#21

1.1K 156 30
                                    


Mereka berdiri bersama di atap gedung apartemen Shinhye. Keduanya menatap pemandangan gedung-gedung tinggi, cahaya-cahaya lampu bergabung menjadi suatu kombinasi warna yang sangat indah. Shinhye melirik Yonghwa yang beranjak untuk duduk di atas pagar pembatas. Ia memasukkan kedua tangannya ke saku jaketnya. Menghirup udara sebanyak-banyaknya dan menghembuskannya perlahan. Shinhye memandanginya dalam diam. Yonghwa mengalihkan pandangannya pada gadis yang berada di sampingnya itu.

"Aku akui, saat pertama kali kita bertemu kau terlihat begitu menarik untukku. Aku tak pernah berandai-andai bahwa aku akan jatuh cinta padamu begitu dalam seperti sekarang. Semua terus berjalan sampai saat aku tau bahwa anak dari orang yang dulu menghancurkan keluargaku dengan sadis adalah orang yang sangat dekat denganmu. Pandangan dan perasaanku kepadamu mulai berubah. Aku mulai berpikir, bahwa dengan mendekatimu, aku akan semakin mudah membalaskan dendam yang sudah kusimpan lebih dari sepuluh tahun ini." Yonghwa berhenti sejenak, dan memandang sepasang mata indah Shinhye yang memandangnya dengan... entahlah, benci atau bingung, atau mungkin tidak percaya dengan apa yang dikatakannya. Yonghwa kembali menghela napas berat. "Semua terjadi begitu saja sesuai dengan rencana awal bahwa aku akan meninggalkanmu segera setelah aku mencapai tujuanku. Tapi, sesuatu terjadi. Ketika aku hampir saja mencapai tujuanku, perasaanku berubah terhadapmu. Aku jatuh cinta padamu, begitu saja. Aku begitu membutuhkanmu sampai hal itu terjadi di malam itu. Sampai pada hari ini, aku begitu bingung pada diriku sendiri." Yonghwa tersenyum tipis. Shinhye tidak mengatakan apapun, namun matanya terus memandang Yonghwa, mendengar satu persatu kata yang diucapkannya sejak tadi.

"Aku tau perbuatanku tak akan bisa dimaafkan olehmu, aku pembohong besar, seorang pelaku tindak kriminal yang sangat berat. Aku adalah pembunuh berdarah dingin yang diburu oleh seluruh pihak di kota, bahkan negara ini. Semua berbondong-bondong untuk mendapatkan kepala dan jantungku." Ia terkekeh pelan, mentertawai dirinya sendiri.

"Yonghwa..." panggil Shinhye pelan.

"Katakan apapun yang ingin kau katakan. Jika kau ingin mengutukku, kutuklah aku. Atau ingin membunuhku sekalipun, aku lebih dari merasa lega jika kau ingin melakukan itu padaku. Daripada dibunuh oleh orang lain atau Jongsuk sekalipun, aku akan merasa lebih terhormat jika dibunuh olehmu Shinhye. Aku sungguh-sungguh atas hal itu." Jelasnya begitu santai saat memandangi wajah cantik gadis yang dicintainya. Shinhye terdiam, tak tau harus berkata apalagi. Gadis itu terlalu terkejut, dan semua kenyataan yang menghantamnya sekarang membuat kepalanya seakan hampir pecah. Yonghwa memegangi kalung berbentuk sayap berwarna hitam yang diberikan oleh kedua orang tuanya saat ia masih berumur 5 tahun sebagai jimat pelindungnya. Pria itu tersenyum sebelum melepasnya. Ia berdiri di hadapan Shinhye dan mengambil satu tangan Shinhya. Gadis itu terdiam saat Yonghwa meletakkan kalung itu di telapak tangannya.

"Aku tau aku tidak pantas memberikan ini untukmu dan kau tidak ingin menerima apapun darku lagi. Tapi aku harap ini akan selalu melindungimu. Kalung ini telah menemaniku sejak aku kecil, dan aku selalu merasa kedua orang tuaku menjagaku lewat kalung ini. Tapi rasanya ini sudah tidak perlu lagi melindungiku. Aku sangat berharap kau menerimanya." Ujar Yonghwa. Pria itu mengusap rambut Shinhye dengan lembut, kemudian turun ke pipinya dan mengusap sisa airmata gadis itu. Ia terus mengusapnya turun hingga ke bibir gadis itu. Yonghwa hampir menangis, matanya memerah dengan airmata yang menggenang di pelupuk matanya.

"Katakan Shinhye, apa yang kau pikirkan saat ini?" Tanya Yonghwa. Shinhye mengalihkan pandangannya pada pria itu. Ia menggigit bibir bawahnya untuk meredam isakannya.

"Brengsek, laki-laki brengsek tak tau diri!" Pekiknya. Shinhye memukuli dada Yonghwa dengan keras, dan gadis itu tak lagi bisa menahan isakannya. Ia menangis sejadi-jadinya sambil terus memukuli dada Yonghwa. Pria itu tersenyum dengan airmata yang sudah membasahi pipinya.

"Hmm.." gumamnya. "Aku memang laki-laki brengsek tak tau diri."

Shinhye memukul pria itu semakin keras dan menangis dengan histeris. Yonghwa tersenyum dan menghembuskan napas dengan berat. Ia mendongak memandangi langit malam. Lalu kembali memandang Shinhye. Tangannya menggapai wajah Shinhye dan membelai pipi gadis itu dengan sangat lembut. Sampai pada akhirnya pandangan mereka bertemu. Yonghwa terus membelai pipi Shinhye dengan senyum yang tak meninggalkan wajahnya sedetikpun.

"Terima kasih karena kau mengatakan itu kepadaku. Teruslah membenciku. Aku berjanji malam ini adalah terakhir kalinya kau melihatku di depanmu. Kau harus tetap hidup dengan bahagia. Kau harus menikah dan memiliki keturunan. Kuharap dengan itu kau bisa cepat menghapusku dan kenangan kita dari memorimu. Terima kasih sudah membiarkan aku mencintaimu, Shinhye."

Dengan itu Yonghwa mengecup dahi Shinhye lembut dan lama. Kemudian ia melangkahkan kakinya menjauh dari Shinhye. Yonghwa bahkan tak berhenti saat Shinhye untuk kesekian kalinya meneriakkan namanya lalu mengutuknya dengan kata-kata yang bahkan tidak biasanya dikeluarkan dari mulut wanita. Pria itu tersenyum sambil memegang dadanya, meremasnya dengan keras. Berharap rasa sakit di dadanya bisa berkurang atau bahkan menghilang. Saat ia mencapai basement, ia tak kuasa menahan semuanya. Yonghwa jatuh terduduk di samping motornya. Kedua tangannya menutupi wajahnya dengan erat. Ia menangis dalam diam. Yonghwa tak peduli jika matanya akan terlihat mengerikan setelah ia puas menangis. Yang terpenting, ia hanya ingin mengeluarkan segala keluh kesah yang ia tahan selama ini. Matanya sudah membengkak dan memerah. Ia memukul dadanya sendiri berkali-kali, berusaha mengusir segala perasaan menyakitkan yang mengelilinginya. Di atap, Shinhye masih menangis, duduk menyandar di pagar pembatas dengan lemah. Bibir bawahnya memerah dan bengkak karena digigit terlalu keras untuk menahan isakannya.

"Bajingan gila! Pria brengsek tak tau diri!" Geramnya sambil terisak. "Aku tidak bisa membencimu, aku sangat mencintaimu, Bodoh."

***

Jongsuk terkejut melihat mata sembab Shinhye pagi ini saat ia bertemu dengan Shinhye di tempat parkir Kantor Kepolisian ini. Tuhan tau seberapa penasaran dan ingin tau dirinya tentang apa yang terjadi pada Shinhye saat ini. Namun ia menahan diri sekuat mungkin untuk tidak bertanya pada Shinhye karena gadis itu terlihat sangat kacau sekarang. Ia hanya melamun sepanjang jalan menuju ruangan mereka dari pintu depan kantor. Jongsuk terus berjalan di belakang gadis itu dalam diam. Shinhye duduk di kursinya, Jongsuk terus memandanginya dan ikut duduk di kursi miliknya sendiri. Gadis itu meletakkan tasnya dengan malas dan mulai membuka berkas kasus baru yang diberikan untuk timnya. Entah berapa kali gadis itu menghela napas sejak tadi, dan Jongsuk menyadari semuanya. Ia memberanikan diri untuk menggerakkan kursinya mendekati Shinhye. Jongsuk mengambil tumpukan kertas di tangan Shinhye sehingga membuat gadis itu menatapnya. Namun ini aneh, biasanya Shinhye akan langsung berteriak jika ia merasa terganggu oleh Jongsuk. Sekarang ia hanya diam dan memandang Jongsuk tanpa ekspresi.

"Apa yang terjadi padamu, Shinhye?" Tanya Jongsuk pada akhirnya. Shinhye hanya menggeleng sambil mencoba merebut berkas itu dari tangan Jongsuk. Pria itu bersikeras untuk menahan berkas itu di pelukannya sehingga Shinhye tidak punya kesempatan untuk merebutnya.

"Kumohon jangan bertindak seperti anak kecil, Oppa. Ini penting dan kita harus bekerja sekarang. Berhenti bermain-main, aku sedang tidak dalam mood untuk meladenimu." Ujarnya tegas sambil merebut paksa berkas itu dari tangan Jongsuk. Pria itu mengernyit, merasakan keanehan yang terjadi pada Shinhye-nya yang biasanya selalu ceria

Tunggu, Shinhye-nya? Haha yang benar saja. Dia bahkan bukan milikmu, dia milik orang lain, Lee Jongsuk. Ujar lelaki itu dalam hati.

"Apa ini karena Yonghwa?" Selidiknya. Helaan napas kesal dan tatapan Shinhye sudah cukup untuk menjawabnya. Walaupun Shinhye tidak memberi jawaban pasti tentang hal itu ia sudah mengerti apa jawaban gadis itu.

"Shinhye.. sebaiknya kau-"

"Bisakah kau berhenti menggangguku, Oppa? Aku ingin sendirian, kumohon beri aku waktu untuk sendiri." Pintanya.

"Tak bisakah kau melihatku sekali saja Shinhye? Aku bahkan berkali-kali lipat lebih baik dari si brengsek itu. Kenapa mata dan hatimu hanya berfokus padanya? Seharusnya kau melihatku sehingga kau tidak berubah jadi seperti ini!"

"Hentikan omong kosong ini, Oppa! Biarkan aku sendiri!"

TBC

Maaf lama update..
Maaf juga kalo kurang kerasa feelnya di part ini..
Makasih yg nunggu dan dukung sampe sekarang..

[DRAGON]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang