Bab 3 Part 5 (Last Part)

2K 53 0
                                    

“Kita menunggu siapa?”

“Willy.”

“Untuk apa menunggunya? Dia pasti sudah sarapan di tempat Ray Del-grand.”

Vivian menjawab lagi dengan sabar. “Andrew, Ray Del-grand baru saja  mengirim telepati padaku. Beliau curiga keponakannya Tacela telah berbohong padanya. Menurut Tacela, Willy sudah diajaknya sarapan namun tidak mau. Dan mengingat sifat Tacela, aku tidak heran dia senang mengerjai anak malang itu.”

Andrew berdecak. “Kalau ditunggu, makanannya akan dingin.”

“Makanlah lebih dulu kalau kau mau.”

“Anda?”

“Aku akan menunggunya.”

Andrew menatap sinis pada Vivian. “Anda baik sekali.”

“Aku merasakan nada ejekan dalam suaramu.” Vivian balas menatap Andrew.

“Anda keliru,” kilah Andrew. “Saya hanya bertanya-tanya, seandainya saya-lah yang berada di posisi Willy, apakah Anda akan melakukan hal yang sama?”

“Tentu saja,” sahut Vivian.

“Saya tidak yakin.” Mata Andrew berkilat menantang.

Vivian menggeleng. “Untuk apa kau menanyakan hal seperti itu?”

“Saya ganti pertanyaannya,” serang Andrew, mengacuhkan pertanyaan Vivian sendiri. “Seandainya Meisya yang ada di sini, bersama Anda, apakah Anda akan jauh lebih senang?”

Vivian terkejut.

“Saya bertanya pada Anda, Ray Vivian…”

“Aku tidak mengerti tujuan pertanyaanmu.”

“Itu karena Anda terlihat terpaksa menerima saya!”

“Maaf kalau kau sampai merasa begitu.” Vivian menatap dengan lebih lembut. “Namun yakinlah aku tidak begitu. Siapapun yang ikut denganku akan kuterima dengan senang hati.”

“Anda pembohong yang payah.”

Vivian sudah kehabisan kata-kata. Keduanya terdiam. Andrew mengaduk-aduk supnya untuk menghindari tatapan Vivian.

“Apa kau terbiasa untuk tidak mempercayai orang lain?”

Andrew berhenti mengaduk. “Bisa dikatakan begitu.”

“Siapa yang mengajarimu?”

“Ayah saya, kata beliau dunia terdiri dari orang-orang jahat dan orang-orang baik, dimana jumlah orang jahat jauh lebih banyak daripada orang baik.”

“Lalu, itukah dasarmu untuk bersikap egois, sombong dan pemarah seperti ini.”

“Saya tidak egois.”

“Oh ya, kau hanya mau menang sendiri.”

“Saya tidak sombong!”

“Benar sekali, kau hanya selalu merasa dirimu lebih dari yang lain.”

“Saya tidak pemarah!!!”

“Ah aku lupa, kau hanya mudah naik darah, iya kan?”

“Anda mempermainkan saya!”

“Kaulah yang mempermainkan dirimu sendiri. Ayahmu mungkin benar soal orang jahat dan orang baik itu. akan tetapi kaulah yang salah menafsirkannya.”

Andrew terdesak. “Anda tidak mengerti…”

“Kalau begitu buatlah aku mengerti.”

“Di dunia saya, Bumi, atau Gaist.” Andrew membuang muka. “Saya adalah anak orang kaya, terpandang dan terkenal. Saya selalu diperhatikan, dijaga dan diutamakan. Tapi di sini… saya… saya ditempatkan di urutan terakhir. Disia-siakan.”

“Siapa yang menyia-nyiakanmu. Kau menghukum dirimu sendiri dengan berpandangan begitu.”

“Jadi kenapa tak ada yang memilih saya kemarin!?”

“Andrew, kemampuan penduduk Gaist berbeda dengan Taltarin. Kami semua, aku yakin Guan juga, memilih berdasarkan kemampuan terpendam yang kalian punyai. Kami merasakan kemampuan itu dan tertarik untuk melihatnya berkembang dalam pantauan kami. Guan mungkin tak menginginkanmu, tapi kalau kau perhatikan baik-baik kau pasti merasa Cortaz sangat tertarik padamu, kurasa bahkan dia bersedia tidur di luar rumahnya sendiri dan memberikan kamarnya padamu agar bisa mendapatkanmu. Sayangnya rumah Cortaz terlalu kecil untuk menerima seorang tamu. Kau hanya mengalami masa perubahan besar-besaran pada keadaan sosialmu. Di Gaist mungkin kau adalah seseorang dengan kondisi mapan dan terjamin. Tapi Taltarin bukanlah Gaist. Ego-mu membuatmu tak bisa menerima perlakuan orang-orang yang memperlakukanmu sama dengan yang lainnya.”

“Tapi dia memperlakukan saya lebih buruk dari yang lainnya!”

“Guan maksudmu. Kau harusnya bersyukur tidak jadi ditempatkan di rumahnya kan?”

Suara ketukan menghentikan pembicaraan mereka. Vivian pergi untuk membukakan pintu. Meisya masuk duluan dan langsung memeluk Vivian.

“Bagaimana keadaanmu, Nak?”

“Tak begitu buruk,” jawab Meisya. “Tuan Ray Guan tidak seburuk kesan awalnya.”

“Baru kali ini ada yang menyebutnya baik.” Vivian tertawa kecil. “Hei, Cherry, wajahmu agak pucat.”

Cherry berusaha ikut tersenyum. “Saya mengalami hal yang aneh tadi. Salah satu senjata Tuan Yoray-ion kehilangan kontrol dan hampir mencelakakan saya serta Trangend.”

Dengan cemas Vivian bertanya lagi, “Kalian terluka?”

“Tidak.”

“Syukurlah.” Vivian berpaling ke Willy. “Willy, kami sedang menunggumu dari tadi. Kamu belum sarapan kan?”

“Da-dari mana Anda tahu?” Wajah Willy memerah.

The WorldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang