Hari Kesialan [01]

62 7 3
                                    

Sudah seminggu sejak bocah itu menyatakan cintanya padaku. Namun aku masih tidak ingin menjawabnya. Sungguh dia orang yang tidak pernah putus asa dan memiliki keyakinan tinggi walaupun aku telah menolak perasaannya berkali-kali.

Bukan hanya dia, setiap pria yang melihatku pasti dengan mudah jatuh cinta padaku. Yah walaupun aku tau mereka hanya menyukai wajahku dan tentu karena kekayaanku. Aku sangat benci dengan orang yang seperti itu.

Kembali kulanjukan langkahku menuju kelas. Suasana begitu sunyi tak ada suara bising sedikitpun disekitar kelasku. Perlahan kubuka pintu kelas yang tertutup itu dan masuk perlahan.

Semua mata kini tertuju padaku. Menatapku dengan tatapan khawatir. Bu Kenzha yang melihatku mematung di depan pintu menggelengkan kepalanya dan menatapku dengan kesal.

"Liora, sekarang pergi ke ruang ibu. Dan tunggu sampai jam pelajaran ibu selesai" ucap bu kenzha dengan datar.

****
Jam pelajaran pertama telah selesai, setelah menunggu hampir dua jam. Kini kulihat sosok wanita paruh baya yang membawa beberapa buku memasuki ruangan lalu duduk didepanku.

"Kenapa kamu terlambat lagi hari ini?"

"......."

"Liora.... jawab pertanyaan ibu" nada ibu kenzha mulai meninggi

"Hukum aja bu. Saya yang salah" ucapku dengan wajah penuh dosa.

"Ya ampun. Kalau begitu kamu bersihkan ruang olahraga"

"Ruang olahraga udah bersih bu"

"Kalau begitu kamu bersihkan ruang komputer"

"Diruang komputer banyak kabel bu. Kalau saya salah pegang terus ada yang rusak gimana ?"

"Mau kamu dimana ?" Ucap ibu kenzha geram

"Mau saya yah tidak usah dihukum bu. Cuman telat 15 menit juga. Masalah nya dimana?" balasku dengan santai dan tenang.

"Kalau begitu keliling lapangan 15 menit."

"Ibu mau bunuh saya?"

"Cuman 15 menit juga. Masalahnya dimana?" Ucap bu kenzha dengan penuh kemenangan.

Damn it!
Setelah menyelesaikan hukumanku. Aku kembali menuju kelas dan melanjutkan pelajaran seolah tak pernah terjadi apapun sebelumnya.

Namun nasib buruk kini mengikutiku. Semua tak berjalan lancar karena aku lupa mengerjakan tugas rumahku dan sialnya itu adalah pelajaran matematika.

Apa yang harus aku lakukan sekarang? Apakah aku bolos saja? Tidak! Itu akan membuat masalah semakin besar. Atau aku sebaiknya diam dan menerima semua yang terjadi dengan senyuman riang gembira ?

Terlambat sudah untuk memikirkan apa yang harus kulakukan karena entah sejak kapan, tapi kini guru matematika atau yang mungkin bisa disebut malaikat pencabut nyawa itu kini telah berada di dalam kelas.

"Selamat siang anak-anak. Apa kalian sudah mengerjakan tugas yang saya berikan?"

"Belum pak" ucap seluruh siswa dikelasku dengan serempak dan tanpa rasa bersalah.

"Karena kalian belum mengerjakannya. Jadi tugas itu dikumpulkan minggu depan"

Seluruh siswa tersenyum puas. Ada yang sujud syukur, menari jaipong dan membaca ayat-ayat suci.

Tapi semua berubah menjadi suasana mencekam dan suram ketika dengan wajah ceria pak guru berkata "Sekarang kita akan ulangan harian"

Oh sungguh ini menyebalkan. Meskipun aku menjawab semua soal yang diberikan tapi aku merasakan ini menjadi beban batin yang membuatku trauma melihat senyum manis dari guru matematika ku.

Because Love Not Need a ReasonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang