Warning! 17+
.
.
.
.
.
.
.
.Mereka berdua berjalan menelusuri koridor hotel yang sepi. Shin Minhyo hanya dapat membungkam mulutnya dan berjalan dibelakang Sehun yang tengah menggendong Mina dibelakangnya. Ia tak tahu harus berbicara apa. Yang pasti saat ini ia tengah gugup. Ia tak tahu apa penyebab kegugupan yang melandanya. Lelaki itu berhenti tepat didepan sebuah pintu yang bernomor 332. Gadis itu hanya dapat diam tanpa bicara sepatah katapun ketika kakinya dengan perlahan memasuki kamar hotel. Matanya terbelalak. Tentu saja. Ini seperti bukan kamar hotel melainkan kamar istana didalam kerajaan yang biasa ia lihat didalam buku cerita putrinya.
Mulutnya membentuk huruf 'O'. Matanya ia edarkan ke seluruh penjuru sudut kamar hotel ini. Rahangnya jatuh. Ia benar-benar dibuat terkesima dengan interior dan gaya klasik hotel berbintang ini. Sepertinya butuh waktu berbulan-bulan dirinya bekerja keras hanya untuk menginap selama beberapa hari di hotel mewah ini. Sangat berbanding terbalik dengan Oh Sehun. Gadis itu berpikir Sehun adalah orang yang sangat beruntung. Harta yang melimpah dan orang-orang terdekatnya. Ia begitu iri dengan Oh Sehun yang memiliki segalanya.
"Kamarmu disini." lelaki itu berhenti didepan sebuah pintu berwarna cokelat terang. Masih tetap menggendong Mina dalam gendongan belakangnya. Sementara Minhyo hanya dapat terdiam. Pikirannya melayang entah kemana. Hingga ia tak sadar ketika lelaki itu berbicara padanya.
Dengan hati-hati Sehun mulai membaringkan tubuh mungil gadis kecil tersebut. Setelah selesai Sehun tak langsung kembali melainkan diam sejenak sembari tersenyum menikmati wajah damai gadis kecil yang tengah terlelap. Oh Sehun menarik selimut lalu menyelimuti Mina yang sepertinya begitu kelelahan.
"Terimakasih, sajangnim." Minhyo berucap. Sudut matanya menatap Sehun sesekali.
"Tak masalah."
Diam. Gadis itu terdiam. Ia tak tahu apa yang harus ia ucapkan selanjutnya setelah percakapan ini.
"Aku harap kau melupakan kejadian tadi."
"Eum... Boleh aku bertanya sesuatu?"
Sehun tak menjawab. Lelaki itu kini menatapnya dengan pandangan penuh tanya.
"Kenapa kau menangis?"
"Bisa kita berbicara diluar?" Minhyo menganggukan kepalanya lalu berjalan keluar mengekor dibelakang lelaki itu setelah sebelumnya menutup pintu. Membiarkan putri kecilnya tertidur dengan nyenyak.
.
.
.
.
Mereka berdua sedang berada di balkon. Tak ada yang bersuara sedikitpun kecuali desisan angin dingin yang menusuk kulit mereka. Lelaki itu tersenyum sembari memandang indahnya kota Jepang dari atas sini."Kau tadi bertanya kenapa aku menangis,bukan?" Sehun bertanya kembali tanpa menatap lawan bicaranya. Ia lebih memilih memandang malam yang gelap dibandingkan dengan wajah seorang wanita yang membuatnya dilanda rasa bersalah yang semakin mendalam. Wanita itu menatap lawan bicaranya dengan penasaran lalu turut memandang kota Jepang sama seperti halnya Sehun. Ia tak ingin mencampuri urusan lelaki itu lebih dalam. Ia hanya akan bertanya sekali. Jika Sehun tidak menjawabnya tak masalah. Itu bukan masalah yang besar baginya. Sehun bukan keluarganya. Ia tak mempunyai hak untuk turut andil dalam permasalahan yang lelaki itu alami. Setidaknya. Ia akan memberikan bantuan dengan usahanya jika lelaki itu meminta bantuan padanya. Tak ada salahnya kan mereka saling membantu?
"Aku ingin menceritakan semuanya padamu." Ucap Sehun dengan nadanya yang terkesan dingin dan serius.
Shin Minhyo terdiam. Dahinya berkerut bingung. Semuanya?
"Jika kau bertanya kenapa sikapku sering berubah-ubah. Aku harap kau tidak berpendapat bahwa aku mengalami gangguan mental atau semacamnya....."
Wanita itu tertegun. Matanya menatap Sehun dengan pandangan yang sulit diartikan. Apakah lelaki itu bisa membaca isi pikirannya selama ini?

KAMU SEDANG MEMBACA
Bad Mommy?! [ON HIATUS]
FanfictionApa jadinya jika seorang gadis belia yang berumur 22 tahun sudah mempunyai anak tanpa hadirnya seorang suami yang mendampinginya? Apa gadis itu akan tetap bertahan meneruskan jalan hidupnya untuk merawat dan membesarkan anak tersebut?