BAB II Antara Jiwa dan Batas Dunia : Part 1

2.7K 73 5
                                    

BAB II

Antara Jiwa dan Batas Dunia

Ladang Jiwa.

Nama yang aneh bagi Revin dan keempat anak lainnya. Di tempat yang disebut sebagai ladang itu sama sekali tidak tumbuh sebatang tanaman-pun. Tanahnya berwarna merah darah. Tidak jarang mereka menemukan tumpukan tulang belulang yang sepertinya sengaja ditimbun menjadi satu. Tulang manusia. Selain itu juga berserakan pedang, tameng dan alat-alat perang lainnya yang rusak berat dan berkarat. Burung-burung pemakan bangkai terbang memutari mereka.

Tapi disitulah kelimanya, berlari melewati tulang-tulang yang berbau busuk. Ditemani seseorang yang tidak mereka kenal yang mengatakan bahwa tempat itu bukanlah dunia mereka.

“Kalian masih kuat lari—kan?” Oldryk bertanya sambil terus berlari.

“Iya,” jawab Revin dan Cherry.

“Tidak sama sekali!” bantah Andrew. Keringatnya bercucuran tanpa henti. “Tubuhku rasanya sudah hampir remuk. Apalagi kakiku!”

“A-aku juga,” kata Willy. Wajahnya merah kecapekan.

“Tahanlah sebentar lagi,” kata Oldryk. “Kurang lebih 200 meter lagi kita akan mencapai daerah aman dari Ladang Jiwa.”

“Daerah aman?” tanya Cherry.

“Ya, daerah dengan tanah berwarna kuning itu.” Oldryk menunjuk daerah yang dimaksudkannya.

Revin menarik lengan Willy. “Kami duluan!”

“Hei—hei—hei.” Willy terpaksa mempercepat langkah kakinya karena Revin juga menambah kecepatan larinya sambil terus memegangi lengannya.

Keduanya ambruk ke tanah sesampainya di daerah aman yang ditunjuk oleh Oldryk. Disusul oleh Cherry yang terjerembab ke tanah, Oldryk yang langsung menurunkan Meisya, dan terakhir Andrew yang langsung muntah.

Dalam diam keenamnya melihat terjadi perubahan besar-besaran di Ladang Jiwa kecuali di daerah dengan tanah kuning. Kabut mulai menyelimuti daerah itu. Bau busuk semakin tajam yang membuat Revin dan ketiga anak yang lain juga muntah seperti Andrew.

“A-apa itu?” seru Willy ketakutan. Tangannya diacungkan gemetaran.

Bunyi kletak-kletuk menyambut seruan Willy. Tulang-tulang yang semula menumpuk jadi satu mulai memisahkan diri dan bergabung membentuk kerangka. Bergoyang ke sana ke mari dengan gontai. Mengambil pedang, tameng, tombak, panah dan senjata lainnya. Lalu mulai bertarung satu sama lain. Di atas tulang-tulang itu beterbangan sosok berwarna putih yang tertawa, menangis dan bertengkar dengan ribut.

Revin dan keempat temannya bergidik. Herannya Oldryk tetap tenang seolah tidak terjadi apa-apa. Wajahnya mengeras, “Kalian bisa melihat sendiri alasan tempat ini dinamakan Ladang Jiwa. Memang bukan tempat yang indah.”

“Bu-bukankah tadi keadaannya tidak begini?” tanya Willy.

Oldryk melempar pandangannya ke arah tulang-tulang yang sedang menarik busurnya masing-masing. “Tapi inilah bentuk nyata dari Ladang Jiwa.”

“Bentuk nyata?” tanya Meisya lemah.

“Ya, Nona. Inilah keadaan sebenarnya dari Ladang Jiwa. Ketenangan yang kalian lihat sebelumnya adalah karena jasa dari seorang Netralisator dari Kota Besar Barat bernama Intris.”

“Kota Besar Barat?” sergah Andrew.

“Itu adalah tempat yang sedang kita tuju. Aku sendiri berasal dari Desa Antelon.”

“Kalau Netralisator itu apa?” lirih Meisya.

“Sulit juga sih untuk menjelaskannya. Yang pasti seorang Netralisator mempunyai kemampuan untuk menetralisir jiwa-jiwa yang berkeliaran. Terutama di Ladang Jiwa. Hal ini dilakukan agar Ladang Jiwa aman untuk dilalui. Tentu saja kapasitas kekuatan seorang Netralisator terbatas. Maka dibuatlah daerah aman seperti tempat ini. Dengan pengorbanan besar dalam penciptaannya. Intris adalah Netralisator yang sangat hebat. Seperti yang kalian lihat sendiri sebelumnya sama sekali tidak ada jiwa yang berkeliaran kan? Jadi sementara dia mengumpulkan kekuatannya, kita akan beristirahat dulu di sini. Selama menunggu, kenapa kalian tidak menceritakan tentang Dunia Gaist kalian saja?” Wajah Oldryk berseri-seri.

“Gaist?” serobot kelimanya.

“Oh, itu adalah sebutan kami untuk dunia kalian.”

“Lalu kenapa dunia kalian dinamakan Taltarin?” Cherry melongo.

Oldryk bingung sebentar. “Aku juga tidak tahu. Sama tidak tahunya dengan alasan dibalik penamaan dunia kalian.”

Cherry tersenyum semanis mungkin. “Dunia kami sangat menyenangkan. Penuh dengan orang-orang baik.”

“Kurasa tidak begitu,” potong Andrew datar. “Kurasa cuma orang naif yang menganggap semua orang di dunia itu adalah orang baik. Malah kupikir lebih banyak orang jahat daripada orang baik.”

“Kau!” Cherry mendelik.

“Mungkin Andrew benar,” dukung Meisya.

“Meisya…” tegur Cherry.

Meisya menunduk, “Maaf Cherry. Bagi orang sepertiku, sudah tidak jelas siapa yang baik dan siapa yang jahat. Aku—“

Oldryk menepuk bahu Meisya. “Kurasa sudah saatnya kita berlari lagi. Kekuatan Intris tampaknya sudah pulih.” Oldryk mengangkat Meisya. Namun Meisya menggeleng.

“Aku ingin ikut berlari,” katanya.

Kabut menipis. Tulang-tulang berjatuhan saling tumpang tindih bersama senjata mereka. Jiwa-jiwa yang melayang mulai menghilang. Keadaan kembali hening.

Mereka segera berlari. Oldryk memimpin di depan. Diikuti Revin dan Cherry yang sepertinya saling bersaing susul menyusul. Di belakang mereka ada Andrew yang tidak henti-hentinya menggerutu. Tidak jauh dari Andrew ada Willy yang bergumam, “Tinggal sedikit lagi. Tinggal sedikit lagi..” Terakhir adalah Meisya yang setiap 10 meter pasti terjatuh, yang ujung-ujungnya kelima orang lainnya terpaksa berbalik untuk membantunya. Bukan—bukan kelimanya. Karena Andrew berbalik bukan untuk membantu Meisya berdiri melainkan mencemoohnya.

Tiba-tiba Oldryk berhenti berlari. Andrew menabrak Revin yang langsung balik mendorongnya ke belakang. Sedangkan Meisya menabrak Willy sehingga pemuda berkacamata itu terhuyung-huyung dan tanpa sengaja memeluk Cherry.

Plak!

Willy adalah orang kedua yang ditampar Cherry hari ini.

“Oldryk, ada apa?” Revin menepuk-nepuk tangannya sendiri yang penuh pasir.

“Ada yang aneh!” jawab Oldryk. “Ladangnya mulai berubah.”

Revin memandang berkeliling. Oldryk benar. Ladang Jiwa memang sedikit demi sedikit kembali ke keadaan yang sebenarnya. Kabut menebal dan tulang-tulang mulai bergetar.

“Lari! Kembali ke daerah aman!” Oldryk dengan kalap mengangkat Meisya dan berlari sekencang mungkin.

Revin kembali menarik tangan Willy dengan tangan kirinya sedangkan tangan kanannya menarik Andrew yang sempat protes karenanya.

Cherry berlari mendahului mereka semua. Namun akhirnya yang mereka takutkan terjadi juga. Sebuah kerangka menerjang Cherry dan langsung menindihnya. Cherry meronta dan berteriak sekeras mungkin.

Sepotong tangan mencengkeram kaki Oldryk. Dia tersungkur, sementara Meisya yang digendongnya terjatuh dan terguling-guling di tanah. Seketika puluhan jiwa berwarna putih mengerubungi gadis itu sambil bernyanyi mengerikan.

Ratusan anak panah menghujani Revin, Willy dan Andrew. Ketiganya tak sempat menghindar. Revin melindungi wajah dengan tangannya sehingga tiga anak panah menancap di tangan kirinya. Willy menjerit. Sebuah anak panah menembus kakinya. Darah segar langsung mengucur deras. Sementara Andrew agak beruntung. Panah-panah tadi cuma menggores wajah dan telinganya. Meskipun begitu teriakan Andrew tidak kalah kerasnya dari jeritan Willy.

Bagaikan diundang, ratusan kerangka dan jiwa putih mengerumuni mereka. Keenam orang itu sama sekali tak punya harapan untuk melepaskan diri.

The WorldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang