SCENE SEVENTEEN

1.7K 152 1
                                    

Enjoy Reading ~

Jika itu gadis lain?

"Tentu saja," jawab Ben tegas.

       Ketiga orang itu tahu jelas bahwa jawaban Ben tidak sepenuhnya murni dari hati. Lucy memutuskan untuk bergerak mendekati Ben dan membuat Nic melangkah mundur, "Aku yang melakukannya."

       Alice dan Nic tersentak, sedangkan Ben menatap Lucy tidak percaya. "Kau butuh penjelasan? Baik akan aku jelaskan. Satu sekolah ini sudah tahu bahwa aku tidak menyukai gadis Priceton. Jika kau menginginkan alasan dibaliknya, maka aku menolak untuk memberitahumu. Ini adalah masalah pribadiku dengannya. Kuharap kau tidak ikut campur."

       "Apakah kau mencoba melindungi seseorang?" hardik Ben.

       Dengan tenang Lucy kembali menatapnya, "Tidak."

       Ben melihat sorot mata Lucy yang memancarkan kemarahan namun dia tetap berkata-kata dengan tenang. "Kau berbohong. Dia mengatakan padaku bahwa bukan kau pelakunya." Mencoba menerka apa yang ada di pikiran gadis ini bukan hal mudah.

       Senyum dingin terukir di bibir Lucy, hatinya seolah teriris benda tajam mendengar penuturan dari Ben. "Itu hal mudah. Aku hanya mengancamnya. Kau sepertinya terlalu mudah percaya pada kata-kata yang keluar dari bibir gadis itu."

       Ben mengerang kesal, ia hampir percaya kata-kata Lucy. "Dia hampir mati asal kau tahu!" bentaknya.

       "Tapi dia tidak," jawab Lucy singkat.

       "Bagaimana jika aku tidak menolongnya saat itu?"

       "Membunuh bukan pekerjaanku. Aku tidak sebodoh yang kau pikir jika aku ingin melakukannya."

       "Kenapa???" tuntut Ben.

       "Sudah kukatakan bahwa ini bukan urusanmu, kau bahkan bukan pacarnya, jadi kau tidak berhak ikut campur. Sekarang ... kau sudah mengetahui siapa pelakunya, apa yang ingin kau lakukan? Menghukumku? Mengeluarkanku dari sekolah? Atau melaporkanku ke polisi? Silahkan, aku tunggu," begitu kata-kata itu terlontar dari bibir Lucy, ia segera meninggalkan tempat itu.

       Alice berjalan menyusulnya sedangkan Nic masih terdiam di tempat.    Dengan sedikit berlari, akhirnya Alice bisa menyamakan langkah dengan Lucy. "Apa yang kau lakukan? Mengapa kau mengakuinya?"

       Dengan perasaan geram, Lucy menatap sahabatnya, "Alasan yang sama dengan mengapa kau melakukannya." Langkah kaki Alice terhenti membuat gadis itu berjalan lebih dahulu meninggalkannya. Ia kini mengetahui kenapa Lucy berbuat seperti itu. Lucy mengetahui bahwa dialah pelakunya. Merasa kesal karena sekali lagi ditolong oleh sahabatnya,  ia mengumpat Ben, "Pria bodoh!"

***

Kepala Sekolah meliburkan seluruh aktifitas belajar dalam rangka perayaan ulang tahun sekolah serta memberi kesempatan para murid untuk mempersiapkan penampilan mereka untuk malam nanti. Kesempatan itu dimanfaatkan Alice untuk mengunjungi sahabatnya sekaligus memastikan sesuatu.

       Sesampainya di pekarangan rumah Priceton, seperti biasa penjaga gerbang membukakan pintu untuknya setelah melewati pemeriksaan. Alice langsung melangkahkan kakinya melewati pintu masuk dan mendapati Lucy sudah berdiri menunggunya. "Hai," sapa Alice sambil melambai ringan.

       Sebenarnya Lucy sedang sibuk menyesuaikan gaun yang sudah ibunya pesan dengan dibantu desainer juga ibunya sendiri. Tak lama kemudian ia mendengar pesan dari pelayannya bahwa ada tamu untuknya, dengan senang hati ia segera keluar dari ruangan itu dan turun menunggu tamunya masuk ke dalam rumah yang tak lain ternyata sahabatnya.

       Dengan malas, Lucy menunjukkan letak kamarnya dimana  ibunya dan desainer itu masih duduk menunggu Lucy kembali. "Ah, akhirnya kau kembali. Aku baru saja ingin mengusir tamu itu karena dia  menganggu. Well, kaukah itu Alice?" Mrs. Priceton memicingkan matanya melihat gadis yang kini berada sedikit di belakang Lucy.

       Alice tersenyum sopan dan membungkuk hormat sesaat, "madame, maafkan aku menganggu kegiatan Lucy, tapi madame tak perlu khawatir karena aku akan ikut memaksanya." Setelah mengatakan hal itu, ia mengedipkan sebelah matanya pada Lucy. (Madame : Mrs atau nyonya.)

       Mrs. Priceton tersenyum senang dan mendekati Alice, ia bahkan memeluknya. "Sudah lama tak berjumpa Alice. Kau terlihat semakin cantik. Aku sudah mendengar mengenai kepindahanmu kemari. Lucy beruntung bersahabat denganmu," ucapnya ramah.

"Baiklah ladies, kalian kutinggal karena aku masih memiliki beberapa urusan. Selamat bersenang-senang," Mrs. Priceton mengecup pipi Lucy sekilas dan melambaikan tangan pada semua orang.

Keadaan hening sesaat sampai Alice meyakini bahwa Mrs. Priceton sudahmelangkah jauh, "Apakah saudara tirimu ikut?" tanya Alice akhirnya.

       Lucy duduk di depan meja riasnya yang sudah ditunggu oleh beberapa ahli penata rias. "Aku tidak tahu, mengapa?" salah satu penata rias itu mulai memainkan jari-jarinya dengan ahli, menggunakan beberapa kuas, ia mengubah penampilan Lucy.

       Alice terlihat berpikir, "Kau tidak khawatir jika ia datang dan bertemu dengan Ben?"

       "..."

       "Dengar, kau tidak akan membiarkan hal ini terus berkelanjutan kan?" tanya Alice lagi.

       "Seharusnya dia tidak pergi karena ia tidak memiliki satu pun gaun. Seluruh gaunnya sudah dibakar oleh ibuku. Perhiasan-perhiasannya juga disita," jawab Lucy dengan tenang. Namun sebenarnya dalam hatinya juga meragu.

       Alice juga ikut duduk di samping Lucy, penata rias lainnya mulai memainkan rambut indah Alice. Mereka berdua dirias secara bergantian.

"Kita tidak tahu sampai kita membuktikannya."

Dont Forget The Votes Button ❤️

R.V

[TFS-1] Stepsister Story [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang