Bab 2 Part 6 (Last Part)

2.3K 62 10
                                    

Keempat temannya terdiam.

“Ke-kenapa Revin berpikir se-seperti itu?” tanya Willy.

“Intuisiku mengatakan ini terlalu mudah. Pasti ada trik tersembunyi. Ah… pasti begitu!”

Willy tercengang, “Re-Revin menemukan sesuatu?”

Revin tak menjawab. Tangannya kembali diarahkan ke lingkaran. “Kali ini percayakanlah padaku!” Revin memutar kartunya dan memasang kartu itu secara terbalik. Bagian belakang kartu menghadap ke atas.

Ostwald menyenandungkan semacam lagu. “Gaist. Penutupan kartu sempurna. Seluruh kartu telah terkumpul.”

Kelima pemuda (dan pemudi) itu ditarik oleh sesuatu kekuatan menuju Ostwald. Menembusnya dan seketika melayang sekitar 2 meter dari permukaan tanah.

Ostwald memutar tubuhnya. Daun-daunnya berjatuhan. “Intuisi yang menarik. Kartu keempat memang memiliki jebakan. Itu sedikit hadiah dariku. Sekarang kalian tak perlu lagi berlari. Aku senang sekali, ada yang berhasil memecahkan teka-tekiku. Tinggal Fischer. Temperamennya agak buruk. Tapi aku yakin kalian bisa menanganinya. Sampai jumpa lagi, anak-anak Gaist.”

“Terima kasih,” seru kelimanya, takjub pada kemampuan Ostwald berkomunikasi.

Revin melesat duluan. Andrew berusaha menyusul dibelakangnya. Kemudian ada Willy yang terbang sambil memegangi kacamatanya agar tidak jatuh ke tanah. Sedikit ketinggalan, Cherry terbang berputar-putar. Sedangkan Meisya tidak henti-hentinya menarik tangan Cherry supaya tidak terbang ke arah yang salah. Kelimanya sangat menikmati pengalaman terbang tersebut. Senyum menghiasi setiap wajah. Ada untungnya juga mereka bisa terbang, karena jalan ke Fischer ternyata sangat rusak. Banyak batu besar menghalangi jalan dan lantainya terbelah-belah. Mereka menemukan Fischer lebih cepat daripada yang mereka perkirakan. Hadiah dari Ostwald menghilang secara perlahan-lahan. Mereka melayang turun. Menginjakkan kaki dengan lembut di tanah.

Fischer berupa sebuah pintu perak dengan pegangan berbentuk naga. Di belakangnya ada air terjun yang menderu memekakkan telinga.

“Berikan petunjukmu!” teriak kelimanya bersamaan.

Fischer tertawa mengerikan, pegangannya bergerak dan pintu itupun terbuka. Kelimanya terisap ke dalam Fischer. Berputar-putar dalam lingkaran angin dan berhenti tiba-tiba. Bagai daun kering mereka berjatuhan dalam kegelapan.

“Sakit sekali…” rintih Cherry.

Revin langsung meledak. “Apa maunya makhluk ini!?”

Di hadapan mereka bermunculan puluhan pintu dengan bentuk dan ukuran yang sama. Semakin lama semakin banyak, mencapai ratusan.

“Semuanya Fis-Fischer!” gagap Willy.

Sebuah suara menggema di ruang tak berbatas itu. “Carilah yang benar, aku ada di antara ratusan bayanganku. Kalian punya waktu dalam 10 hitungan mundur atau terjebak di sini. Selamanya.”

“Petunjuk macam apa itu!!!” Revin tercekat.

Sepuluh.”

Revin langsung berlari ke pintu terdekat. Membukanya. Pintunya menghilang. Pintu yang salah.

Sembilan.”

“Ini mustahil! Mana mungkin menemukan pintu yang benar dalam waktu sesingkat ini!” Cherry luar biasa panik.

Delapan.”

“Diam dan cari!” Andrew membuka setiap pintu di dekatnya dengan kasar. Salah. Salah. Dan selalu pintu yang salah. “Brengsekkk!!!”

Tujuh.”

Meisya bersandar di sebuah pintu. “Aku capek, rasanya sudah belasan pintu yang kubuka, dan semuanya bukan pintu yang kita cari.”

Enam.”

Willy menarik tangan Meisya. “Ja-jangan menyerah. To-tolonglah. A-aku tidak mau mati di sini.”

Lima.”

Revin bertabrakan dengan Cherry.

“Kau ke sana. Aku periksa yang di sini,” tuntun Revin.

Cherry mengangguk.

Empat.”

“Ngapain si Willy?” kata Cherry heran.

Andrew membanting pintu salah yang kesekian kalinya. Memelototi Willy dengan kesal. “HEI! Apa kamu tidak punya niat membantu kami!?”

Tiga.”

Willy tersenyum tenang. “A-aku bisa, ka-kalian tenanglah sedikit.”

Dua.”

Keempat orang lainnya terdiam. Tak tahu harus berbuat apa. Atau harus berkata apa.

Sementara Willy telah memejamkan matanya.

Satu.”

“Di-di situ!” Willy berteriak sambil mengacungkan jarinya ke sebuah pintu di belakang Revin. “Revin pintu itu! Itu Fischer yang asli!”

Revin menerjang pintu yang dimaksud. Memegang kenopnya.

Waktu ha—

Klek.

Pintu terbuka. Dan.

Itu memang pintu yang benar. Fischer yang asli.

Peluh mengalir deras di leher Willy. “Ha-hampir saja.”

Pusaran angin mengagetkan mereka. Menyedot kelimanya ke dalam Fischer. Berputar-putar lagi dalam lingkaran warna. Rasa hangat menjalar ke seluruh tubuh mereka. Pemuda-pemudi Gaist ini terbuai dalam kenyamanan yang tak terjelaskan. Bersamaan dengan mulai menghilangnya rasa itu, satu persatu membuka matanya. Terkejut menatap kerumunan orang-orang yang memandangi mereka penuh antusias. Kelimanya berdiri melayang di sebuah lingkaran cahaya ungu.

Seseorang di kerumunan berteriak, “Mereka berhasil!!!”

Akibatnya kerumunan tadi menjadi sangat ribut. Rupanya semua orang ingin memberi komentar juga.

Seorang pria dewasa berjalan mendekati. Badannya tegap, kuat dan kesannya terlihat berwibawa. Bartez.

Revin ikut tersenyum saat Bartez tersenyum ramah pada mereka. Bartez mengulurkan tangannya. “Selamat datang di Taltarin, para pemuda Gaist.”

Sorakan menggema. Kerumunan tadi semakin ribut. Berteriak dan saling berebut untuk mendekat.

Inilah Taltarin. 

The WorldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang