17. Broken Home

32.3K 1.4K 84
                                    

Evan memandang lurus jalanan didepannya. Saat ini ia duduk di kursi kemudi, dengan Sena yang menyetir dengan perlahan. Sedangkan Sean memejamkan matanya dikursi belakang.

Kondisi didalam mobil sepi senyap. Tidak ada suara dari tape maupun obrolan mereka bertiga. Mereka bertiga baru saja menghabiskan waktu 10 menit setelah pemakaman berlangsung. Mereka telah meninggalkan Raysa, untuk kembali kepada sang pencipta. Bagaimanapun mereka bertiga harus ikhlas dan tabah.

"Ayah tadi ngobrol sama siapa?" Sena kemudian yang memecah keheningan. Tatapannya masih fokus ke jalanan.

Evan menoleh menghadap Sena, "Yang mana?"

"Cewek yang pake kerudung hitam sama kacamata hitam tadi. Yang manggil Ayah waktu Sena sama Sean jalan ke mobil."

"Oh, itu tante Abella. Dia sahabat Mama sama Ayah waktu SMA." Jelas Evan.

Sena yang mendengarkannya terdiam, seperti berpikir sesuatu. Sedangkan Evan juga terdiam. Pikirannya berkecamuk, ibu yang melahirkan anak-anaknya sedang berada di Indonesia. Evan sedang bingung, antara jujur atau membiarkan ini menjadi rahasia untuk selamanya.

"Kemarin pemilik mini cooper yang Sena tabrak itu namanya Abella."

Ucapan Sena membuat Evan menoleh dengan cepat, "Serius kamu?!"

Sena mengangguk, "Tadi Sena sempet lihat sekilas cewek itu, makannya Sena tanya sama Ayah. Kayaknya iya, bener itu tante Abel. Sena lupa bilang, kalau tante Abella gamau Sena ganti biaya rugi perbaikan mobilnya. Dia malah ngajak Sena sama Sean makan siang bareng kemarin waktu nungguin mobilnya tante Abel diperbaiki."

Begitu mendengar cerita Sena, Evan langsung memijat pelipisnya yang terasa berdenyut. Tidak salah lagi, berarti wanita yang mobilnya ditabrak Sena adalah Abella. Tidak mungkin ada orang yang tidak mau diberi ganti rugi, tapi malah mentraktir makan siang.

Tuhan pasti sudah mengatur jalan cerita ini. Bahkan sebelum Abella bertemu Evan, ia sudah bertemu dengan sikembar. Evan ingin bertanya lebih lanjut dengan Sena, tapi entahlah, hatinya sedang kacau karena baru saja ditinggalkan Raysa untuk selamanya. Obrolan ini terasa tidak penting, ia memikirkan bagaimana dia dan Si kembar untuk hidup kedepannya tanpa Raysa yang menemani mereka semua.

Sedangkan Sean, lelaki itu memang memejamkan matanya. Tapi ia tidak tertidur, ia hanya sedang tidak ingin bercakap-cakap apapun. Ia hanya ingin sendiri saat ini.

"Ma, Sean kangen..." Batin Sean.

***

Wanita itu berjongkok didekat batu nisan tempat peristirahatan Raysa, angin berhembus membelai wajahnya. Membuat beberapa helai rambut mengelus pipinya. Langit senja sudah berganti mendung, menandakan cuaca sedang tidak secerah biasanya.

Tetes-tetes kecil hujan mulai turun, masih dengan intensitas kecil tetesan hujan. Tapi tetesan kecil rintik hujan tidak membuat Abella meninggalkan makam sahabatnya itu.

Dipandangi lagi makam itu, tanah liat masih basah dan bunga-bunga diatasnya masih segar. Baru ditinggalkan oleh orang-orang yang mengantarkan Raysa ketempat peristirahatan terakhirnya.

Abella tak bisa menahannya lagi, tangisnya pecah. Ia memeluk batu nisan yang bertuliskan nama Raysa. Ia menangis terdiam, memeluk nisan itu dengan erat. Membayangkan bahwa yang dipeluknya adalah sahabat baiknya. Sahabat yang selalu ada bersamanya dari SMA.

"Maaf Raysa, aku minta maaf..." Lirihnya.

Abella melepaskan pelukannya di nisan itu, ia menghapus air mata dengan punggung tanganya. Lalu menabur bunga yang ia bawa. Serta meletakkan sebuket bunga mawar putih yang ia beli tadi. Bunga kesukaan Raysa.

I Love Your HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang