25. Festival

1.1K 79 5
                                    

Di malam hari aku pergi ke Desa dengan kimono yang sederhana dan rambut yang disanggul. Tentu saja dengan Raja itu. Sejak pertama kali dia melihatku, dia sedikit malu. Ketika dia mengatakan 'kau terlihat cantik hari ini'  aku tersipu malu. Aku benar - benar tak mengerti diriku.

Di tiap jalan kami disapa setiap orang, mereka terlihat senang dengan kedatangan kami. Bahkan tiap kami membeli atau memainkan permainan mereka selalu memberikan semuanya secara gratis, katanya untuk ucapan terimakasih padaku karena telah mengubah Raja mereka. Tapi kami tetap saja membayarnya. Itu senua karena diriku, aku ini keras kepala.

"Aduh!"
Seorang anak kecil tanpa sengaja menabrak Sang Raja. Ketika aku melihatnya dia adalah gadis yang menangis saat pertama kali aku datang kesini. Gadis itu mengingatkanku akan hari yang harus aku lakukan. Hari dimana aku harus membunuh Raja ini. Sekarang aku baru sadar waktuku untuk membunuhnya hanya sekitar 3 minggu lagi. Apakah aku harus membunuhnya, ataukah menyelamatkannya? Aku tidak mau kehilangan dirinya. Aku ingin sekali terus melihatnya. Apa yang terjadi jika aku tak dapat melihatnya lagi. Apa yang harus aku lakukan jika dia tidak ada. Aku benar - benar tak mengerti perasaanku. Perasaan takut untuk meninggalkannya benar - benar sulit aku hancurkan. Aku benar - benar aneh.

"Kau...." kata gadis itu. "Kau siapa?"

GLEK!!

Aku lupa kalau saat itu dia tidak mengenalku karena dia melihatku sebagai seorang pria. Dia juga tidak akan mengenal wajahku karena wajahku kututupi dengan tudung jubahku.

"Hah? Kau tidak tahu?" Kata Raja itu lalu jongkok untuk menyetarakan tingginya dengan gadis itu. "Dia istriku! Bukannya semua orang sudah tahu itu?"

"Hah? Jadi dia istrimu Yang Mulia!? Dia sungguh cantik!" Gadis itu melihatku dan tersenyum sangat manis.

"Tapi dia terlihat bodoh!"

GLEK!!

Gadis ini sepertinya menyebalkan.

"Tapi aku yakin kalau dia pasti orang yang baik. Dia sempurna untukmu Yang Mulia!"

"Kau tidak cemburu?" Tanyaku pada gadis itu.

"Aku cemburu, tapi mau bagaimana lagi? Kalian sudah saling mencintai,kan? Aku sudah tak bisa menghalanginya." Gadis itu tersenyum manis pada Sang Raja. Dia mungkin menyebalkan, tapi dia pasti gadis yang baik.

Aku mengusap kepalanya dengan menunjukkan senyumku padanya. "Kau ini gadis yang lucu. Seandainya aku punya adik sepertimu, mungkin aku sudah sering bermain denganmu."

Gadis itu hanya tersenyum melihatku, lalu dia pergi melewati kami. Kami pun melanjutkan perjalanan kami yang tadi. Perjalanan untuk menikmati festival ini tentunya.

"Hei.... sebentar lagi lenteranya akan diterbangkan. Ayo kita lihat di tempat yang pas." Kata Raja itu tiba - tiba. Aku hanya mengikuti tiap langkahnya yang menuju tempat untuk melihat lentera itu. Dia membawaku ke tempat dimana aku bisa melihat sungai yang begitu besar dibatasi dengan pagar besi yang membatasi sungai dan darat. Aku juga bisa melihat banyak orang yang mengumpul di daerah sebrang. Mungkin dari sana mereka akan melepaskan lenteranya.

Kami menyimpan tangan kami di pagar itu dan menunggu lentera - lentera yang akan di terbangkan.

"Heii....kenapa tidak menyalakan kembang api saja?" Tanyaku penasaran.

"Kalau nereka merayakan festival ini dengan kembang api. Itu artinya kami mengajak perang kepada siapapun yang mendengarnya." Jelasnya sambil melihat langit.

"Hah? Kenapa bisa begitu!?"

"Karena dunia ini tidak adil untukku!"

"Tapi aku akan membuatmu merasa adil."

Dia hanya menatapku dengan tersenyum, begitu juga dengan diriku. Aku sering melihat hal seperti ini. Aku sering melakukan hal yang lebih indah daripada ini. Tapi.... aku merasa bahagia. Aku benar - benar bahagia. Sikapku yang aneh ini, membuatku berubah total. Tapi... aku merasakan hal yang tak pernah aku rasakan.

"Jika nanti orang - orang sudah tidak membenciku, aku ingin melihat kembang api bersamamu." Katanya tiba - tiba.

"Hah? Untuk apa? Lagipula aku sudah bosan melihatnya."

"Benarkah? Aku ragu akan hal itu."

Aku hanya tertawa kecil melihatnya. Dia hanya tersenyum manis seperti biasa. Aku benar - benar sangat senang melihatnya terus tersenyum. Rasanya aku sudah menyelamatkan hal yang sangat berharga bagiku. Aku benar - benar sangat aneh. Berapa kalipun aku mengatakannya aku tak pernah bosan. Sikapku yang aneh benar - benar membuatku bahagia.

Tak jauh dari hadapanku, aku melihat banyak cahaya yang terang seperti bintang. Kemudian cahaya itu terbang ke atas seperti kunang - kunang. Cahaya itu terlihat sangat indah. Mereka semua mendekat hingga aku bisa menggapainya. Jarak dari sini tak terlalu jauh hingga aku bisa melihat lentera itu sangat dekat.

"Kenapa hanya kita yang berada disini?" Tanyaku.

"Karena semua orang berada disana dan akan membuat harapan dengan menerbangkan lentera itu." Jelasnya.

"Kenapa kau tidak menerbangkan juga dan meminta harapan." Tanyaku.

"Hah? Kau percaya kalau harapanmu bisa terkabul dengan menerbangkan lentera?"

"Hahaha...kau benar juga. Tanpa usaha apapun kau tidak akan mendapatkan apa - apa."

Kami terdiam dan melihat cahaya - cahaya itu yang mendekati kami. Aku merasa sangat senang. Aku berharap hari seperti ini tak pernah berakhir. Apakah..... hari seperti ini akan berakhir,ya?

"Aku memang ingin membuat harapan" Katanya tiba - tiba. "Tapi aku memiliki keinginan yang mungkin bisa aku gapai. Dan itu akan kulakukan hari ini."

Aku hanya melihatnya kebingungan. Aku tak mengerti ucapannya yang melihat ke depan. Tapi kemudian dia melihatku dengan wajah datarnya.

"Hanaru! Aku... aku...." wajahnya sedikit memerah dan tergagap gagap. "Aku.... aku... menginginkamu!"

"Hah?" Aku hanya terheran tak mengerti ucapannya.

"Jadi...jadi..maukah kau menjadi istriku?"

"Apa maksudmu? Bukankah kita memang sudah menikah?" Aku terheran mendengar ucapannya yang tak begitu aku mengerti. Aku benar - benar tak mengerti.

"Bukan begitu....maksudku...menjadi istri sungguhan"

"Hah? Apa maksudmu? Katakan dengan jelas!" Suruhku dengan nada tegas.

"Ah.... kenapa kau tak mengerti?" Dia melepaskan tangannya yang disimpan di pagar besi itu dan menatapku serius.

Dia menghela nafasnya dalam - dalam dan menenangkan dirinya.

"Hanaru!" Panggilnya.

"Iya?" Aku menoleh padanya dan menatapnya sambil tersenyum.

"Sepertinya aku...... Jatuh cinta padamu!"

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Hah?

Assassination a King [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang