Perjalanan dari Jakarta menuju Surabaya membuatku benar-benar lelah rasanya, walaupun naik pesawat yang hanya makan waktu beberapa jam, tapi mungkin ini juga karena kondisiku yang belum pulih benar. Om Doni membantu mengangkat barang-barangku. "Ini nanti jadi kamarmu ya La, tapi tante mau rapihin dulu, kamu bisa istirahat dulu di ruang tamu sana, kalau udah rapi, nanti tante panggil." ujar tante Rahma. "Ya ampun ga usah tante, Sheila bisa beresin sendiri koq, lagian Sheila udah mendingan." bantahku. Tapi tak disangka, tiba-tiba Renald angkat bicara "Biar Ren aja Ma yang beresin." ia segera mengangkat koperku dan membawanya masuk ke dalam kamar. Sambil terperangah karena tidak percaya dengan sikap Renald barusan, tante Rahma mengambil napas panjang. "Ya sudah kalau gitu. Tante mau nyiapin makan dulu ya." ujar tante Rahma meninggalkanku & menuju dapur. Aku ingin sekali membantu Renald membereskan kamar, tapi lagi-lagi rasa pusing masih menyerangku, hingga akhirnya kau memutuskan untuk segera berbaring di sofa ruang tamu.
Entah sudah beberapa lama aku tertidur di sofa, aku terbangun oleh rasa ingin buang air kecil. Aku bangkit dan langsung menuju kamar mandi. Setelah selesai, tante Rahma segera memanggil untuk makan malam. "Kamu nanti sekolah di sekolahan Renald aja gimana, La?" tanya om Doni. "Iya gapapa Om, dimana aja Sheila mau koq. "ujarku sambil mengunyah makanan. "Kamu kelas 11 kan, sama kaya Renald?"tanya tante Rahma. Aku mengangguk. Selepas makan malam, kami nonton TV bersama, tapi tidak dengan Renald, ia langsung pergi keluar, mungkin main bersama teman-temannya.
Setelah hampir pukul 10 malam, aku pamit untuk ke kamar. Aku membereskan barang-barangku. Bosan sekali rasanya, tapi aku ingat kalau ponselku sudah hancur & rusak karena kecelakaan lalu. Tante Rahma & Om Doni sudah menawarkan untuk memebeli ponsel baru dari kemarin, tapi tentu saja, aku ingin memilih sendiri ponselku, tapi karena kondisiku yang masih belum memungkinkan untuk pergi jalan-jalan ke luar, aku masih harus menunggu hingga beberapa hari lagi. Aku mencoba memejamkan mata untuk tidur, tapi mungkin karena tadi sore aku sudah sempat tertidur, aku masih belum mengantuk. Hingga aku sadar jam telah menunjukkan hampir tengah malam. Aku bangkit dari tempat tidur, karena kesal belum bisa tertidur juga. Ah, mungkin dengan menghirup sedikit udara luar aku akan enakan, pikirku. Aku menyingkap tirai di jendela kamar & membuka jendelanya sedikit. Angin malam yang dingin segera menerpa wajahku. Suasana di luar sangat sunyi, bahkan sepertinya jangkrik pun enggan untuk mengerik. Rumah Om Doni berada dalam komplek perumahan. Walaupun suasananya tidak seram, tapi tetap saja, pekarangan rumah yang cukup besar dan penerangan yang remang-remang membuat bulu kudukku berdiri. Aku kembali menutup jendela dan mencoba tidur kembali. Udara dalam kamar ini cukup lembap sehingga membuatku berkeringat, aku bahkan mencoba mengganti bajuku dengan baju yang lebih tipis. Walaupun sempat kurasakan udara di luar yang dingin tadi, tapi aku tak mau mengambil resiko untuk membuka jendela. Ah, pengecutnya aku. Entah kenapa aku merasa gelisah sekali, seperti ada sesorang yang mengawasiku. Tapi ah, rasanya tidak mungkin sih, jendela tertutup rapat oleh tirai. Aku mencoba berpikir positif, tapi instingku terus saja mendesakku untuk merasa bahwa aku sedang diawasi.
Setelah beberapa hari berlalu, aku masih saja merasa tidak enak tidur di dalam kamar. Entah kenapa, aku masih tidak tahu penyebab rasa gelisahku. Aku selalu merasa sedang diawasi. Ingin rasanya aku utarakan pada tante atau om mengenai rasa gelisahku ini, tapi apa solusinya nanti? Sedangkan tidak ada lagi kamar yang bisa aku tempati. Akhirnya, lagi-lagi aku mengabaikan perasaan itu. Dan ternyata, aku menyesal telah mengabaikannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hitam Putih
HorrorBersekolah di tempat yang baru memang merupakan hal yang kurang menyenangkan bagi Sheila, belum lagi sekolah barunya ini mengharuskan dirinya tinggal di asrama, pasti terasa sangat menyebalkan. Namun bukan hanya menyebalkan yang ia rasa, ia juga har...