Side Story - Morning's Story

20.7K 1.4K 63
                                    

ENDRA

"Dra!" Teriakan Chaundra seketika memutus mimpi Endra.

Cowok itu segera terduduk bangun lalu mengerjapkan matanya beberapa kali seperti orang linglung sebelum sadar kalau ini sudah pagi dan dia harus segera bersiap ke sekolah.

"Endra! Kamu udah bangun atau aku perlu guyur kamu pakai air?!" Ancaman yang tidak pernah berubah sejak tujuh tahun yang lalu ketika ibu mereka meninggal dan Chaundra harus mengambil alih peran beliau.

"Udah bangun!" Endra balas berteriak.

Walau sebagian dirinya ingin kembali tidur tapi seperti biasa berakhir dengan dia ke kamar mandi untuk mandi dan bersiap. Tidur lagi hanya akan membuatnya terlambat dan mengundang kemarahan Kak Cher, nama panggilkan Chaundra.

Tidak banyak yang tahu kondisi keluarganya. Bukan karena Endra malu atau takut dikasihani jika teman-temannya tahu kalau dia sudah tidak memiliki ibu. Dia malu kalau ketahuan memiliki tiga orang kakak dan satu orang adik yang semuanya perempuan. Dan mereka berempat senang merisak Endra.

Setelah mandi dan berganti pakaian, Endra keluar dari kamarnya dan hanya dalam hitungan detik teriakan dari setiap sudut ruangan memenuhi telinganya.

"Kak Widhy, aku pinjem kaosnya, ya!" Itu suara Janya yang lebih suka dipanggil Yaya.

"Mampus! Gue telat," suara Kak Widhy terdengar ketika Endra melewati kamarnya, "BH gue manaaa?!" Sontak pipi Endra memerah mendengar teriakan kakak keduanya.

"Kak," Si Kecil Neina menyapa ketika dia memasuki dapur yang penuh aroma telur goreng. Sepertinya pagi ini Kak Cher kembali memasak omelet untuk sarapan mereka.

"Ya?" Endra meletakkan daypack di salah satu kursi meja makan.

"Ikatan rambut aku," adik semata wayangnya mengulurkan beberapa karet rambut, "Aku mau hari ini dibikin kayak rambutnya Elsa."

See? Ini aalsan kenapa Endra tidak ingin teman-teman tahu tentang keluarganya. Dia mencintai keempat saudara perempuannya. Tapi tetap saja dia tidak bisa membayangkan reaksi teman-teman seandainya mereka tahu. Tidak hanya itu, ada citra yang harus dijaga.

***

RENATA

Renata mengunyah roti bakarnya dengan perlahan. Satu kunyahan dilanjutkan dengan kunyahan berikutnya. Pelan tapi dia masih bisa mendengar suara geliginya beradu. Sesepi itu rumah yang ditinggalinya sejak kecil.

Rumah dua lantai berdesain minimalis tapi tetap memikirkan iklim Indonesia hingga nyaman untuk ditinggali ini terlihat lengang. Tidak ada keriuhan, tidak ada orang lain selain Renata dan beberapa asisten rumah tangga di bagian belakang. Jangan tanya di mana orang tuanya saat ini karena Renata tidak peduli.

Sejak Reihan kuliah di Amerika Serikat, rumah mereka semakin sepi. Bukan tanpa alasan Reihan mengambil kuliah di sana. Setiap ada yang bertanya dia selalu bilang kalau dia hanya menginginkan pendidikan terbaik. Tapi Renata tahu kalau alasan sesungguhnya bukan itu. Sama seperti yang akan dilakukannya tahun depan, Reihan menggunakan kuliah untuk menjauh dari rumah. Sejauh mungkin.

Renata kembali mengigit rotinya lalu mengunyah sepelan mungkin. Matanya masih terpaku pada layar tablet yang menampilkan laman milik seorang ahli biologi kelautan terkenal. Dia membaca cepat, menandai beberapa informasi yang menarik lalu tangannya menggulirkan layar untuk menampilkan laman lain yang masih berkaitan dengan biologi kelautan. Setiap pagi dia memaksa dirinya untuk membaca lima artikel terkait biologi kelautan, empat lamat surat kabar internasional dan tiga laman surat kabar nasional. Rutinitas dan rencana selalu membuatnya merasa lebih baik.

The Salad Days [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang