9. Kecewa

39.2K 1.5K 103
                                    

"Sialan!"

Evan memukul setir mobilnya saat ia harus terkena lampu merah lagi untuk kedua kalinya karena mobil sedan yang berjalan sangat pelan didepan mobilnya. Lalu mobil sedan didepannya berhenti karena mematuhi lampu lalu lintas yang memunculkan warna merah. Membuat Evan tidak jadi menerobos lampu lalu lintas.

Saat pagi hari ia membuka pesan diponselnya dan membaca pesan Raysa yang menunggunya pulang, dengan segera Evan langsung mengambil kunci mobil dan mengendalikan mobilnya dengan brutal.

Bagaimanapun Evan harus segera sampai kerumah sekarang. Ia benar-benar khawatir dengan Raysa. Bahkan tadi Evan melanggar janjinya ke Abella. Evan meninggalkan Abella sebelum wanita itu bangun dari tidurnya yang nyaman dan lelap karena Evan yang semalaman memeluknya.

Dan Raysa, saat ini Evan tidak tahu bagaimana keadaan istri tercintanya itu. Telepon Evan pun juga tidak diangkat oleh Raysa.

Begitu sampai didepan pintu pagar rumah dan satpam membuka pagar, Evan langsung memasukkan mobilnya dan turun dari mobil.

Evan sedikit lega saat tidak melihat Raysa yang duduk menunggunya dikursi depan teras rumah, tapi entah kenapa rasa khawatir tetap menyelimuti Evan. Dia segera masuk kedalam rumah.

Begitu masuk, Evan menyapu pandangan seluruh rumah. Ini sudah jam tujuh pagi, dan lampu didalam rumah masih menyala terang benderang. Padahal biasanya, Raysa mematikan beberapa lampu begitu bangun tidur dipagi hari.

"Raysa!" Evan meninggikan suara saat memanggil Raysa.

Evan memegangi dadanya, jantungnya berdetak kencang sekali saat ini. Evan segera berlari menaiki tangga. Kemudian dia berjalan mendekati pintu kamarnya yang terbuka sedikit, Raysa tidak menutupnya dengan rapat.

"Raysa?" Panggil Evan sambil membuka pintu kamarnya lebih lebar.

Betapa leganya Evan saat melihat Raysa yang tertidur bergulung seperti bayi, mengenakan selimut tebal. Evan kemudian menghampirinya dan duduk dipinggiran kasur. Tangannya merapikan beberapa helai rambut yang menutupi wajah Raysa, menggiringnya kebelakang telinga Raysa. Dielusnya pipi putih kemerahan istrinya itu.

"Raysa, aku sudah pulang. Maaf enggak ngabarin kamu dulu," Evan membisikkan tepat ditelinga Raysa.

Tiga detik menunggu Raysa merespon, tapi tidak ada respon apapun dari Raysa, "Raysa, aku sudah pulang, ayo bangun."

Evan mencium pipinya, kemudian mengelusnya dengan lembut. Dahi Evan berkerut heran saat lagi-lagi Raysa tetap tertidur pulas, seolah tidak mendengar dan terganggu oleh kedatangannya.

"Raysa?"

Ada yang tidak beres pada Raysa, "Raysa?"

Evan mulai memegang kedua bahu Raysa.

"Raysa?" Bahkan saat Evan mengguncangkan tubuh Raysa, wanita itu tak kunjung bangun.

Ritme jantung Evan kembali berdetak cepat, mata Evan menelusuri seluruh ruangan karena kebingungan, lalu pandangannya tertuju pada sebotol obat dinakas samping tempat tidurnya.

Evan berdiri, dengan cepat mengambil botol obat itu dan mengeluarkan isinya. Napas Evan tersenggal begitu mengetahui hanya tersisa tiga tablet obat berwarna kuning dalam botol itu. Raysa nyaris menghabiskan obat penenang yang diberikan dokternya saat psikis Raysa sedang terguncang dulu.

Obat itu milik Raysa yang Evan sembunyikan di brankasnya karena tidak mau Raysa terlalu bergantung untuk menengkan dirinya dengan meminum obat itu. Evan kira Raysa tidak akan menemukannya, tetapi saat ini Raysa sudah nyaris menghabiskan obat itu.

I Love Your HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang