Ch. 10

114 5 0
                                    

** selamat membaca <3**

Setibanya di sekolah, sesuai dugaanku. Aku terlambat. Gerbang sekolah sudah di tutup dan anak-anak yang terlambat sudah berkumpul, siap menerima hukuman.
"Hey kamu! Sudah terlambat, percepat langkahmu!" Guru yang piket memarahiku. Ketika aku mendekat, guru itu memperhatikan perban di kakiku. "Jangan kira karena perban itu saya akan membiarkanmu masuk kelas tanpa hukuman!"
Aku mengangguk mengiyakan, terus bergabung dengan gerombolan siswa yang terlambat. Hukuman kami biasanya di sesuaikan dengan total kelambatan kami. Terlambat 5 menit, hukumannya hanya membersihkan halaman sekolah dan membuang sampah. Lebih dari itu, maka hukumannya adalah membersihkan toilet sekolah. Dan aku termasuk siswa terlambat yang akan membersihkan toilet.
Setelah cukup di berikan pemanasan dengan berjemur di bawah sinar matahari pagi yang cukup menyengat, kami pun segera di suruh bergerak mengerjakan hukuman kami. Hukuman yang malah membuat siswa tidak mengikuti pelajaran. Kenapa tidak sekalian saja kita di suruh pulang jika terlambat. Syukur saja toilet tempatku di tugaskan tidak terlalu kotor, sehingga aku hanya perlu menyapu kotoran di lantai, kemudian membuang sampah. Aku selesai terlebih dahulu dan segera melapor kembali kepada guru yang bertugas, sebelum kembali ke kelas.
Jam pelajaran pertama masih berlangsung saat aku masuk kelas. Pelajaran Kimia dengan guru yang tidak mentolerir apapun. "Kamu absen di kelas saya," ujar guru itu sambil melirikku melalui kacamata bulatnya.
"Baik bu," gumanku sambil duduk di kursiku.
Saat istirahat, aku berusaha untuk tidak terlihat oleh siapapun ketika pergi ke kantin. Sengaja aku memilih jalan memutar dari halaman belakang sekolah. Hingga jam pelajaran hari ini berakhir, aku merasa sangat lega karena akhirnya aku mendapatkan kembali kedamaianku saat di sekolah. Kukira seperti itu. Baru saja aku melewati halaman sekolah, aku melihat Lilian dan Diana berjalan ke arahku. Senyuman yang terukir di wajah Diana membuatku sangat ketakutan.
"Susah sekali bertemu denganmu," ujar Lilian dengan akrab. Namun aku yakin sekali ada maksud yang hebat di balik itu semua. Kenapa mereka harus bergiliran menyiksaku! Aku tidak bisa berkutik saat Lilian melingkarkan lengannya di leherku. "Ikutan sama kita yuuk," ajak Lilian.
"Aku harus segera pu--,"
"Aku nggak butuh penolakanmu!" Dan dia pun menyeretku untuk mengikutinya. "Hari ini ada pemotretan untuk baju-baju terbaru kak Diana. Kamu ikut kami dan sibukkan dirimu!" Lanjutnya.
Begitulah, tahu-tahu aku sudah berada di dalam sebuah limousin bersama tiga putri itu. Sementara mereka duduk dengan anggunnya, aku meringkuk kaku di sudut.
"Kenapa kamu harus mengajak dia?" Ujar Ruby dengan nada suara dingin.
Lilian tersenyum picik, "pasti bakal menyenangkan kalau dia ikut. Rasanya seperti punya mainan baru,"
"Kamu tahu aturannya, Li. Terserah apapun yang kamu rencanakan asal jangan mengganggu kegiatanku," balas Diana sambil melirik ke arahku. "Aku masih tidak percaya, apa spesialnya cewek nanggung ini," lanjutnya.
"Aku juga bingung," Ruby mengambil majalah dan mulai membacanya. Aku sama sekali tidak mengerti apa maksud percakapan mereka, dan hanya sibuk memainkan kukuku dengan tenang.
Aku tidak sadar berapa lama kami berada di dalam mobil panjang itu, yang pasti aku merasa sangat lama. Hingga akhirnya mobil berhenti, tuan putri itu turun satu persatu meninggalkan barang mereka di mobil. Aku mengikuti mereka dari belakang. Saat aku mengikuti, tiba-tiba langkah mereka terhenti. Bersama-sama mereka berbalik menatapku.
"Apa yang kamu lakukan?" Ujar Diana dengan kerutan dahsyat di dahinya.
"Eh?" Gumanku bingung.
"Apa kamu nggak lihat barang-barang di mobil?? Bawa semuanya ke dalam! Seenaknya saja jalan tanpa beban!" Tambah Lilian.
Tentu saja. Mana mungkin aku bisa bersantai. Aku pun kembali membuka pintu mobil, membawa tas mereka. Namun ternyata bukan itu saja. Sopir menurunkan 5 koper besar dari bagasi.
"Apa nona yang akan membawa ini semua?" Tanyanya.
Aku menghela napas pasrah dan menjalankan tugas itu dengan tidak bersemangat. Dan lagi, mereka tidak membiarkanku membawanya sedikit demi sedikit, semua harus di bawa sekaligus. Bisa di bayangkan betapa susahnya itu. Aku heran, bagaimana bisa aku pasrah saja menjadi pembantu mereka. Di bayar juga tidak, disiksa iya. Studio itu sangat luas dan sangat banyak orang yang sibuk berlalu lalang. Ketika aku masuk, beberapa orang langsung menghampiriku dan mengambil koper yang kubawa, tanpa menawariku tempat duduk ataupun minuman. Alhasil, aku duduk di lantai dengan lemas. Melihat kesibukan yang tak pernah kusadari akan di pimpin oleh anak SMA yang seusia denganku. Diana terlihat seperti seorang wanita karir hebat dengan kharisma yang hebat. Terlebih Ruby, bahkan dengan Diana yang terlihat begitu hebat, dia tetap terlihat paling menawan di antara mereka semua. Mereka sama-sama memakai seragam putih abu, kenapa hanya aku yang terlihat seperti gembel. Sambil bersandar di lantai dengan lelah, pintu studio terbuka. Dan para pangeran itu memasuki ruangan dengan gagahnya. Karena aku duduk tepat di depan pintu masuk, pandangan mereka semua terarah padaku namun pandangan seolah aku hanya tempat sampah yang tak penting.
Sebenarnya aku bisa saja langsung pergi saat itu juga, karena tidak ada yang memperhatikanku. Tapi, kakiku menolak untuk beranjak dari tempat itu saat melihat para pria dengan ketampanan yang tidak bisa di tandingi berpose di depan kamera. Bahkan untuk sesaat aku melupakan betapa buruknya sifat asli mereka. Aku hanya melihat malaikat dengan cahaya mereka yang luar biasa menyilaukan, serta bunga mawar yang memenuhi latar mereka. Kecantikan Ardy yang menghancurkan harga diri seorang cewek tulen sepertiku, Riky yang mempesona dengan senyuman mautnya, Kenny yang terlihat luar biasa hot n cold sekaligus tatapan matanya yang tajam seolah bisa merobek jantungmu, dan tentu saja Ryan yang berwibawa dengan kharisma yang tidak bisa di tandingi. Aku seperti menatap mahakarya paling sempurna. Ketika para putri mengambil bagian dari pengambilan foto itu, nyanyian surga seolah berdenting disana. Jujur saja, aku terlalu amat sangat terpesona pada mereka. Tapi aku hanya berharap sampai disana, jika mereka kembali ke dunia nyata tidak akan sama lagi.
Akhirnya kuputuskan untuk segera pergi disaat mereka sedang sibuk. Dari pada aku tidak berbuat apa-apa, mending aku segera pulang dan mengerjakan pekerjaanku di rumah. Sudah cukup terpesonanya. Namun, baru saja aku berdiri, salah seorang staff langsung memanggilku.
"Hey, kamu mau kemana? Buat dirimu berguna. Sampah-sampah itu harus segera di buang, kemudian banyak gelas kotor yang harus di cuci di dapur," ujarnya.
Aku terdiam sejenak, "apa lagi yang kamu tunggu, cepat kerjakan!" Tukasnya dengan sombong.
"Apa kakak membayarku?? Aku bahkan baru pertama kali muncul disini dan tanpa rasa bersalah kakak menyuruhku melakulan hal yang bukan pekerjaanku!" Jawabku santai, benar sekali. Kenapa juga aku harus tunduk pada anak-anak yang selalu menyiksaku ini. "Berikan tugas pada orang yang memang mendapat bayaran untuk hal itu! Jangan bersikap seenaknya saja, memangnya kakak siapa?!" Marahku sambil berbalik pergi. Aku masih sempat melihat ekspresi wajah malu staff itu. Aku berjalan dengan langkah pasti, terserah apa yang ingin mereka lakukan. Aku tidak akan mau tunduk pada mereka lagi.
Semuanya baik-baik saja, sampai aku tiba di rumah, bercerita bersama ibu dan adik-adikku. Mengerjakan tugas selayaknya anak sekolah pada umumnya.
"Jaketmu ibu bawa ke laundrynya Tata, ibu sudah pesan seperti yang kamu mau. Kata Tata sebentar sore udah bisa di ambil," kata ibu saat aku membantu mengucek pakaian.
"Apa jaket itu nggak akan rusak, bu? Aku agak khawatir kalau di laundry,"
"Nggak apa-apa...kamu tahukan ibunya Tata nggak bakal merusak baju milik pelanggannya,"
"Iya, aku tahu," jawabku sambil tersenyum lebar. Entah kapan terakhir kalinya aku memiliki siang hari yang sesantai ini. Setelah pekerjaan sudah selesai, aku seger mandi dan pergi ke tempat laundry milik tetanggaku untuk mengambil jaket milik Kenny.
"Tata!" Panggilku dari depan tokonya.
Seorang gadis cantik berkulit putih dengan mata agak sipit, rambutnya pendek lurus dengan poni tebal menutupi dahi lebarnya. Dia mengintip dari ruang tamu kemudian berlari kecil saat aku melambaikan tangan. Kami adalah teman kecil yang terpaksa harus terpisah karena berbeda SMA.
"Fiiii!!" Jeritannya cukup membuat telingaku sedikit kesakitan. "Wah, jarang sekali aku nelihatmu keluar siang-siang begini. Apa kamu udah berhenti kerja sambilan?" Tanyanya sambil menggenggam kedua tanganku dengan erat.
"Begitulah. Lagipula mulai besok ibu kembali kerja di rumah sakit. Aku bisa mengulang kerja saat lulus nanti," jawabku.
"Ayo masuk dulu!" Ujar Tata sambil menyeretku masuk ke dalam rumahnya.
Kami pun bercerita cukup banyak di halaman belakang rumahnya. Segala hal, termasuk betapa tersiksanya diriku saat mengenal golden grup di sekolah. Aku sering menceritakan betapa hebatnya grup anak orang kaya itu kepada Tata, karena Tata sendiri sangat ingin bisa dekat dengan mereka semua. Namun, kali ini tidak ada hal baik yang kukatakan tentang mereka. Hanya ada keburukan.
"Begitulah, terkadang wajah dan kedudukan mempengaruhi sifat," tukas Tata sambil mengunyah kerupuk kesukaannya. "Tapi bagaimana bisa kamu mau saja dijadikan pembantu seperti itu?? Kalau aku sudah ngamuk sejak awal,"
"Aku sudah ngamuk, buktinya tadi kabur. Yang terjadi besok, biar besok urusannya. Yang penting sekarang aku bisa bersantai,"
Tata tertawa mendengar hal itu, "itu baru Fia. Ngomong-ngomong, kamu masih belum tahu juga apa alasan mereka memperlakukan kamu kayak gitu??"
Aku menggeleng pelan, "biarin aja, toh selanjutnya nggak akan ngikutin mereka lagi!"
Cerita kami semakin seru, hingga bagaimana tampang empat pria tampan itu dari dekat, sampai betapa kebusukan sifat mereka dari dekat. Banyak canda dan tawa yang kami bagi. Entah sudah berapa lama aku tidak bercerita seperti ini dengan Tata. Dan tak terasa, cahaya matahari mulai melemah, di gantikan dengan kuasa sang bulan. Kuambil jaket milik Kenny dan segera berpamitan pulang. Meski rasanya seharian tidak akan cukup, namun kita harus tetap berpisah.

** Chapter nya bersambung sampai disini~
Tolong vote and comment klo ada kurang srek yaah....thank u! **

Ready For Your Love (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang