Ch. 25

103 1 0
                                    

** happy reading!
😙😙 **

Akhirnya setelah 10 tahun berkelana di negri orang, aku bisa menghirup udara di negriku sendiri. Senyuman bahagia tergambar tegas di wajahku. Kali ini aku berhasil menepati janjiku. Menjadi orang yang lebih baik dan sukses. Setelah lulus kuliah dan mendapat gelar pengacara, aku melanjutkan studi untuk mendapat gelar tambahan. Dengan tekad kuatku, aku berhasil menyelesaikan kuliah dengan cepat. Mencoba mencari pengalaman di lantor pengacara dan banyak belajar. Hingga akhirnya aku terpilih menjadi pengacara publik yang cukup di kagumi karena selalu berhasil memenangkan kasus yang kuambil. Setelah aku yakin dengan kemampuanku, akhirnya kuputuskan kembali ke Indonesia. Dan kini, aku sudah menginjakkan kaki kembali di tempat yang sangat kurindukan. Rindu bertemu dengan keluarga.
Kedatanganku ini hanya di ketahui oleh Diana. Bahkan keluargaku tidak kuberi kabar. Diana sudah jadi designer hebat di Paris dan sering mengikuti berbagai fashion week. Namanya melejit di sebagai designer muda dengan fresh idea. Jelas saja. Karena dia bukan hanya mengandalkan nama orang tuanya, tapi dia memiliki kemampuan. Sedangkan Abigail sudah menyelesaikan kuliah s2, dan berencana pulang saat liburan. Tata sepertinya sudah di lamar oleh kak Haris. Entahlah, kalau sudah bercerita soal itu dia pasti langsung jadi kepiting rebus dan bicara ngawur. Nanti saja baru aku tanyakan langsung.
Setibanya di rumah, hari sudah sore. Aku mengetuk pintu perlahan. Seorang gadis cantik dengan rambut panjang membukakan pintu. Senyum cerah langsung tergambar di wajah tirusnya. Si kecil Ina yang dulu masih mungil sekarang sudah tumbuh tinggi menjadi anak remaja yang cantik. Dia memelukku dengan erat, kami melompat-lompat saking bahagianya. Suara gaduh kami membuat Ibu dan Rio menghampiri kami. Rio yang sekarang sudah kuliah, dia lebih tinggi dariku dan semakin keren. Tubuhnya lebih berotot karena dia bekerja sambilan di gym. Dan ibuku, rambut putih sudah mulai menghiasi kepalanya, tapi beliau masih tetap secantik terakhir kali aku pergi. Dalam senyuman itu, air mata kebahagian membasahi pipiku. Aku berterima kasih karena adik-adikku tumbuh dengan baik. Mereka sehat-sehat dan bahagia. Malam itu, rasa lelah tidak juga menghampiri. Kami berempat duduk di ruang tamu dan menceritakan banyak hal, membagi kado ulang tahun yang tidak pernah kuberikan kepada mereka. 10 tahun perpisahan kami bukan waktu yang sebentar. Namun malam ini, 10 tahun itu terasa sangat singkat. Akhirnya keesokan paginya aku bangun kesiangan. Syukur saja hari ini adalah hari minggu.
Aku berjalan ke ruang makan dan melihat Ina sedang membantu ibu memasak. Rio masih dengan celana boxernya menonton spongebob. Aku duduk di kursi sersenyum bahagia melihat itu.
"aku kangen masakan mama," bisikku sambil menuangkan air putih.
"aku sudah siapkan semuanya!" tukas Ina dengan bangga. "sekarang semua keahlian mama sudah di wariskan padaku!!"
"oh ya??" aku agak tidak percaya.
"iya, di wariskan saja, tapi bukan untuk di praktekkan," sambung Rio dari tempat duduknya.
"aku sudah mempraktekkannya!!" jawab Ina sambil menata masakannya di meja. Ina memukul dada Rio dengan keras, "pakai bajumu, di rumah kakak suka sembarangan. Kasihan sekali temanku yang mengidolakan kakak,"
Rio menggaruk dadanya sambil mendekati meja makan, "aku sudah jadi idola loh kak," ujarnya.
Aku mengerutkan dahi tidak percaya, "teman-teman Ina dan satu kampus," Rio semakin menyombongkan dirinya. Aku hanya bisa ngakak mendengar cerita mereka. Kami melanjutkan cerita sambil sarapan.
"kamu yakin menerima bekerja di perusahaan itu?" tanya ibu.
"iya, tentu saja. Mereka sudah memintaku sejak dulu. Bahkan aku di jadikan pengacara utama perusahaan mereka. Peluang bagus bu. Setelah ini pelan-pelan aku akan membuka kantor pengacaraku sendiri,"
"kata kak Tata, itu cabang perusahaan punya keluarganya kak Ryan ya?" guman Ina.
Gerakanku terhenti karena aku sedang berpikir, "bukan. Aku sudah cari tahu. Perusahaan itu sama sekali nggak ada hubungannya dengan Ryan. Diana sendiri juga nggak tahu,"
"kamu udah dengar berita tentang Kenny?" tanya Ibu.
"duh, ibu pagi-pagi kok nanya soal itu sih. Berat banget bu," sambung Rio sambil menyendok sayur.
10 tahun ini, aku benar-benar tidak mendengar berita soal Kenny. Tidak ada satu pun berita tentangnya terdengar di telingaku. Karena aku memang tidak ingin mendengarnya.
Hari minggu ini terasa sangat cerah. Aku pun memutuskan untuk menghampiri Tata.
Laundry milik keluarganya masih senantiasa berdiri di tempatnya, namun aku lihat semakin besar dan pegawainya bertambah. Aku masuk dari pintu depan dan bertemu dengan ibunya Tata dan ibunya kak Haris. Mungkin karena anaknya akan seger menikah makanya kak Haris memint keluarganya datang. Aku memperhatikan ibu-ibu yang akan segera berbesan itu mulai sering ngerumpi. Aku di sambut hangat dengan ciuman dan pelukan oleh dua ibu itu. Mereka merasa kaget dan senang melihatku yang sudah banyak berubah. Aku pun di arahkan ke dalam rumah karena Tata sedang di kamarnya. Aku berjalan lenggang dan memperhatikan rumah Tata yang tidak banyak berubah. Sampai di depan kamarnya Tata. Aku ingin membuat kejutan jadi aku langsung membuka pintu. Dan ternyata itu kesalahan. Tata langsung mendorong kak Haris hingga dia bergulir turun dari tempat tidur dan terhenti karena membentur tembok.
"upz, maafkan aku," aku benar-benar merasa bersalah karena itu. Ekspresi Tata langsung berubah. Dia melompat dari tempat tidur dan mendarat di pelukanku. Tubuhnya masih tetap mungil dengan sedikit perubahan di wajahnya. Semakin cantik dan terlihat dewasa.
"maafkan aku kak, aku nggak tahu kalau kakak ada di sini," ujarku saat Tata melepaskan pelukanku.
"tenang saja, aku sudah terbiasa," jawab kak Haris sambil merapikan rambutnya dan duduk di kursi.
"kamu kenapa datang nggak bilang-bilang! Aku kangen banget!" tukas Tata. "lihatlah kamu, sudah kayak orang sana, makin cantik, lihat tubuhmu, gimana bisa kamu dapat gitar spanyol begini?! Kamu benar-benar berubah! Bagaimana menurut kakak!"
Kak Haris hanya mengangguk sambil tertawa. Sebelum Tata mulai menceritakan soal hubungannya dengan kak Haris yang bisa secepat itu, kak Haris kabur duluan dengan alasan yang ambigu. Aku merasa sangat mengganggu mereka. Tapi, ini adalah lady's time kita. Aku memberondong Tata dengan berbagai pertanyaan dan pernyataan kenapa dia malah nikah duluan dan segala hal yang berhubungan dengan itu. Begitu pula dengan Tata, dia memintaku bercerita 10 tahun di swiss hanya dalam beberapa jam. Dia gila.
"perusahaan itu, yakin bukan punyanya Ryan?" tanya Tata. Aku mengangguk sambil meneguk jus jeruk yang di bawakan ibunya Tata.
"bukan!" tegasku, "lagian itu kalau punya dia kenapa? Toh dia sudah nikah sama Ruby, aku nggak ada urusan lagi sama mereka,"
Tata memberikan tatapan tidak percaya kearahku, "terus soal Kenny, nggak mungkin banget kalau kamu nggak pernah nge-stalking dia!"
"memangnya aku mau stalk dia gimana? Aku nggak tahu apa-apa soal sosmednya dia! Dia juga nggaj ngasi!"
Tata mengeluarkan ponselnya dan mulai melakukan panggilan video ke Abigail dan Diana. Grup call itu langsung nyambung. Abigail dengan masker wajah yang sedang bersiap tidur, dan Diana yang lagi di studio untuk pemotretan koleksi terbarunya.
"hai hai!!" sapa Tata
"apa-apaan ini, aku sedang sibuk...nggak ada waktu buat...," omongan Diana terhenti saat aku langsung muncul di layar bersama Tata
"hello!" sapaku
"kapan kamu sampai," tanya Diana datar sambil melihat-lihat hasil pemotretanya.
"Fiaaaa!! Lu tega banget balik Indo nggak ngasi tahu gue!!" masker yang dia pakai langsung mengkerut seketika.
"sorry, ini juga dadakan baliknya," jawabku
"eh, percaya nggak sih kalau Fia nggak pernah stalking Kenny! Kamu nggak mungkin diam-diam soal sosmed nya Kenny kan, Di?" tanya Tata.
"aku kasi semua ke dia kok, nggak tau dah dia liat atau nggak. Kamu tahu dia kan, sok tegar gitu," jawab Diana sambil memberikan arahan pada modelnya.
"jangan sok kuat kamu, Fi. Dia jadi nikah sama Lilian kelar hidup lu!"
"ih, jangan di doain gitu dong! Ga banget sih,"
"ya habisnya kamu gitu sih...sok sokan mau jadi hebat, biar apa coba!" tambah Tata. Abigail juga ikut-ikutan menyalahkanku. Tinggal Diana yang hanya ber-poker face ria di depan layar sambil memperhatikan perdebatan kami.
"kalian ini! Jadi tujuan video call ini apa sebenarnya! Aku sibuk banget jadi jangan libatkan aku!!" marah Diana.
Kami semua langsung terdiam, suasana canggung mulai merambah. "Ardy bilang nggak kalau dia mau ke Paris minggu depan" tanyaku.
Seketika Diana langsung mengerutkan dahinya, "nggak tau ah, terserah dia. Orang nggak jelas gitu!"
Aku, Tata, dan Abigail langsung mengerti maksud itu. Mereka sedang bertengkar. Tiba-tiba kami melihat di layar Diana, seseorang mendekatinya dari belakang. Awalnya kami kira mungkin staff nya. Semakin dekat, kami langsung tersenyum bersamaan. Ardy menempelkan jari telunjuk di bibirnya dan meminta kami untuk bekerja sama.
"iya deh, yang lagi bertengkar ya. Jangan marah sama kita dong," timpal Abigail.
"emangnya Ardy kenapa sampai kamu bete begitu?" aku bertanya lagi.
Diana terdiam sambil melihat ke layar komputer, "kalian tahu kan, sudah berapa lama kita pisah. Dua minggu lalu dia datang ke apartmenku malam-malam, katanya habis meeting terus nginep. Aku bahkan nggak sempat melepas rindu. Kalian tahu, dia hilang besok paginya. Nggak nyapa atau apapun itu. Dan aku sangat muak!!" cerita Diana sangat penuh dengan kebencian.
"mungkin dia memang sibuk...,"
"tapi nggak bisa begitu!! Memangnya aku ini bukan siapa-siapa?! Kalau pekerjaanku kelar, akan kubuat botak kepalanya!!"
Selanjutnya Ardy langsung merangkul Diana dari belakang sambil membisikkan sesuatu di telinganya. Antara kaget dan bahagia, Diana tidak bisa berkomentar apapun. Ardy menyodorkan sebuket besar bunga dan begitulah, kami dengan sadar memutuskan koneksi.
"oke, sudah cukup. Aku nggak tahan liat pasangan bermesraan, bye!"
"sama, bye!"

Ready For Your Love (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang