Begitu dia mengucapkannya, hatiku rasanya langsung luluh. Ya Tuhan, jangan bilang kalau aku suka padanya?
"Kalau begitu, kau sudah memilikiku" ucapku tanpa sadar. Oke, tadi itu aku tak sengaja. Aku hanya terbawa perasaan.
Ryan menghentikan ciumannya yang semakin lama memanas, kemudian mematung dengan aku yang kehabisan napas di pelukkannya.
"Kau barusan bilang apa?" mampus. Aku harus bilang apa? Padahal tadi keadaan diantara kami sangat.... panas? Aku tak benar-benar bermaksud mengatakannya kan?
"Maaf, aku keceplosan. A-aku hanya terbawa perasaan, benar" kataku gugup sambil melepaskan tanganku dari lehernya, namun dia menahannya.
"Kau mempermainkanku?" jelas dia tidak marah. Karena senyuman menggoda di wajahnya masih ada tapi, siapa yang tahu?
"Ketahuilah, kalaupun aku memang menyukaimu, aku masih belum berminat untuk berpacaran, apalagi dengan orang yang baru saja kutemui" jawabku dan itu jujur. Rasanya aku masih belum siap, setidaknya sampai aku mulai bekerja mungkin. Tapi tetap saja, aku harus mengakui kalau aku suka padanya. Hanya sedikit, oke?
"Oh, masa?" senyuman menggodanya muncul lagi. Tiba-tiba saja aku merasakan ada hasrat yang keluar dari dalam tubuhku. Aku ingin merasakan bibirnya lagi, mengetahui rasa panas dan hangat yang ada dalam diriku saat kami berciuman. Semuanya membuatku penasaran.
"Y-ya, tolong jangan tersenyum begitu" aku tak tahan melihat wajahnya. Aku akan kehilangan kendali kalau melihat nya. Ini semua gila.
"Oh, Dear. Tapi aku suka memandangmu" dia mengelus pipiku. Rasanya aku ingin menggeram dan segera menerjangnya, memeluknya sampai puas.
"Tapi aku tak suka kau memandangku" enyahlah, aku ingin semua rasa ini berakhir. Semua ini membuat hasratku meningkat, seperti akan kehilangan kendali. Atau aku memang sudah gila?
"Masa?" tanyanya lagi, senyuman menggodanya tambah lebar, menunjukkan giginya yang putih bersih. Aku baru sadar kalau dia masih memelukku.
"Persetan dengan harga diri" aku menggeram, langsung meraih lehernya dan melekatkan bibirnya padaku. Aku ingin tahu apa perasaan ini.
Perasaan yang sama seperti dua tahun lalu.
***
"Wow, aku tak tahu kau bisa bergairah seperti itu" ulang Ryan entah sudah yang keberapa kalinya.
Ini semua memalukan. Kenapa bisa-bisanya dengan mudah aku jatuh ke perangkapnya? Tadi itu aku tak benar-benar ingin menciumnya lagi kan? Ya, pasti hanya karena aku penasaran dengan perasaan yang miris sama dengan dua tahun lalu. Well, okelah yang kali ini memang lebih kuat dari sebelumnya.
"Itu semua karena kau menggodaku dan sebagai tanda terima kasih atas kastilnya. Tapi ketahuilah, tadi itu hanya 50 persen" ya, pasti hanya 50.
"Sudahah, toh aku sudah mendapatkan balasan dua kali lipat. Sesuai yang kau katakan, 'kencan' saat ini lebih penting" katanya, masih sambil tersenyum-senyum sendiri. Aku menyesal tidak memikirkannya terlebih dahulu.
"Memang sehabis ini kita mau kemana? Kuharap kali ini kau tidak membelikanku pegasus" dia tertawa.
"Sebenarnya aku kehabisan akal mau mengajakmu kemana jadi aku membawamu ke taman bermain saja" bukannya merasa sedih karena dia mengajakku ke tempat kencan yang basic, sebaliknya aku merasa sangat bersemangat. Aku kan sudah lama tidak pergi bermain, jadi wajar kan?
Setelah mengarungi perjalanan selama 30 menit, Ryan akhirnya memberhentikam mobilnya. Aku tahu kami sudah sampai tapi, aku harus berhati-hati agar identitas Ryan tidak ketahuan dan tetap menjaga Darrel. Rasanya seperti punya dua anak saja.
"Jangan lupa pakai topi dan kacamata mu" kataku untuk yang kedua kalinya dalam satu menit ini.
"Siap" Ryan menghela napas sambil memberikan Darrel padaku.
Setelah aku menerima Darrel dan memangkukannya, aku memandangi Ryan yang sedang memakai topinya dan kacamata hitamnya. Satu pikiran yang terlintas di kepalaku adalah "andai dia hanya manusia biasa"
Bukan maksudnya dia Alien atau apa. Tapi maksudnya manusia yang sama sepertiku, bukan model ataupun orang terkenal.
"Ayo!" katanya setelah selesai bersiap-siap dan langsung keluar. Aku langsung mengikutinya keluar lewat sisi sebelah kanan.
Begitu keluar dari mobil, aku langsung merasa bersemangat. Ingin rasanya segera berlari masuk dan menghampiri Roller Coaster. Tapi sayang, aku harus menjaga Darrel. Dan juga Ryan.
"Jadi," ucapku begitu Ryan tiba disampingku dan menggenggam tanganku "Kita mau main apa?"
"Belum, sayang. Kita akan mengurusi pekerjaanku dulu. Hanya melihat-lihat rancangan busana yang di tunjukkan di taman ini saja kok" kupikir dia libur. Tapi kurasa hanya melihat lima menit saja bukan masalah. Tapi kalau sampai lebih, aku mungkin akan benar-benar menyeretnya.
"Ya sudah"
"Jangan cemberut dong! Hanya untuk lima sampai sepuluh menit saja setelah itu kita pergi bermain sepuasnya" dia mencubit pipiku, membuatku meringis.
Kami berjalan memasuki taman bermain sambil bergandengan tamgan. Dia nampak senang-senang saja sementara aku, menahan diri untuk tidak segera berlari meninggalkannya dengan Darrel dan keretanya. Ini tantangan terbesar saat ini.
"Untuk apa kau melihat rancangannya?" aku berusaha mengalihkan perhatian dengan mengajak Ryan mengobrol. Hanya untuk lima sampai sepuluh menit saja kok, aku harus bersabar.
"Untuk pemotretan di Jepang besok tentu saja. Kau sudah bersiap-siap?" oh ya, aku bahkan nyaris lupa tentang Jepang.
"Belum tapi, nanti malam saja. Memangnya kau tak keberatan mengajak aku? Bagaimana dengan agensimu?" aku khawatir semua orang berkata kalau aku memanfaatkan Ryan supaya bisa berjalan-jalan. Yah, biasanya kan orang begitu.
"Tentu saja tidak! Memang kenapa aku harus keberatan disaat aku bisa berdua dengan belahan hidu---"
"Apa? Belahan hidungmu?" potongku dengan geram. Kenapa dia bisa dengan santai mengatakannya seakan-akan aku memang belahan hidungnya. Belahan hidup maksudku.
"Hidup, sweetie. Dan agensiku tak keberatan sama sekali bahkan, mungkin saja kau bisa membantu sesuatu disana" dia membuka kacamatanya sedikit dan mengedipkan sebelah matanya.
Apa maksudnya barusan?
"Membantu a---"
"Kita sampai! Christ!" sialan dia memotong ucapanku.Aku memandang lurus kedepan sambil terus mendorong kereta Darrel. Semua orang berkumpul dan juga memfoto pakaian-pakaian indah yang berderet. Jujur, aku suka semua baju itu.
"Christ, perkenalkan ini Alicia Bannet" aku merasakan Ryan menarik tanganku. Aku menoleh kearahnya, kemudian menoleh ke arah orang yang bernama Christ tadi.
"Alicia Ban---" belum sempat aku menyelesaikan kalimatku, aku menyadari dengan siapa aku bicara.
"Alicia? Kau sudah menikah, creampuff?" dan aku sadar hanya ada satu orang yang menyebutku itu.
Oh Tuhanku, apa yang kau lakukan dengan hidupku saat ini? Tuhan pasti salah lempar koin.
"C-Christian Gravois?"
*****
Kgk jd hiatus XD

KAMU SEDANG MEMBACA
Found The Baby & You
Roman d'amourAlicia Bannet, seorang gadis polos yang tidak mengerti apa-apa, menemukan seorang bayi laki-laki imut didalam pesawat seorang diri! Alicia dapat mengira usia bayi itu baru saja beberapa bulan, tanpa sadar ia merasa kasihan dan tak tega meninggalkann...