas nakas di samping tempat tidur Vania.

"Jangan khawatir gitu ih. Cuma panas doang." Jawab Vania sambil menjulurkan lidahnya, lalu Rita hanya menyipitkan mata dan menyuruh anaknya itu untuk segera makan.

"Yakali abis diojekin cowok ganteng langsung sakit gini." Kata Rita dengan suara sengaja dikeras-keraskan, lalu menyeringai ketika melihat wajah anaknya yang sudah masam.

"Ngomongin apasih, gak jelas." Jawab Vania berpura-pura tidak peduli.

"Sampai sekarang Mama gak percaya itu Deva." Rita menggeleng-gelengkan kepalanya, matanya menerawang, seakan-akan memikirkan banyak kemungkinan. Sedangkan Vania hanya mengangkat bahunya, ia lebih tidak mengerti tentang apa yang terjadi.

"Oiya, Mama suapin ya?"

"Nggak mau, Vania makan sendiri aja."

"Yaudah deh, jangan lupa obatnya diminum. Tar mama cek lagi, awas aja kalo belum. Entar surat sakitnya di anterin Pak Hasri."

"Iya Mama yaampun, bawel deh." Vania memanyunkan bibirnya, Rita hanya membalas cubitan pelan, lalu keluar dari kamar itu.

⏳⌛️⏳

Setelah meminum obat, Vania tertidur sampai hampir siang. Badannya sudah terasa lebih nyaman dan ia melepas selimutnya karena gerah. Walaupun Mamanya sudah mengingatkan untuk jangan mandi dulu, tetapi ia tidak tahan jika tidak mandi. Ia pun mencari cara agar bisa segera mandi, tentu saja akan melewati omelan demi omelan terlebih dahulu.

Vania mengecek handphonenya, sambil berfikir apa alasan untuk bisa mandi, juga karena sudah dari semalam ia tidak menyalakan handphonenya itu. Pasti sudah banyak notifikasi. Mulai dari SMS operator, telepon orang tuanya, misscall, broadcast BBM, dan juga chat dari teman-temannya serta chat grup yang sudah menunggu untuk di baca.

Ia memulai dengan chat yang paling atas, yaitu chat grup yang berisi dirinya, Lulu, Vero, Rista, Sarah, dan Safran. Nama grup chat itu  sering berganti-ganti, terkadang dinamakan "GG" yang artinya Good Girls, tetapi tidak cocok karena ada Safran. Terkadang dinamakan "leh Ugha", terkadang "Mantap jiwa", lalu diganti lagi menjadi "Nthap Jivva" , kadang "ayaflu" dan sekarang menjadi "Om telolet Om". Tentu biang keroknya tidak lain adalah Lulu, hanya dia yang suka iseng dan mengganti-ganti nama grup sesukanya.

Let Me KnowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang