Seorang gadis tengah terduduk sembari mengamati lantai marmer yang berada di bawah kakinya. Pandangannya terlihat kosong dan tak bersemangat. Pikirannya kalang kabut. Hatinya begitu cemas dan kalut. Ia begitu mencemaskan buah hatinya melebihi dirinya sendiri. Ia ingin menangis namun air mata seakan habis terkuras hilang entah kemana. Ia tak bisa menangis lagi. Sudah terlalu lama ia menangis. Ia tak ingin terlihat lemah. Tetapi, keadaan yang memaksanya menjadi wanita yang lemah. Ia tak dapat membayangkan dirinya sendiri yang akan terjebak dalam permasalahan dan hal serumit ini menimpa hidupnya. Hidupnya yang bahagia, selalu berwarna dengan ayah dan ibu yang selalu menyanyanginya seolah sirna tanpa jejak sedikitpun. Ia terjebak dalam permainan Tuhan yang seakan menyuruhnya bertahan hidup tanpa makan ataupun minum. Ia merasa di perlakukan tak adil oleh dunia yang begitu terbentang megah. Dunianya seakan jungkir balik. Ia membenci dirinya sendiri. Perlakuan tak adil selalu ia terima setiap harinya ketika masih sekolah. Apakah sekarang hal itu masih berlanjut pada dirinya hingga saat ini? Tidakkah itu terlalu kejam untuknya?
Gadis itu mendongakkan kepalanya ketika seseorang menepuk bahunya. Menyadarkannya kembali dari kenangan-kenangan indah dan kelam yang seakan menyatu menjadi satu. Saling berhubungan dan menyatu seperti sebuah kepingan puzzle yang akan membentuk sebuah gambaran kisahnya selama ini.
"Apa yang terjadi padanya?" Gadis itu berdiri. Menatap lelaki yang berada di hadapannya dengan wajah harap-harap cemas. Matanya menatap lekat Oh Sehun yang berada di depannya meminta penjelasan.
"Dia...baik-baik saja. Tenanglah. Hanya demam biasa. Tak perlu cemas" Oh Sehun berujar pelan. Pria itu tersenyum lembut sementara Minhyo hanya merosot ke lantai. Ia terduduk di lantai marmer yang dingin. Ia lelah dengan semua ini. Ia bersyukur karena buah hatinya tak mengalami hal yang serius.
"Kau tahu apa yang ingin kulakukan di dunia ini?"
Oh Sehun. Lelaki itu hanya terdiam. Mensejajarkan tubuhnya dengan gadis yang tampak berantakan tersebut. Matanya terlihat sembab dan membengkak di bawah kantung matanya. Sehun yakini. Ia menangis selama sepanjang waktu. Sehun. Lelaki bermarga Oh itu hanya diam. Tak tahu kemana arah pembicaraan gadis bermarga Shin sebenarnya. Ia hanya menikmati wajah gadis tersebut lamat-lamat tanpa berniat membuka suara untuk saat ini.
"Aku ingin mati. Setelah ini aku ingin mati." Gadis itu tertawa. Ya. Ia menertawakan dirinya sendiri. Menertawakan hidupnya sendiri. Ia telah hancur. Pertahanan yang selama ini ia bangun seolah hancur di terpa oleh ombak pantai yang begitu besar. Ia tak dapat mempertahankan pertahanan yang ia buat selama ini. Semakin ia berjuang semakin juga ia merasakan kesakitan. Setidaknya mati akan lebih baik di bandingkan bertahan dan menahan kesakitan hingga kematian tiba menghampirinya.
Ya. Ia hanya ingin mati untuk saat ini.
Sehun hanya mengerutkan dahinya. Alisnya bahkan menyatu sempurna. Ia tak mengerti kemana arah pembicaraan gadis tersebut. Beribu-ribu pikiran negatif menyerbu pikirannya.
"Kumohon. Jagalah dia. Gadis kecil itu adalah putriku. Dia sangat cantik bukan? Kumohon jagalah dia untukku. Biarkan dia bahagia. Aku ingin melihatnya bahagia. Setelah aku melihatnya bahagia aku akan pergi dengan tenang. Kau mengerti maksudku kan, tuan Oh?"
"Jangan bodoh!" Oh Sehun. Lelaki itu berteriak tepat di hadapan wajah gadis yang berada di hadapannya. Ia memegang pundak gadis yang berada di hadapannya dan sesekali menggoyangkannya dengan keras berusaha menyadarkannya. Gadis itu menatapnya dengan putus asa. Pandangan matanya terlihat kosong. Ia terlihat tak mempunyai tujuan hidup lagi untuk saat ini.
"Biarkan aku mati untuk saat ini! Kau tidak berhak melarangku Sehun-ssi" Gadis itu ikut berteriak. Menatap wajah Sehun dengan kilatan marah. Lelaki itu tidak berhak mencampuri urusannya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Bad Mommy?! [ON HIATUS]
Fiksi PenggemarApa jadinya jika seorang gadis belia yang berumur 22 tahun sudah mempunyai anak tanpa hadirnya seorang suami yang mendampinginya? Apa gadis itu akan tetap bertahan meneruskan jalan hidupnya untuk merawat dan membesarkan anak tersebut?