Dan sekarang dia muncul di hadapanku lagi dan memanggilku creampuff. Ya Tuhan, semalam aku berdoa apa? Kurasa aku tidak berdoa agar dia kembali, aku hanya berdoa supaya Ryan tidak masuk kedalam kamarku dan segera menerjangku.
"Ya, ini aku" dia tertawa kecil "Lucu sekali ekspresimu itu"
Aku masih kehilangan kesadaranku. Tangan dan kakiku rasanya seperti lumpuh dan aku kesulitan memgucapkan satu kata-pun. Padahal Ryan sudah memelototiku untuk meminta jawaban.
"U-um.... k-kupikir kau sedang pergi.. atau apa" suaraku bergetar dan putus-putus. Oke, ayolah Alice! Bersikaplah seakan kau baru saja bertemu dengan teman lamamu yang sudah lama pergi lalu kembali lagi. Seharusnya tidak begitu sulit kan? Toh, dia memang teman lamaku.
"Yah, tak ada undang-undang yang tidak memperbolehkanku kembali kan?" dia mengangkat bahunya.
"Oh" aku berusaha untuk tidak melihatnya tepat dimata, sebaliknya aku malah menyibukkan diri sendiri dengan Darrel.
Kenapa hidupku jadi begini sialan?! Pertama, aku bertemu Ryan. Kedua, aku dicium Ryan. Ketiga, aku bertemu lagi dengan makhluk tak jelas ini. Apa lagi yang kurang? Almarhum nenekku mengejarku?
"Kalian sudah saling kenal?" tanya Ryan akhirnya yang sedari tadi diabaikan keberadaannya.
"Ya" Christ menjawab pertanyaan Ryan tapi matanya masih menatapku, membuatku risih.
"Bagaimana? Kapan?" rasa ingin tahu Ryan mulai keluar.
"Dua tahun lalu di tokoku" aku memberanikan diri menatap mereka berdua. Kuharap dia tidak menceritakan kalau kami pernah berciuman karena Ryan akan benar-benar menggila. Dia akan mengelap bibirnya sampai memerah dan membuang ludahnya--- karena aku telah menciumnya--- dan menanyaiku dengan beribu pertanyaan semalaman.
"Oh" Ryan kembali menatapku, membuatku merinding.
"Well, nampaknya kami sudah harus pergi. Ryan, kau berjanji mengajakku jalan-jalan, kan?" rayuku padanya. Dia hanya menatapku heran, kemudian mengangguk mengerti.
"Baiklah, kami harus pergi. Kutunggu kau di Jepang, Christ" Ryan menepuk pundak Christ kemudian menggandeng tanganku pergi.
Pikiranku kosong, jantungku rasanya seperti berhenti berdetak. Aku ingin sekali berteriak, "Itu Christ!" tapi aku tidak bisa. Sudah cukup aku dilukai olehnya dulu. Aku tidak mau dilukai untuk kedua kalinya.
"Apa-apaan itu tadi?! Kupikir kau tak pernah kenal orang terkenal lainnya selain aku" Ryan menggerutu disampingku. Aku spontan memutar bola mataku. Dia bersikap dramatis lagi.
"Tidak, oke? Aku belum memberitahumu bagian lainnya dari mengapa aku benci orang terkenal" kami sedang berjalan menuju kedai minuman untuk membeli susu, semua orang sudah mulai memandangi kami heran karena berisik.
"Jadi dia juga salah satu alasannya?!" oh astaga, kenapa dia harus meletakkan tanda seru di akhir kalimatnya? Dia toh tak perlu begitu kagetnya. Dan lagi, kenapa dia bahkan harus peduli?
"Well, ya! Lalu kenapa?!" balasku sama sengitnya.
"Yah, bukan apa-apa. Aku hanya merasa kesal" dia mengangkat bahunya, bersikap seakan tidak peduli "Sekarang, ceritakan!"
Kami sudah tiba di kedai minuman dan duduk di tempat dekat jendela. Kedai ini tidak begitu ramai tapi sangat nyaman untuk duduk mengobrol. Tidak untuk berdebat dengannya. Tapi toh, dia harus tahu. Setelah kami berciuman, bukankah seharusnya kami terikat dengan sesuatu?
Oke, lupakan hal itu. Jangan sampai aku tersakiti lagi.
"Jadi, kami bertemu di tokonya, seperti yang dia katakan, saat aku ingin membeli gaun untuk pernikahan keluarga temanku dan, kami berciuman" aku berhenti sejenak, memastikan bahwa ekspresinya masih biasa saja. Dia hanya mengerutkan keningnya sedikit "Kami memang berciumam dan dia mengajakku pergi dengannya tapi bukan berarti ada hubungan khusus. Kami hanya teman" aku mengakhiri penjelasanku. Nah, sekarang kuharap tadi itu cukup untuk memuaskan rasa ingin tahunya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Found The Baby & You
RomanceAlicia Bannet, seorang gadis polos yang tidak mengerti apa-apa, menemukan seorang bayi laki-laki imut didalam pesawat seorang diri! Alicia dapat mengira usia bayi itu baru saja beberapa bulan, tanpa sadar ia merasa kasihan dan tak tega meninggalkann...