26. bahagia

699 14 0
                                    

[ 26 ]





Walaupun syauqi sudah sembuh dan mulai masuk kantor lagi, namun Ila was-was dengan kesehatan suaminya, ia selalu menyiapkan obat-obatan yang di berikan dokter selepas pulang dari rumah sakit satu minggu yang lalu. Seperti pagi ini di dapur setelah Ila selesai sarapan ia bergegas mengambil obat dan membukanya sambil menunggu Syauqi yang belum selesai mengunyah satu suap terakhir nasi gorengnya, Syauqi suka sekali nasi goreng.

"Itu apa sayang?" Tanya Syauqi setelah meneguk segelas air, tangannya menaruh gelas itu di meja, melihat Ila yang sibuk menyobek bungkus obat dan di kumpulkan di telapak tangannya sendiri.

"Obat." Kata Ila melirik sekilas suaminya lalu kembali mengumpulkan obat di tangannya.

"Buat siapa?"

"Buat kak Syauqi lah, aku kan nggak sakit."

Syauqi tersenyum, ia berdiri dan mendekati Ila, membuka kepalan tangan istrinya dan mengambil obat-obatan itu lalu membuangnya di tong sampah dapur.

Mata Ila terbelalak "kak, kok di buang?"

"Aku kan udah nggak sakit, sayang."

"Are you sure?"

" yes, I'm sure, honey."

" i'm sorry."

"Nothing."

Mata Ila terbuka lebar, wajah syauqi kini semakin dekat dengan wajahnya, ia mengatur napasnya sambil memejamkan matanya, entah apa yang akan terjadi selanjutnya yang jelas Ila tidak merasakan dirinya ada di bumi.

"Kenapa matanya di tutup?"

Spontan Ila melotot mendengar ucapan Syauqi yang wajahnya masih dekat.

"Eum.. kak Syauqi mau apa?"

Syauqi tertawa dan menarik tubuhnya lagi. "Kau pikir, aku mau apa? Aku hanya melihat jilbabmu, kau cantik juga, sayang. Nyaman kau pakai itu? Aku akan beli lagi untukmu."

Ila menghela napas sambil membenarkan jilbabnya. "Tidak usah lah kak, masih ada dua lagi yang belum Ila pake nanti mubadzir, Ila nggak mau nanti kelamaan di intrograsi malaikat di yaumul hisab cuma gara-gara kebanyakan jilbab."

Syauqi terkekeh melihat istrinya, ia menggeser kursi dapur lalu duduk untuk membenarkan sepatunya.

"Lagian, jilbab yang kakak beli itu mahal mahal, satu jilbabnya kalo di beliin beras dapet sepuluh liter, kan sayang, bisa dah tuh buat makan kita sepuluh hari." Kata Ila sambil ikut duduk di kursi sebelah Syauqi.

Syauqi tertawa lebar, lalu meraih tangan Ila dan menciuminya berkali-kali. "Harga nggak penting, yang penting kualitas jilbabnya bisa bikin kamu nyaman, motifnya bagus kan nggak mencolok? Nggak tembus pandang juga? Lebar lagi menutupi dada." Syauqi menatap Ila dengan penuh cinta.

"Iya sih nyaman banget, tapi kakak jangan beli lagi ya, nanti kalo udah ada yang rusak Ila tinggal bilang sama kakak suruh beli lagi."

"Iya sayang," Syauqi melepas tangan Ila, menatap arloji di pergelangan tangannya. "Sayang, tolong ambilin tuxedo aku dong."

Ila mengangguk lalu beranjak untuk mengambil tuxedo suaminya di kamar atas.

Sambil menunggu Ila kembali, Syauqi meraih piring bekas sarapan dan mencucinya di wastafel, menggulung kemejanya lalu memutar kran hingga airnya mengucur membasahi piring yang akan Syauqi cuci.

Udara pagi ini membuat hati Syauqi merasa tenang, ia mengatur napasnya sambil memandangi pemandangan luar dari balik jendela.

"Ini kak?"

Bersamaan dengan Syauqi selesai mencuci piring dan mengelap tangannya Ila pun datang.

"Kenapa kakak yang nyuci, biarin Ila aja, tuh kan kemejanya basah." Sesudah menangkalkan tuxedo di kursi Ila dengan sigap menarik lengan Syauqi dan mengancing lengan kemejanya yang sempat di gulung.

"Nggak basah kok." Kata Syauqi, ia berjalan dan meraih tuxedo nya.

"Sini Ila pakein." Syauqi menyerahkannya ke tangan Ila, lalu meregangkan tangannya. "Jangan lupa nanti malam, setoran ya?" Kata Syauqi.

"Iya kak."

"Yang semangatnya, sayang."

"Iya kak." Ila tersenyum melihat tuxedo yang sudah menyatu dengan tubuh kekar itu.

"Aku berangkat dulu, Assalamualaikum?"

Ila meraih tangan Syauqi dan menciumnya. "Waalaikumsalam, hati-hati kak."

"Tetep di rumah, nanti kalo butuh apa-apa telpon aja ya sayang."

"Iya kak."

Cukup seperti ini, cukup dengan sentuhan lembut itu, cukup dengan senyuman itu, cukup dengan tatapan itu, hidup Ila merasa cukup. Ia tidak tahu kenapa hidupnya jadi sebahagia ini? Apa yang sudah ia lakukan dahulu? Kenapa Tuhan begitu baik kepadanya? Walau kemarin Ila mengalami ujian lewat Inu namun ia merasa tidak terjadi apa-apa karna sekarang sudah terbayar sudah, ia bahagia, demi Allah Ila bahagia.


***
REVISI ✔

SAHABAT HIJRAHKU [Proses Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang