Kamar ini masih sama seperti dulu. Warna biru yg mendominasi membuatku merindukan kamar ini. Bahkan foto itu masih terpajang rapi di dinding kamarku. Aku meraih foto itu, disana terlihat wajah bahagia teman-teman masa SMA, termasuk dia. Dia yg hingga kini mengisi hati ku. Dia yg entah dimana keberadaannya. Dia yg sangat aku rindukan.
Astaghfirullahal'azim, STOP SYIFA! Mengapa kamu berlebihan seperti ini! Seharusnya kamu bisa mengendalikan diri, ini salah! Ini zina hati Syifa!
Aku menaruh foto itu kembali. Seharusnya aku tidak berlebihan seperti ini.
Drrrttt...
From : 081368xxxxxx
Assalamu'alaikum, Syif.
Insya Allah secepatnya aku akan datang melamarmu.AS
Pesan singkat itu membuat jantungku berdetak lebih cepat. Bahkan aku tidak tau siapa pengirim pesan itu. Aku tidak pernah memberi nomor telpon ku kepada sembarangan orang. Hanya keluarga dan teman terdekatku yg menyimpan nomor telpon ku.
T-tunggu, apakah 'AS' ini inisial si pengirim? Otakku berpikir dengan keras. Siapa orang ini sebenarnya?"Syifa..", panggil mama diambang pintu. Mama masuk ke kamarku, dan duduk diatas ranjangku. Raut wajah mama sangat susah aku tebak, tidak biasanya mama seperti ini.
"Mama baik-baik aja kan?", tanyaku dengan rasa khawatir
"Mama sayang banget sama kamu nak, mama belum siap jauh dari kamu", Air mata membasahi pipi mama dan membuatku refleks langsung memeluk mama.
"Mama kok ngomongnya gitu sih, Syifa juga sayang sama mama, sayang banget malah", ucapku
"Maafin mama kalo mama sama papa nggak pernah cerita sama kamu masalah perjodohan ini, Fa"
Nafasku seakan terhenti saat mendengar kata "perjodohan", bahkan aku belum siap untuk hal itu. Haruskan secepat ini?
"Kamu jangan khawatir sayang, insya Allah pilihan papa sama mama ini yg terbaik buat kamu, dan mama harap kamu tidak mengecewakan kami sayang. Dan besok akad nikahmu akan dilaksanakan."
Besok?! Akad nikah?! Ingin sekali rasanya aku protes, tapi aku tidak bisa melakukannya, aku tidak ingin mama dan papa kecewa. Mama pun keluar dari kamarku, dan memberi ruang untukku sendiri.
Tidak mungkin aku menolak perjodohan ini. Tapi, biasakah aku melupakannya? Sanggupkah aku merelakan perasaan ini? Ya Allah, jika ini merupakan rencana-Mu tolong hilangkan perasaan ini Ya Rabb, izinkan aku mencintai lelaki pilihan orangtuaku. Aku tidak ingin mengecewakan mereka. Hanya itu.
Aku teringat akan pesan singkat itu. Bahkan aku baru sadar jika "AS" itu adalah inisial orang yg selama ini kuselipkan namanya di dalam doa ku.
Arzan Sauqi
Ya Allah, mengapa sesulit ini. Bagaimana bisa aku memilih?
*-*-*
Aku melihat bayanganku di cermin, hari ini adalah hari dimana lelaki pilihan Papa dan Mama akan mengucapkan ijab qobul. Bahkan orang yg selalu kuselipkan dalam doa juga berjanji akan datang melamarku, yg entah kapan itu. Keputusan sudah bulat, aku akan menerima perjodohan ini. Tapi, mengapa selalu Arzan yg ada dihati ku hingga saat ini.
Aku mengenakan gaun putih dengan jilbab yg senada. Sekarang aku masih berada di depan cermin. Bahkan aku tidak menyangka, mengapa secepat ini.
"Kenapa masih disini, Fa? Calon suami mu sebentar lagi akan datang, kamu tidak ingin melihat ijab qobulnya langsung?", tanya bang Reyhan yg tiba-tiba saja sudah berada di kamarku.
"Kok diem sih? Syifa nggak seneng sama perjodohan ini?", timpal bang Rayhan lagi.
Aku hanya diam.
"Kamu yakin nggak mau tau sama nama calon mu itu, Fa?"
Aku tetap diam.
"Kalo Arzan tau calon istrinya seperti ini gimana ya reaksinya"
Ucapan bang Reyhan membuat ku menatapnya tidak percaya. Aku tidak mungkin salah dengar apa yg dikatakannya barusan.
"Bang Rey nggak bercanda kan?"
"Abang serius Syifaaa"
"Kenapa nggak kasi tau Syifa sih bang kalo dia itu Arzan?"
"Lagian kamu sok sok-an gamau tau sama calonnya sendiri"
Seketika rasa gelisah ini hilang. Dan sekarang aku merasakan sangat bahagia. Aku senang ternyata lelaki pilihan orang tua ku itu adalah lelaki yg namanya selalu kuselipkan dalam doa.
Tak henti-hentinya bibirku mengucapkan syukur kepada Allah karna telah mengabulkan do'a ku. Bahkan tinggal hitungan menit lagi dia akan datang yg mengucapkan kalimat sakral itu.
"Sekarang udah tau kan siapa calon mu? Abang mau ke luar dulu, itu si Albar udah rewel", bang Reyhan pun keluar dari kamarku dan menyusul anaknya yg tangisannya sempat terdengar oleh ku.
Setengah jam aku menunggu di dalam kamar, tetapi tak ada suara ijab qobul terdengar oleh ku. Saat aku hendak keluar kamar, mama tiba-tiba saja masuk dan memelukku.
"Ma, ada apa?", aku merenggangkan pelukan mama.
"Syifaa..", gumam mama
"Ma, ada apa? Kenapa mama seperti ini?", tanyaku sembari menuntut penjelasan dari mama
"Calon suami mu..",ucap mama menggantung
"Iyaa Ma, Syifa udah tau siapa calon suami Syifa, Syifa sangat bahagia dengan pilihan Mama sama Papa"
"Bukan itu yg ingin Mama sampaikan, Syifa. Calon suami mu mengalami kecelakaan"
Seketika badanku terasa lemas, tak sanggup lagi rasanya untuk berdiri. Bahkan cairan bening itu mulai keluar dari mataku. Pandanganku mulai buram. Dan gelap.