#20

1.1K 169 26
                                    

Semuanya tidak pernah terasa seberat ini bagi Yonghwa, seharusnya ia sudah mempersiapkan diri untuk pembalasan dendam yang tinggal hitungan hari. Tapi disinilah ia, duduk lesu dengan suhu badan tinggi. Ya, karena ia memaksakan diri untuk menunggu Shinhye di tengah hujan akhirnya ia sakit. Jonghyun dan Minhyuk selalu datang untuk menemani dan merawatnya. Ini sudah dua hari, ia tidak nafsu makan dan tidak ingin beraktifitas. Dua hari ini hanya duduk di balkon dan merokok, setelah itu melancarkan teror-teror lain pada Jongsuk, hanya sedikit saja makanan yang berhasil mencapai lambungnya. Tubuhnya terlihat lebih kurus dengan kantung mata yang mulai menghitam. Jonghyun berjalan menghampiri Yonghwa yang berada di balkon, ia membawa ponsel Yonghwa yang terus berbunyi sejak tadi.

"Hyung, Shinhye terus menghubungimu. Bicaralah dengannya. Kau harus menyelesaikan semuanya, jangan seperti ini." Bujuknya pelan. Yonghwa mengambil ponselnya dan memasukkan benda itu ke saku jaketnya.

"Aku akan bicara dengannya nanti, sekarang aku hanya ingin sendiri." Jawab Yonghwa dingin.

"Dia pasti mengkhawatirkanmu, Hyung." Ujar Jonghyun. Yonghwa tertawa mengejek, mengacu pada dirinya sendiri. "Setidaknya makanlah makananmu, olahraga, dan cepatlah sehat." Jonghyun menepuk bahu Yonghwa dan pergi meninggalkan Yonghwa sendirian. Pria itu tetap menghisap rokoknya, sambil sesekali menyesap kopi yang sudah mulai dingin itu. Pria itu menatap kosong ke arah gedung-gedung tinggi yang memenuhi kota. Rokoknya habis, dan ia tak punya cadangan. Yonghwa menghela napas dengan berat. Jonghyun benar, ia harus sehat dan menemui Jongsuk secepatnya untuk menyelesaikan semuanya. Akhirnya setelah beberapa menit ia memutuskan untuk bangun dan membersihkan dirinya. Setelah itu ia pergi untuk berolahraga dan membeli sesuatu untuk dimakan, serta rokok tentunya.

***

Matahari sudah hampir terbenam di ufuk barat. Sudah waktunya gadis itu pulang ke rumah namun Shinhye tetap memandangi ponselnya. Tidak ada balasan dari Yonghwa. Selama dua hari ini pria itu seperti menghilang dari bumi. Tak ada kabar sama sekali tentangnya. Gadis itu tak fokus bekerja.

"Shinhye, kau baik-baik saja?" Tanya Jongsuk. Shinhye mengangguk dan tersenyum tanpa mengalihkan pandangannya dari ponselnya. Jongsuk mengambil kursi dan duduk di dampingnya lalu memutar kursi Shinhye menghadapnya. "Kau yakin?" Tanyanya sambil memegang dagu Shinhye dan membuat gadis itu menatapnya. Shinhye dengan perlahan menjauhkan wajahnya dari tangan Jongsuk.

"Aku baik-baik saja, dan aku yakin. Jangan khawatirkan aku." Jawabnya dingin. Shinhye bangkit dari kursinya dan pergi meninggalkan Jongsuk sendirian. Pria itu menatap punggung Shinhye nanar.

"Kau menghindariku." Gumamnya.

Shinhye terdiam di atap gedung kantor kepolisian itu. Pekerjaannya sudah selesai, ia sedang menunggu kasus lain yang mungkin saja akan diberikan pada timnya dan bisa membuat dia sibuk. Gadis itu menghela napasnya dengan berat. Pikirannya dipenuhi oleh Yonghwa. Ia masih sangat mencintai pria itu, ia juga membeci pria itu untuk apa yang sudah dilakukannya. Tapi seberapa besarpun rasa bencinya pada Yonghwa, Shinhye akan tetap mencintai pria itu. Ia melihat ke ponselnya, berharap ada satu balasan pesan atau telepon dari Yonghwa. Dan kembali lagi harus menelan kekecewaan karena pria itu belum juga merespon sampai saat ini. Shinhye pun memutuskan untuk pulang ke apartemennya.

***

Jongsuk terkejut saat ponselnya bergetar. Ada email masuk, untuk beberapa kali pengirimnya kembali tidak dapat diketahui. Pria itu menutup matanya dan mengatupkan rahangnya keras. Ia marah. Isi pesannya adalah kembali untuk mengancamnya. Jongsuk memutuskan untuk pergi meminta bantuan temannya untuk melacak email itu. Tapi tetap tidak dapat diketahui.

"Pengamanannya begitu ketat, aku tidak bisa menembusnya Jongsuk-ssi." Sesal temannya. Jongsuk mengangguk dan pergi dengan kekesalan yang masih memenuhi dadanya. Dragon, pasti dia yang mengirim ini. Pria itu pergi kembali ke ruangannya dengan gusar. Sambil memegang dagunya dan berjalan mondar mandir ia terus berpikir bagaimana cara menjatuhkan Dragon. Getaran di ponselnya membuat Jongsuk terkejut, ia dengan cepat melihat email yang baru sampai. Itu dari alamat email yang sama, "Duduklah dengan tenang atau kau tidak dapat berpikir jernih." Isi email itu mengatakan demikian. Pria tu mengedarkan pandangannya ke sekeliling ruangan, dan melirik ke arah cctv.

Di tempat lain Yonghwa tersenyum miring. Ia mengamati Jongsuk lewat cctv, sambil mengetikkan sesuatu ia terus tersenyum sinis. Ia sendirian di ruangannya, dengan penerangan minim. Yonghwa kembali menyulut rokoknya yang entah sudah ke berapa batang. Asbaknya sudah penuh dengan puntung rokok yang baru saja ia hisap selama beberapa jam ini. Sesekali ia meneguk bir kalengannya. Ia terkejut saat mendengar ponselnya berdering. Nama Shinhye kembali muncul di layar ponselnya. Matanya yang tadi menyala-nyala dengan dendam tiba-tiba meredup, dan Yonghwa hanya terdiam tanpa bernafsu untuk mengangkat telepon dari Shinhye. Ia menghembuskan napas berat. Sudah pukul 12 malam, dan Shinhye masih bersikeras untuk menghubunginya. Yonghwa masih belum siap untuk bicara dengannya, Yonghwa sudah mengira kalau nantinya Shinhye akan meninggalkannya maka ia masih berat untuk menemui Shinhye. Ia tak ingin melihat sorot terluka atau tatapan benci Shinhye jika nanti ia memberitaukan tentang dirinya kepada Shinhye secara langsung.

Pria itu mengacak rambutnya dengan gusar, lalu mematikan komputernya. Ia menyambar jaketnya dan pergi menuju apartemen Shinhye dengan motornya. Ketika sampai, ia langsung memarkir motornya dan pergi ke lantai 3, tempat dimana apartemen Shinhye berada. Yonghwa menekan bel dan menunggu seseorang datang untuk membuka pintu itu untuknya. Ia menghela napas dalam dan mempersiapkan diri untuk segala yang akan terjadi nanti.

***

Shinhye mengganti stasiun tv berkali-kali dengan malas. Ia memakan snacknya sedikit demi sedikit. Sesekali gadis itu melihat ponselnya, ia menghela napasnya dengan kesal. Mata coklatnya yang cerah melirik ke arah jam dinding, pukul 12 lewat 10 menit. Dan ia masih belum ingin tidur. Pikirannya masih saja dipenuhi Yonghwa. Shinhye merenung, matanya memandang kosong pada layar tv. Ia tersentak saat suara bel mengganggu lamunan suramnya. Menggerutu sebentar, ia memegang pistol miliknya dan berjalan pelan ke pintu depan. Ini sudah jam 12 malam, siapa yang bertamu? Apakah ada orang yang ingin menyakitiku? Pikirnya. Mempererat pegangannya pada pistol, ia membuka pintu perlahan dan langsung mengarahkan pistolnya kepada bayangan orang yang berdiri menyandar di samping pintu apartemennya.

Matanya melebar saat menyadari Yonghwa yang berdiri disana, dengan kedua tangan dimasukkan ke saku dan senyum tipis menghiasi wajahnya. Rambutnya sedikit berantakan, lingkatan hitam di bawah matanya terlihat jelas, dan pipinya yang tirus. Kulitnya telihat pucat, ia terlihat sangat...'hancur'. Kekehan mengejek keluar dari mulutnya. Lalu dengan perlahan kedua matanya yang biasanya mengintimidasi setiap orang memandang dengan redup ke arah Shinhye. Ujung pistol gadis itu masih berada dekat dengan kepala Yonghwa.

"Dua kali, Shinhye." Gumamnya perlahan dengan suara yang serak. Ia masih tidak sehat. Shinhye mengerutkan dahinya dan masih membeku di tempatnya. "Dua kali kau mengacungkan pistol ini ke arahku. Pertama adalah saat aku baru turun dari atap gedung, dan kedua adalah saat ini. Dan aku sudah sering bermimpi tentang hal ini, kau yang bersiap menembakku. Beberapa kali muncul dalam mimpiku setelah aku mengakui bahwa hatiku milikmu."

Yonghwa kembali tertawa mengejek yang mengacu pada dirinya dan memandang dinding yang berada beberapa langkah dari tempat ia berdiri bersandar sekarang. Shinhye menurunkan pistolnya perlahan, membiarkan tangannya yang bebas menggapai wajah Yonghwa dan mengusapnya pelan membuat Yonghwa memegang tangan itu dan menjauhkannya dari wajahnya. Pria itu menggeleng pelan.

"Aku tidak pantas untuk disentuh penuh kasih sayang seperti itu. Aku adalah penjahat paling kejam di kota ini, Shinhye." Ujarnya. "Dan aku yakin seharusnya kau sudah sangat membenciku saat ini."

Shinhye menggeleng, dengan airmata yang mulai mengalir. Gadis itu terisak pelan, meremas lengan jaket Yonghwa dengan keras. Yonghwa hanya diam, menatap gadis yang sangat dicintainya menangis karenanya. "Kenapa bisa seperti ini? Kenapa kau adalah Dragon? Dan kenapa kau mengatakan bahwa kau mencintaiku jika kau akhirnya akan menyakitiku?"

"Aku akan menjelaskan semuanya." Ujar Yonghwa.

TBC

[DRAGON]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang