Update sebelum misa dimulai. Happy Christmas everyone!!!
Enjoy Reading~
Lucy terhenyak. Seketika rasa hangat menjalar dalam hatinya. Muncul sepercik pikiran ingin mengungkapkan yang sebenarnya, namun ia sadar jika ia mengungkapkannya, situasi sekarang pasti akan berubah.
"Jika kau ingin mengetahui pemilik benda itu, maka aku tidak bisa memberitahukannya padamu. Mengenai siapa gadis yang berdansa denganmu, itu bukan urusanku. Jadi bisakah kau mengembalikannya padaku? Kurasa tanpa benda itu pun kau bisa menemukan gadis misterius itu."
Ben menggeleng pelan sambil tertawa kecil. "Kau salah nona. Aku ulangi sekali lagi, aku ingin mengetahui siapa pemilik hairpin ini dan siapa gadis yang bersamaku malam itu. Beritahu aku siapa pemiliknya, maka aku akan mengembalikannya. Aku tahu, kau juga mengetahui siapa gadis misterius itu. Jika memang hairpin ini ada padamu selama ini, maka sudah dipastikan ia ada hubungannya denganmu. Bukan begitu?"
Lucy tersenyum, namun dalam hati ia merasa kesal. Pria ini tentu bukan pria bodoh. Namun ia tidak menyangka Ben bisa menebak sejauh itu. "Kau boleh menyimpannya." Lucy berjalan meninggalkan ruang basket.
Ben mengerjap beberapa kali. Ia kira kata-kata tadi mampu membuat Lucy membongkar informasi yang diinginkannya. Namun ia tidak menyangka, gadis itu justru memilih menyimpannya rapat-rapat. Sungguh gadis keras kepala.
***
Habis kesabarannya menunggu Cindy yang tak kunjung memiliki akal untuk mendapatkannya. Setelah kejadian siang itu, saat Lucy memintanya sendiri pada Ben, pria it uterus mengikutinya kemana pun ia pergi.
Ben terlihat gigih mendesak Lucy karena ia yakin, Lucy memiliki jawaban atas pertanyaannya. Hal itu membuat Nic dan juga Alice kebingungan. Mereka berdua tidak tahu apa yang terjadi. "Apa kau menyukainya?" tanya Nic spontan saat mereka berada dalam kelas.
"Siapa?"
"Tentu saja si Morgan. Kau mengikutinya seharian selama dua hari ini," Nic memutar bola matanya.
Mengingatnya membuat Ben tersenyum geli, entah sejak kapan ia jadi menikmati membuat gadis itu merasa kesal. " Tidak. Ada sesuatu yang ia miliki dan aku harus mengambilnya."
Nic memasang wajah bodohnya karena tidak mengerti apa yang Ben ucapkan.
Sepulang sekolah, Lucy segera menuju mobilnya. Sudah cukup dua hari ini Ben membuat detak jantungnya berdebar tak karuan. Ia takut tidak bisa mengontrol dirinya lebih jauh jika terlalu sering berdekatan dengan pria itu.
Walaupun hatinya merasa senang atas kelakuan itu, namun perasaan kesalnya berbanding sama dengan perasaan senangnya. Ia tahu maksud dan tujuan Ben melakukan itu hanya untuk mengetahui siapa gadis yang bersamanya malam itu, yang tak lain adalah saudara tirinya.
Tentu saja, Lucy sudah bertekad sampai kapanpun ia tidak akan pernah memberitahu yang sebenarnya pada Ben. Tidak akan ada akhir yang bahagia untuk pangeran dan sang Cinderella, bukankah itu tugasnya sebagai saudara tiri?
Saat ia sudah menjalankan mobilnya, ia melihat melalui kaca spion di tengah, ada sebuah mobil mengikutinya dari belakang. Ia mengenali pemilik mobil itu. "Sial! apa yang dia lakukan?" umpat Lucy.
Keputusannya untuk mengetahui tempat tinggal Lucy adalah hasil pemikirannya dari semalam. Dalam hatinya ia percaya apa yang Lucy katakan mengenai ia sebagai media penyimpanan benda itu. Hal itu membuat Ben berpikir, jika Lucy menyimpannya selama ini, maka hanya ada satu kemungkinan benda itu bisa beralih ke tangan orang lain. Dicuri.
Namun yang membingungkan adalah Lucy jelas-jelas tidak mengatakan bahwa itu dicuri, justru ia bersikap seolah tidak peduli siapa pencurinya. Hanya satu yang bisa disimpulkan saat ini, bahwa pencurinya berada dekat dengan Lucy sehingga memungkinkan ia mengambil tanpa sepengetahuan pemiliknya.
Lucy terus membawan mobilnya menggitari jalan di sekitar sekolah. Ia tidak mungkin pulang saat ini dengan kondisi seperti ini. Dengan perasaan kesal, ia menambah kecepatannya agar Ben kehilangan jejaknya.
Mendadak seorang bocah laki-laki terlihat keluar dari minimarket dan menyebrang jalan membuat Lucy menginjak rem dengan cepat membuat airbag mengembang, membuat kepala Lucy membentur kaca samping.
Dibelakangnya Ben menyaksikan hal itu ikut terkejut. Ia menepikan mobilnya dan segera turun melihat keadaan Lucy dalam mobilnya. Ben bisa melihat sebuah retakan pada kaca samping, namun tidak pecah.
Airbag masih mengembang, membuat Ben tidak bisa melihat jelas keadaan Lucy. Ia mencoba membuka pintu mobilnya, namun masih terkunci. Baru saja ia akan mengambil tindakan untuk memecahkan kacanya, anak kecil yang terduduk di depan mobil Lucy menangis.
Ben memutuskan untuk menolong anak tersebut terlebih dahulu. Setelah memastikan tidak ada luka apapun pada anak tersebut. Segera ia kembali pada mobil Lucy. Airbag sudah mengempis. Terlihat Lucy terduduk lemas.
Ben membelalakan matanya. Tidak! Kumohon semoga tidak terjadi apapun.
Dont Forget The Votes Button ❤️❤️
R.V
KAMU SEDANG MEMBACA
[TFS-1] Stepsister Story [END]
Ficção AdolescenteSebuah tragedi mengubah satu kehidupan layaknya salah satu cerita dongeng sebelum tidur, Cinderella. Dimana ada pesta dansa dan sepatu kaca. Namun, sepatu kaca yang Cinderella gunakan bukan miliknya, melainkan ia meminjamnya dari sa...