So don't be afraid to let them show. Your true colors
True colors are beautiful, like a rainbow. Show me a smile then
-True Colors-Di sudut kelas XII-4 MIPA, Mirza tenggelam dalam manga Bleach edisi terbaru yang sedang dibaca tanpa mempedulikan keriuhan yang terjadi di sekitarnya. Biasa dia akan menjadi bagian bahkan seseorang yang memulai keriuhan tapi pagi ini dia memilih untuk menyelesaikan membaca manga sambil menunggu sahabatnya datang.
Kakinya sengaja ditopangkan di bangku sebelah. Dia sengaja melakukannya agar bangku itu tidak diduduki oleh siswa lain. Itu bangku Endra. Sementara dua bangku yang berada di depan bangkunya dan bangku sebelahnya di-tag dengan meletakkan tas dan tumbler, bangku itu untuk Ellie dan Renata.
Renata. Entah sejak kapan ada perasaan aneh yang muncul setiap kali dia mengingat cewek berambut lurus itu. Bahkan hanya dengan menyebut atau mendengar nama Renata disebutkan dia sudah kehilangan kendali atas jantungnya. Ini alasan mengapa dia selalu mengisengi Renata. Prinsinya, cowok lain mungkin bisa membuat Renata tertawa, tapi hanya dia yang bisa membuat cewek itu kesal. Ekspresi kesal Renata, pipi memerah yang kontras dengan kulit putihnya dan gaya memanyunkan bibir serta hentakan kaki, adalah miliknya. Ini rahasia kecil yang tida akan diberitahukannya kepada siapapun. Gila aja kalau sampai Renata atau yang lain tahu. Mau ditaruh di mana mukanya?!
Suara pintu yang dibuka memecah konsentrasi Mirza. Dengan cepat dia mengalihkan perhatiannya ke arah pintu. Senyum seketika terulas dan dengan dengan bersemangat melambaikan tangan kea rah Endra, Ellie dan Renata yang tergesa masuk karena bel masuk sudah berdering beberapa saat yang lalu.
"Lama banget! Pada habis dari kantin, ya?" Mirza tahu kalau selama seminggu ini kafetaria sekolah yang lebih sering disebut kantin oleh para siswa belum mulai beroperasi. Kegiatan belajar mengajar juga masih belum normal karena para guru masih fokus melaksanakan oreintasi sekolah untuk siswa baru.
"Temen kamu, tuh, ngegodain anak baru mulu," Renata memindahkan tumbler Mirza, "Aku duduk di sini. Kamu dekat jendela, ya?"
"Kamu aja yang dekat jendela," jawaban spontan Ellie tidak hanya menghasilkan kernyit bingung di wajah Renata. Endra dan Mirza juga melemparkan tatapan bingung yang sama. Ellie yang mereka kenal selalu memilih duduk di dekat jendela jika memungkinkan. Cewek itu suka melihat langit. Selain itu, berada di dekat jendela juga membuatnya merasa tidak terkurung.
"Tumben?" Sepotong kata ini memecah keheningan aneh yang mendadak menyelimuti mereka.
Endra memindahkan tas Mirza, "Kamu di sini aja. Di depan aku. Nggak enak duduk depan Mirza. Tahu sendiri dia kalau iseng suka lebay."
"Kampret!" Mirza melempar manga yang ada di atas meja, "Ada benernya, sih. Mending kamu depan Endra, deh. Kasihan Renata kalau duduknya jauh dari aku."
"Sialan! Nggak gitu juga, ya! Aku milih duduk sini karena tahu kalau Ellie sukanya deket jendela. Siapa juga yang mau deket-deket kamu?!"
"Masih pagi Non udah marah-marah aja, nih. Kangen, ya, Non, sama Abang?" Mirza tentu tidak bisa melewatkan kesempatan untuk menggoda cewek itu.
"NGAREP!" Renata menjawab cepat sambil berusaha menyembunyikan pipinya yang memerah. Tindakan yang sia-sia karena Mirza sudah terlebih dulu melihatnya dan semakin bersemangat untuk mengisenginya.
Ellie memperhatikan sahabat-sahabatnya tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Biasanya dia akan ikut menggoda Renata, membantu kedua sahabat cowoknya, tapi kali ini bukan hari yang biasa. Setengah terpaksa Ellie meletakkan tas pada gantungan yang tersedia di bangkunya sambil menarik napas panjang. Tanpa alasan dia melemparkan pandangan ke luar jendela.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Salad Days [Completed]
Teen FictionTHE SALAD DAYS - Cerita cinta pertamaku fiksi remaja oleh Dy Lunaly "Mungkin dia memutuskan untuk pergi karena sejak awal dia nggak pernah mencintaiku" SMA selalu identik dengan cerita cinta. Pertama kali tertarik pada lawan jenis, tersipu karena p...