(Meminta malaikat berbohong? Castiel tentu saja tidak bisa berbohong.) . . . . . Aku berlari....berlari terus tidak peduli ketika otot kakiku berteriak kesakitan maupun jantungku berdetak hampir meledak.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Castiel digendongan tangangku, tidak sadarkan diri.
"Tidak... Tidak lagi! Cas, bertahanlah! Kamu sudah janji!!" Aku berteriak pada Castiel sambil terus berlari menuju jalanan utama dimana aku memarkirkan mobil.
Rencana kita untuk menangkap ArchAngel Raphael berubah menjadi kacau ketika kehadiran Crowley. Dia menyentuh Castiel sebelum berteleportasi bersama Raphael dan selanjutnya yang terjadi, sebuah ledakan cahaya yang sangat terang seperti sinar matahari keluar dari tubuh Castiel dan selanjutnya dia sudah tersungkur tidak sadarkan diri.
Tubuhnya masih hangat jadi kukira Castiel masih hidup, tapi firasatku mengatakan ada yang salah mengenai Castiel.
Aku memasukan tubuh Castiel ke belakang dan segera pergi dari situ untuk pulang ke rumah. Aku tidak bisa meresikokan orang-orang tahu kalau Cas adalah malaikat dengan membawanya ke rumah sakit, jadi aku memanggil Sam untuk minta bantuan.
Sialnya dia tidak menjawab teleponku sama sekali. Bahkan ketika aku sampai ke rumah, Sam masih belum menjawab panggilanku.
Aku kembali menggendong Cas keluar dari mobil dan masuk ke rumah. Menendang pintu depan dan langsung menaruhnya ke kamarku. Meletakannya di ranjang dan mulai mengecek tubuhnya kalau-kalau ada yang salah.
Ketika aku hendak membuka bajunya, tangan Castiel langsung menangkap tanganku dan matanya terbuka. Wajahnya terlihat panik dan itu membuatku semakin ketakutan.
"Cas?"
"Dean."
"......Apa?"
Krruuuuuuk!
Suara perut kosong yang nyaring tedengar diantara kami.
"Lapar....."
What the f*ck?
.
.
.
.
.
"Jadi Raphael tadi mengusirmu dari tubuh ini dan itu sebabnya kamu pingsan?"
"Ya Dean. Teknisnya aku tidak berada di dunia tadi." Ucap Castiel sambil menjejalkan lagi kentang goreng ke mulutnya.
Aku hendak marah, tapi tidak bisa. Aku hendak membentak, tapi aku malah tersenyum geli. Aku hendak meninju muka Castiel, tapi aku malah ingin menciumnya.