Untuk Tuan yang Melagu Dalam Sunyi

112 1 0
                                    

Apa kabar hari ini?

Entah mengapa aroma embun menghantarkan pertanyaan yang membisu seperti biasa
Ada deret awan di ujung sana mendikte nalar agar berlari pada citramu
Aku tengah menggali alasan, entah untuk menetap atau menghilang
Aku tak tahu.

Kata mereka kita sepasang kembar dititipkan pada ayah bunda yang beda
Lantas betulkah kata mereka?
Entah.

Aku merasa begitu yakin bahwa engkau pun tahu
Ada rahasia yang tersembunyi di balik tatap hambar yang saling bertukar
Ialah sebuah dimensi tersembunyi yang merantai detak-detak jantung hingga hilang debarnya
Karenanya kita menukar tatap hambar, senyum hambar, nada-nada hambar,
juga posesifitas yang terasa hambar.

Padahal yang didamba ialah lebih, seperti yang ada dalam imaji kala kita mengarungi sunyi dalam masing-masing diri

Entah.
Mungkin memang belum masanya
atau terlalu banyak cecunguk ingin menyudahi apa yang tak jua kita awali
Entah.
Aku hanya tahu bahwa memang benar engkau si tuan pemikat kembang yang terhilang

Mungkin ku tak ingin beranjak seperti halnya dirimu
Jadi biarkan detik yang makin keropos ini menuntun
langkah-langkah hambar nona dan teruna yang terbuai sunyi yang melagu.

[Dari kembang yang menanti hujan, untuk tuan yang bersenandung dalam kesendirian]

11 Oktober 2016. 09.26

Sudut PelepasanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang