** new update!! Thank you buat yang sudah baca sampe update terakhir 😊😊 semoga kelanjutannya bisa memuaskan
Masih banyak kekurangan dan banyak typo**"Hebat sekali, ternyata kamu tidak sepolos kelihatannya," bisik Ardy sambil bertepuk tangan.
"Sekarang mengerti kan, alasan kami memperlakukanmu seperti ini? Kamu mencoreng nama baik sekolah ini," tambah Ruby.
"Sangat memalukan jika semua orang mengetahuinya, bagaimana bisa kamu memilih pekerjaan kotor seperti itu. Sebaiknya kamu berhenti sekolah saja dan fokus menggoda om-om genit disana," ujar Lilian sambil cekikikan bersama Diana.
Aku terjatuh tidak berdaya, tidak tahu harus bagaimana. Keadaan keluargaku yang serba kekurangan membuatku harus rela melakukan pekerjaan seperti itu dengan bayaran yang cukup untuk membiayai kami sekeluarga. Meskipun begini, aku tetap berusaha terlihat kuat.
"Apa yang kalian inginkan? Memangnya hal ini merugikan kalian? Selama ini aku berusah sangat keras, terlalu keras agar hal ini tidak diketahui oleh siapapun. Aku bekerja cukup jauh dari sini, aku berhasil bersembunyi dengan baik! Namun kalian, dengan tidak merasa bersalah...kalian melakukan hal yang tidak penting!!" Ujarku sambil menahan nada suara gemetarku.
Riky langsung menampar pipiku, ekspresi wajahnya terlihat sangat kesal, "bersembunyi saja cukup?! Kamu tidak sadar kah, kalau pekerjaanmu sangat menghawatirkan nama baik kami dan juga sekolah ini. Kamu pikir ini sekolah pinggir kota yang tidak penting dan kamu bisa seenaknya bekerja. Jika kamu bekerja sebagai pengantar koran atau yang lainnya, mungkin kita masih bisa terima. Namun pekerjaan ini," Riky menggelengkan kepala, "aku bahkan tidak sudi melihatmu ada di sekitar kami, dalam satu lingkungan dan menghirup udara yang sama. Jangan pikir kami menerima segala alasan cengengmu!!"
Suasana hening.
"Tentu saja," aku tersenyum sinis, air mata perlahan mengalir membasahi pipiku, "kalian, anak-anak yang terlahir dengan sendok bertahtakan emas dan berlian, tidak akan mengerti betapa beratnya kehidupan seorang anak perempuan yang menjadi tulang punggung keluarga di usia ini," jawabku sambil mengusap air mata. "Silakan, lakukan apa saja yang kalian inginkan. Aku mati sekarang pun sudah bukan masalah lagi," lanjutku.
"Cukup semua," ucapan Ryan yang tenang itu terdengar berbeda. "Aku tidak masalah lagi dengan hal itu, akan kubiarkan kamu bekerja disana. Dengan satu syarat," lanjutnya. Kami semua menunggunya.
"Bekerja untukku, jadi pelayanku, aku akan membayarmu dan memperlakukanmu sesuka hatiku," ujarnya dengan senyuman iblisnya.
"Aku justru lebih menghawatirkan hal itu di bandingkan dengan bekerja di klub malam. Disana aku lebih di hargai, dibandingkan bermain bersama kalian!"
Diana tertawa terbahak-bahak. Baru kali ini aku mendengarnya seperti itu, "aku suka dia!! Dia akan sangat menyenangkan jika dijadikan mainan!"
"Kamu tidak takut jika hal ini bocor dan kamu di keluarkan dari sekolah?!!" Marah Kenny. "Bagaimana kamu bisa sesantai ini!!!"
"Memangnya aku bisa apa? Aku lebih pilih itu di banding menjadi budak kalian!" Jawabku.
Ryan langsung mendekatiku dengan tatapan penuh amarahnya. "Tidak ada yang bisa melawanku!! Mau tidak mau, kamu akan menjadi budakku! Semua hanya karena uang bukan, aku punya kuasa. Dan aku memegang kelemahanmu!! Silakan pilih, tetap sekolah dan menjadi budakku, atau kami bocorkan hal ini dan dikelurkan dari sekolah namun dalam sekali panggilan, aku bisa meratakan rumahmu, menghancurkan sekolah adik-adikmu, dan yang paling hebat, aku bisa membuatmu menjadi penggangguran selamanya!!"
Aku membalas tatapan Ryan. Tidak ada yang bisa kulakukan selain mengikuti keinginan mereka. Mereka terlalu berkuasa. "Apapun, sesuai keinginanmu," jawabku pelan sambil menghapus air mata yang kembali membasahi pipiku.
Ryan tersenyum puas dan bertepuk tangan, "jawaban segampang ini seharusnya kamu ucapkan sejak awal," ujarnya sambil kembali duduk di singasanannya. "Sekarang kembali ke kelasmu, temui aku sepulang sekolah!"
Aku berjalan keluar ruangan itu dengan lemas. Bisa terikat seperti ini dengan kelompok mereka jelas idaman semua orang, aku pun tidak akan bersikap munafik dengan membatah bahwa aku tidak suka mereka. Bisa dikenal oleh anak-anak seperti mereka adalah kebanggan yang luar biasa, namun tidak dalam kondisi dan situasi yang terjadi padaku. Seolah, perasaan suka pun lenyap karena rasa malu yang luar biasa besar. Kubiarkan kakiku yang bergerak semaunya. Aku merasa keinginan untuk belajar benar-benar hilang. Aku tidak tahu kemana tujuanku berjalan. Hingga tiba-tiba seseorang memegang tanganku dari belakang. Aku menoleh dan melihat Kenny.
"Mau kemana?! Kelasmu bukan disana!" Ujarnya.
Masih setengah sadar, aku menoleh dengan linglung dan mengangguk, "apa yang kamu lakukan disini?"
Kenny terdiam sambil menatapku, "apa kalian anak orang kaya semua seperti ini? Senang menyiksa orang, namun wajah kalian ga pernah terlihat bahagia. Tertawa, namun terlihat menyedihkan. Ekspresi dingin sok serius ini, sengaja atau kalian sebenarnya tersiksa?" Aku tidak tahu bagaimana bisa mengatakan hal seperti itu, semuanya di luar kendali. Aku hanya merasa ingin bicara. Kenny masih bertahan dengan tatapan kosongnya kearahku.
"Dan kamu sendiri, kenapa tidak pernah melawan setiap kali di bully seperti itu?!"
"Memangnya jika aku melawan, aku akan menang?" Gumanku sinis, "yang ada malah aku semakin babak belur. Tanganku hanya menyentuh wajahmu saja aku seperti di keroyok 10 orang,"
Kenny kemudian menghela napas pelan, "kembalilah ke kelas. Nanti kamu terlambat," Kenny pun pergi meninggalkanku.
Mendadak saja aku merasakannya, betapa kehidupan menjadi semakin melelahkan ketika bersentuhan dengan kehidupan para anak kaya itu. Aku kembali ke kelas dengan lunglai, pandangan semua orang tertuju padaku. Bahkan pak guru yang sedang mengajar tidak berani menegurku.
Saat jam pulang, aku sengaja tidak segera pulang. Aku tetap duduk di bangkuku sambil menatap keluar melalui jendela kelas. Kuperhatikan terus mobil-mobil mewah yang terparkir di halaman sekolah, berharap mobil-mobil itu segera pergi. Namun sudah cukup lama, bahkan sampai murid-murid yang lalu lalang sudah tinggal beberapa orang saja, mobil itu masih tak bergeming dari parkiran. Segera kuambil tasku, berjalan perlahan keluar kelas, melihat kiri kanan lorong sekolah. Sepi. Kesempatanku, aku segera berlari secepat mungkin keluar dari sekolah. Namun sangat di sayangkan, aku kurang cepat. Empat orang pria berbadan kekar sedang berdiri di ujung lorong dan langsung menangkap tubuhku. Memberontak pun tak bisa, mereka mencengkram tanganku, bahkan mereka tidak kesusahan mengangkat tubuhku.Masiih berlanjut, next chapter.
•(>_<)/°
KAMU SEDANG MEMBACA
Ready For Your Love (END)
Romancehampir dua tahun aku berhasil membuat diriku invisible sehingga aku bisa menjalani kehidupan sekolah dengan damai. terlebih lagi, invisible di hadapan mereka. kumpulan anak orang kaya dengan segala kesempurnaan yang mustahil. namun, entah apa yang t...