LIE

2.5K 111 0
                                    

Hari ini aku tidak pergi ke sekolah, karena sekolah sedang libur, semua guru mengadakan acara gathering. Jadi aku memutuskan untuk pergi bekerja saja di toko musik, semalam aku sudah meminta ijin agar di berikan waktu kerja dari pagi sampai sore, agar tidak terlalu diam di rumah seharian.

Aku sudah membereskan rumah dan tektek bengeknya, aku juga sudah berada dijalan bersama motor kesayanganku.

Tak perlu berlama-lama kencan dengan jalanan beraspal aku sudah sampai di toko musik.

Aku menghela napas panjang, terasa lega, tidak akan ada pengganggu kehidupanku disini. Aku bisa seharian santai dan mendengarkan musik yang selalu mengalun memenuhi seluruh ruangan toko musik.

Saat aku memasuki toko musik aku sengaja melewati pintu depan karena ingin cepat, aku juga menyapa dengan ramah dengan senyuman khasku kepada para pegawai yang lain.

Entah perasaan apa yang harus aku gambarkan sekarang, tapi... Aku bertemu lagi dengannya, gadis itu, dia pelanggan waktu itu.

Seorang gadis yang akhir-akhir ini selalu mengganggu pikiranku. Apa hanya perasaanku saja atau memang benar dia sangat memperhatikanku, dari awal aku masuk dia selalu melihatku.

Tapi aku berpikir, dia terlihat aneh saat melepaskan kalungnya, seperti merasa kesakitan.

Tapi sudahlah, aku segera berlalu kebelakang dan menyimpan tasku.
Tak lama aku kembali kedepan, gadis itu sudah tidak ada. Aku mencoba bertanya kepada pegawai lain tapi mereka pun tidak mengetahuinya.

Aku tidak terlalu memikirkannya, karena aku yakin aku pasti akan bertemu lagi dengannya, entah dari mana keyakinan ini datang, tapi aku merasa dia berbeda.

Apa mungkin dia bisa membantuku dari rasa trauma kepada seorang wanita selama ini? Aku tidak tahu jika sudah masalah itu, karena aku masih enggan berhubungan dengan seorang gadis, masih terlalu sulit untukku melupakan semuanya, semua yang telah terjadi.

Seharian ini aku selalu menyibukkan diriku di toko musik, sampai lupa kalau waktuku bekerja hari ini sudah habis dan digantikan dengan pegawai yang lain. Aku berjalan lunglai keluar toko musik, bukan karena galau tapi aku lapar, jadi aku memutuskan untuk mencari makanan, lalu akan mampir dulu mencari bahan referensi untuk tugasku di perpustakaan kota.






Aku sudah selesai mengisi perutku, selanjutnya tinggal pergi ke perpustakaan kota.

Tak mau membuang waktu lama, aku memakai motor untuk menuju ke perpustakaan kota.

Saat aku sampai disana, dan setelah memarkirkan motor, aku langsung berjalan menuju pintu perpustakaan yang megah.

Banyak mata yang tertuju padaku, tapi tidak aku hiraukan.

Aku langsung mendaftar dan menaruh tas terlebih dahulu untuk menandai meja yang akan kutempati.

Aku menyusuri rak-rak yang menjulang tinggi ke atas bak raksasa yang menghadang musuhnya. Beribu buku sudah ada di depan mataku, ada kekaguman yang aku rasakan saat ujung jariku menyentuhnya.

Aku berjalan menuju kumpulan buku puisi karya tokoh terkenal pada zamannya. Di setiap rak terdapat cela yang dapat melihat orang di sebelah rak yang lainnya. Tak berapa lama, mataku bertemu dengan mata seorang wanita di rak seberang sana, aku rasa aku mengenali bola mata itu. Mataku dan matanya saling mengikuti arah kaki ingin melangkah, dan akhirnya kami bertemu di ujung, dimana tidak ada rak yang menghalangi kami lagi.

Aku memang mengetahuinya, dia adalah gadis yang aku temui saat di UKS sekolah.

Gadis yang mempunyai selera musik yang sama denganku, dan gadis yang memiliki pipi yang selalu merona.

Dengan kode tanganku, aku mengajaknya duduk. Kami duduk bersebelahan, entah aku yang salah mengartikan sikap gadis itu atau memang benar dia terlihat canggung, rona di pipinya semakin terlihat.

Tapi jujur aku sama sekali tidak mengerti, beginilah aku tidak tau satupun mengenai seorang gadis.

Sudah 15 menit kami hanya saling diam, aku merasa terkadang dia mencuri pandang ke arahku, tapi tak pernah kupandang balik. Karena memang aku merasa malas saja untuk melakukannya, dan akhirnya, Jeng..jeng..jeng.... Yap, dia memulai pembicaraan.

"Hhmmm.. Maaf, waktu itu kita belum sempet kenalan, boleh tau siapa nama kamu?" satu kalimat yang pertama kali meluncur dari mulutnya.

"Ah iya, kenalkan namaku Ezra Anderson. Lalu namamu siapa?" tanyaku membalikkan.

"Namaku Inari Michizane."

"Seperti nama orang jepang ya?" tanyaku penasaran.

"Iya betul, aku memang turunan orang jepang."

"Mengagumkan ya."

"Mm.. Ezra boleh aku meminta sesuatu?" tanyanya, dengan raut wajah yang telah berubah.

"Tentu saja, mau meminta tolong apa?" tanyaku, dengan perasaan yang malas tentunya karena harus bertukar kata yang berkelanjutan dengan seorang gadis.

"Maukah, kau menjadi temanku? Aku tau kau memang anti dengan seorang gadis, tapi aku memang belum mempunyai seorang teman. Aku merasa kau berbeda, jadi aku ingin kau menjadi teman pertamaku disini. Tapi bisakah hilangkan rasa antimu itu hanya kepadaku?" jelasnya panjang lebar.

Entahlah apa yang harus kujawab, aku bingung, dan aku merasa sebenarnya yang dia minta itu adalah perasaan dia yang sesungguhnya kepadaku.

Aku berpikir, apakah aku harus menerimanya atau tidak. Mungkin saja gadis ini bisa membantuku kan untuk menghilangkan sedikit demi sedikit rasa traumaku ini, karena aku memang tidak bisa mendekati seorang gadis, saat aku mencoba mendekati pelanggan itu aku malah gagal.

Jadi karena sekarang ada yang berani dengan jujur mendekatiku tidak ada salahnya kan aku mencoba menerimanya.

"Ah yaaa.. Tentu aku mau Inari." jawabku, sambil menyinggungkan senyum manis yang jarang aku lakukan.

"Terimakasih Ezra." balasnya dengan senyuman juga.

Tak terasa sudah dua jam aku berada di perpustakaan ini, dan aku bukannya mencari referensi malah asik mengobrol dengan Inari, kami membicarakan segala hal. Dan aku pun meminta tolong kepadanya untuk membantuku menghilangkan rasa traumaku terhadap seorang gadis, dan aku mendapatkan respon yang baik dari Inari.

Karena hari pun sudah menjelang malam, dan perpustakaan akan segera tutup, aku dan Inari segera meninggalkan perpustakaan. Kami berjalan beriringan, sambil sesekali tertawa bersama. Aku merasa mulai biasa saja, meskipun tubuhku masih memberikan tindakan waspada karena ya memang aku tidak terbiasa.

Saat sampai di parkiran aku langsung menaiki motor dan menggunakan helmku, aku melihat Inari hanya berdiri mematung di sebelah motorku saja.

"Kenapa diam saja?" saat aku mengganggu lamunannya.

Sambil terlonjak kaget, "memangnya ada apa, kenapa kau belum pulang?" jawabnya spontan.

"Hahaha kau ini, aku sedang menunggumu melamun untuk segera naik ke motor." sambil menepuk jok belakang motorku.

"Benarkah? Maksudnya kau mau mengantar aku pulang?"

"Tentu saja Inari, kita kan teman" sambil mengerlingkan mataku.

Tidak menunggu lama, dia langsung menuruti perintahku untuk segera naik ke atas motor.

Selama di perjalanan aku dan Inari hanya diam saja, karena memang aku tidak mengerti dan tidak tahu ingin membicarakan apa. Dan Inari, mungkin dia lelah jadi hanya diam sepanjang perjalanan, sesekali ia menunjukkan arah mana menuju rumahnya.






Baiklah ternyata selama ini rumah Inari dekat dengan rumahku, hanya berjarak beberapa blok saja. Aku diam di depan rumahnya, menunggunya hingga masuk kedalam rumah. Lalu kami saling tersenyum dan melambai.

Aku berlalu, langsung menuju ke rumah. Merebahkan badan sambil menutup mata, dan pikiranku berbicara, apa yang aku lakukan sebenarnya....

Saat itu juga aku memasuki alam mimpi, tanpa mengganti baju dan masih dengan kondisi berantakan, juga dengan perasaan yang berantakan.

Black Angel [complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang