Jadi karena Ryan memutuskan untuk menangani kasus ibunya Darrel seorang diri, yang bisa kulakukan di hotel hanya menonton televisi, memandikan Darrel, mengganti popoknya, dan memberikan asupan asi nya. Setelah kupikir-pikir, aku tidak pernah benar-benar menghitung berapa bulan umur Darrel sampai saat ini. Kurasa sudah lewat sebulan berlalu sejak aku bertemu Ryan dan Darrel? Entahlah, aku tidak dapat mengingat dengan benar. Bisa jadi sudah berlalu dua bulan.
Karena tidak banyak yang bisa kulakukan, aku mulai merasa bosan. Mungkin disaat seperti ini kalian akan berjalan-jalan keluar dan mencari hal-hal yang menarik, tapi tidak bagiku. Ada trauma tersendiri sejak Darrel hampir menghilang. Aku takut jika aku pergi keluar aku akan ceroboh dan meninggalkan Darrel sendirian seperti kemarin.
Yang kulakukan sedari tadi hanyalah bolak-balik mengelilingi kamar, bermain dengan Darrel, menonton TV dan mencari-cari alasan untuk menelepon Ryan. Aku ingin menelepon nya, ingin tahu kapan dia akan selesai dengan pekerjaannya. Tapi aku takut hanya akan mengganggunya.
Disaat aku sedang bimbang hendak meneleponnya atau tidak, ponselku bergetar di tanganku. Aku melihat nama yang tercantum, nama familiar yang sudah kutunggu-tunggu. Aku segera mengangkatnya.
"Hallo, Ryan?" aku memulai.
"Hai, aku pikir kau akan merasa bosan jadi aku segera menghubungimu" Ryan membalas. Aku tersentuh dengan jawabannya. Maksudku, apa dia bisa membaca pikiranku?
"Well, aku memang merasa bosan tapi, bukankah kau sibuk? Aku senang kau mau meluangkan waktu untuk menghubungiku, aku hanya tidak ingin menjadi penghalang pekerjaanmu" aku memang sungguh senang. Tapi disaat yang bersamaan, aku merasa aku hanya akan merepotkannya. Kecuali, kalau ada masalah yang benar-benar mau kubahas dengannya.
"Kenapa kau bisa menjadi penghalang pekerjaanku? Justru aku menganggapmu sebagai alasan bagiku untuk terus bekerja keras" aku mendengarnya tertawa.
"Kau senang mengeluarkan kata-kata manis ya?" sindirku. Jika kuingat-ingat, tiada saat dimana Ryan berhenti menggodaku. Sebenarnya, aku tidak membenci nya karena mengatakan kata-kata itu. Tapi, bagaimana kalau dia kebiasaan sampai-sampai mengatakannya pada gadis lain juga?
"Aku hanya senang mengeluarkan kata-kata manis buatmu" pipiku mulai memanas begitu mendengar balasannya. Apa dia benar-benar bisa membaca pikiranku? Atau dia punya CCTV terpasang di kamar hotel ini yang terhubung ke laptopnya?
"Terserah" balasku singkat. Aku tidak mau dia mendengar suaraku bergetar karena terlalu senang. Mungkin diluar aku terlihat tenang, tetapi setiap kali aku merasa terlalu senang seluruh badanku akan bergetar. Mungkin juga menjerit sedikit.
"Ngomong-ngomong, bisakah kau ke tempatku sekarang? Aku mulai merasa kesepian tanpamu. Lagipula kau pasti bosan kan?" Ryan menawarkanku sebuah tawaran yang tentunya kuterima dengan senang hati. Akhir-akhir ini dia sangat sibuk sampai aku tidak punya waktu yang dapat kuluangkan dengannya.
"Tentu, tapi apa yang akan kulakukan disana? Fans mu juga akan membunuhku kalau aku datang" ditambah, aku masih merasa trauma dengan kamera. Tentu saja, aku tidak berani mengatakannya.
"Kau bisa menontonku" jawabnya setengah bergurau. Aku hanya memutar bola mataku.
"Ya, aku akan segera kesana" kataku kemudian. Entah apa yang bisa kulakukan disana, setidaknya aku bisa meluangkan waktu dengannya tanpa perlu merasa bosan.
"Benarkah? Aku tidak mengira kau akan benar-benar datang" Ryan terdengar terkejut.
"Well, aku akan jalan sekarang. Kau kembalilah bekerja!" perintahku.
"Siap ma'am" dia langsung memutuskan sambungan begitu selesai mengucapkannya. Nampaknya dia benar-benar sibuk. Apa aku seharusnya tidak datang saja? Tapi aku juga sudah mengatakan ya dan dia juga nampaknya menginginkan kehadiranku.

KAMU SEDANG MEMBACA
Found The Baby & You
RomanceAlicia Bannet, seorang gadis polos yang tidak mengerti apa-apa, menemukan seorang bayi laki-laki imut didalam pesawat seorang diri! Alicia dapat mengira usia bayi itu baru saja beberapa bulan, tanpa sadar ia merasa kasihan dan tak tega meninggalkann...