BAB III Taltarin Bukanlah Gaist : Part 1

2.2K 62 10
                                    

BAB III

Taltarin Bukanlah Gaist

Revin menjabat tangan Bartez. “Apa ini Kota Besar Barat?”

“Benar sekali.”

“Bisakah kami bertemu Ray Bartez?”

“Akulah orangnya.”

“Benarkah? Kalau begitu—“

Bartez membungkuk sedikit. “Mari ikut saya. Kalian pasti punya banyak pertanyaan. Ayo…” Bartez berjalan dengan mantap. Tanpa suara.

Kerumunan terbelah olehnya.

Kelimanya mengikuti langkah Bartez. Berjalan menyusuri bangunan-bangunan beton. Sesekali Bartez berpaling, memeriksa kalau-kalau dirinya berjalan terlalu cepat. Kerumunan tidak bubar juga. Jalan terasa menyempit.

Cherry memandang suram jalan yang dihiasi batu pualam itu. Terlalu bagus bagi sebuah jalan. Atau terlalu bagus bagi dirinya? Dibandingkannya dengan gang sempit yang terakhir dilihatnya. Cherry menghela nafas.

“Kenapa?”

“Uh?” Cherry agak terlonjak mendengarnya.

“Kamu tadi menghela nafas,” lanjut Revin.

“Bukan kenapa-kenapa kok. Cuma pengen saja.”

Revin tampak tidak percaya tapi dia diam saja.

Di belakang mereka, Meisya sedang mengobrol dengan Willy.

“Hebat sekali. Bagaimana Willy bisa tahu itu Fischer yang asli?”

“Oh, i-itu. Aku hanya mencari pi-pintu yang menjadi su-sumber suara Fischer. De-dengan begitu kita bisa tahu pintu mana yang me-merupakan Fischer.”

Meisya menatap kagum. “Pantas saja. Willy kan jenius ya?”

“A-aku ti-tidak sehebat itu.”

“Kenapa merendah? Kalau kenyataannya memang begitu.”

Willy tersipu. “A-apa Meisya punya banyak teman?”

Mata Meisya nanar, lemah seperti hatinya. Ditanya seperti itu bukanlah arah pembicaraan yang diinginkannya. “Kalau Willy?”

“Ba-banyak. Tapi tak ada yang tu-tulus.” Willy menunduk, berusaha menghindari tatapan Meisya. “Mu-mungkin karena kepintarankulah mereka berteman de-denganku. Aku tahu aku bu-bukanlah orang yang asyik u-untuk dijadikan teman. A-aku tak pernah ke bioskop, mall atau se-semacamnya. Mungkin ba-bagi mereka aku hanya produk IPTEK be-berjalan. Sa-sampai sekarang tak pernah satupun da-dari mereka yang ada untukku. Ada saat a-aku jatuh. A-ada saat aku bersedih. Atau ada sa-saat aku menginginkan mereka untuk me-mendengar keluh kesahku.”

“Tenanglah.” Meisya merengkuh tangan Willy. “Kau sudah menemukan seorang teman di sini.”

Willy kebingungan, “Si-siapa?”

“Aku.” Sambil nyengir Meisya mempererat genggaman tangannya pada Willy.

Andrew menonton keduanya dengan bosan. Mati-matian mengontrol mulutnya supaya tidak mengeluh. Hanya saja saat ini hal itu makin sulit dilakukan. Terdampar di dunia Taltarin saja sudah sangat buruk. Ditambah lagi dia terdampar bersama empat orang yang dianggapnya tak pantas untuk bergaul dengannya. Revin, anak sok kuasa itu, dikiranya dia siapa?! Memangnya dengan tubuh sedikit berotot saja dia sudah mengira dirinya Hercules. Cherry, tak pernah Andrew bertemu cewek dengan gaya sesinis dan mulut sepedas dia. Seakan-akan dia itu putri raja! Willy, ha… ha… si gagap itu bolehlah pintar, kekurangannya cuma satu, ‘membosankan luar biasa’. Tak ada sisi menariknya sedikitpun. Meisya, anak itu… Andrew mendengus. Sampai saat ini hanya Meisya yang berhasil mencuri perhatiannya. Meisya memang lemah tapi dia tampaknya bahagia bisa terlempar ke dunia Taltarin ini. Andrew ingin tahu. Benar-benar penasaran.

“Kita sudah sampai.” Suara Bartez membuyarkan lamunan Andrew.

Bartez dan kelima tamunya itu sekarang memasuki sebuah bangunan besar berbentuk donat. Di atasnya lima buah cincin logam berputar mengelilingi bangunan. Warna cokelat mendominasi gedung itu. Jendela-jendelanya yang berwarna merah menyembul keluar, mirip mulut gurita. Pintu utamanya besar dan kokoh, pegangannya mirip dengan kemudi kapal. Pintu langsung menyambung dengan koridor panjang melingkar. Setiap langkah mereka bergema di lantainya yang bening seperti kristal.

Bartez berhenti di sebuah pintu. Mengetuknya.

“Silahkan,” seseorang menjawabnya.

Bartez membuka pintu, menepi dan membiarkan Revin beserta keempat temannya masuk ke ruangan itu terlebih dahulu.

Serentak sekitar dua puluh orang berbaju hijau berdiri dari kursi mereka. Kecuali tiga orang. Yang pertama adalah seorang nenek berusia satu setengah abad lebih yang memegang tongkatnya dengan penuh wibawa. Kedua, seorang gadis seumuran Revin dan teman-temannya, yang tersenyum sangat ramah, kecantikannya terpancar lembut menenangkan. Dan yang ketiga, seorang pria berdagu lancip, memegang cangkirnya dengan angkuh, memandang Revin dan teman-temannya dengan ekspresi melecehkan, dialah Guan.

“Mari kuperkenalkan,” tukas Bartez memulai pembicaraan. “Semua yang berada di ruangan ini adalah para pegawai pemerintahan Kota Besar Barat. Beliau…” Bartez membungkuk ke arah si nenek, “… adalah Ray Del-grand, Pemimpin kota ini.”

Ray Del-grand memandang Willy dengan tajam. Membuat yang dipandangi tertunduk ketakutan

“Lalu dimulai dari sebelah kiri beliau adalah Gesentd, Ketua Bagian Pangan kami.”

Gesentd yang sangat gendut ditunjang mata yang sipit, melemparkan pandangan nakal ke arah mereka. Menarik kursinya dan duduk kembali.

Satu persatu Bartez menyebutkan nama dan jabatan orang-orang itu. Yang diperkenalkan akan duduk kembali setelahnya seperti Gesentd.

“Itu adalah Fliplan, Bagian Observasi Alam. Dialah yang pertama-tama mendeteksi keberadaan kalian.”

Fliplan mengangguk bersemangat. Membuka mulutnya dan mengoceh riang. Ocehannya berhenti saat mendengar dehaman Vivian.

“Kemudian, Triod, Bagian Inspeksi. Faratzi, Bagian Keuangan. Yoray-ion, Bagian Pertahanan, nah… ini dia. Intris, Netralisator ‘muda luar biasa berbakat’ kami.”

Intris, gadis yang berumur dua puluhan, tersenyum tenang. Rambut pendek sebahunya yang berwarna ungu terlihat sangat mencolok dibandingkan yang lain.

“Ah, kami tahu tentang dia,” celetuk Cherry. “Kata Oldryk, Intris adalah Netralisator yang sangat hebat.”

Intris langsung tersipu. “Tidak sehebat itu, buktinya aku—“

Bartez memotong kata-kata Intris, “Oldryk benar, Nak. Intris memang sangat hebat,” katanya sambil menepuk pundak Cherry. “Kulanjutkan ya? Di samping Intris adalah Haygena, Bagian Arsip Sihir. Selanjutnya… eng… Ray Guan, Bagian Teleportasi.”

Guan tak memandangi mereka, sibuk mengajak bicara Haygena.

Bartez lebih tak peduli lagi. “Si jangkung Cortaz, Bagian Ilmu Dunia Lain. Terakhir…” Bartez mendekati orang yang akan diperkenalkannya. Si gadis cantik tadi. “Perkenalkan, dia adalah anakku, Leana.”

Semua orang sudah diperkenalkan. Del-grand berdiri perlahan, “Mungkin Oldryk sudah mengambil kehormatan ini mendahuluiku. Tapi ada baiknya kuucapkan lagi. Selamat datang di dunia Taltarin kami, para penduduk Gaist. Baik kami maupun kalian sendiri kuyakin saat ini tak mengetahui pasti bagaimana kejadian ini bisa terjadi. Aku di sini akan menjamin, kami semua bakal membantu kalian mencari jalan untuk kembali ke dunia kalian lagi.”

Kelima anak dari Gaist entah kenapa seperti merasakan aliran darah mereka bergejolak. Ada harapan, dan semangat mereka menguat. Mereka ada di Taltarin. Dan mereka dituntun pada jalan yang benar, terlepas apakah mereka nantinya ingin kembali atau tidak ke dunia asal mereka.

The WorldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang